Perkara makan, tidak melulu soal tepat di lidah. Artinya, rasa makanan itu sungguh cocok untuk diri sendiri.
Ada kalanya, makanan yang dimasak, disajikan, dipesan, atau diberikan tidak sesuai dengan selera lidah. Akan tetapi, kita tetap bertanggung jawab untuk memakan dan menghabiskannya. Kalau sejak awal, dirasa makanan tidak akan habis, silakan berbagi atau menyisikan untuk orang lain sebelum memakannya.
Walau sebenarnya, kita harus melihat tujuan dasar makan yakni memenuhi kebutuhan jasmani agar tahan/mampu/sanggup beraktivitas/bergerak/hidup, bukan terutama untuk memenuhi selera lidah, mana yang enak mana yang tidak. Karena, terkadang soal rasa tidak dapat diperdebatkan (de gustibus non disputandum est). Bisa saja bagi saya satu makanan enak, tetapi bagi yang lain tidak dan begitu sebaliknya.
Di-habitus-kan
Sejak kecil, edukasi kedua orang tua untuk menghargai makanan sudah menjadi suatu kurikulum dalam keluarga. Saya dan saudara-i tidak akan pernah lupakan didikan keras, tegas, dan disiplin orang untuk menghargai makanan.
Ketika nasi, lauk, sayur, dan camilan sudah dimasak dan disajikan, kami bertanggung jawab menghabiskan semuanya. Dengan catatan, menghabiskan apa yang telah kami buat ke atas piring.
Artinya, ambil makanan yang secukupnya sesuai dengan kebutuhan dan daya tampung perut. Jangan mengambil banyak-banyak, tetapi kami tidak bertanggung jawab menghabiskannya.
Untuk itu, bagi saya nilai penguasaan diri ada di dalam didikan mereka. Kami diajari agar nafsu mata tidak lebih besar dari kebutuhan perut. Bisa saja, perut memberi isyarat bahwa sudah cukup, tetapi mata mengatakan: ayo, tambah lagi karena makanan itu enak. Jangan beri ampun dan jangan beri untuk yang lain.
Selanjutnya, saya mendapat nilai bahwa sangat penting menghargai saudara-i yang sulit mendapat makanan. Tidak sedikit orang yang ingin mendapat sesuap makanan, tetapi tidak bisa. Begitu hina mereka, apabila makanan sendiri yang ada di depan kita tidak kita habiskan.Â
Untuk menyentuh hati kami akan nilai ini, orang tua akan menunjukkan video-video yang inspiratif bagaimana banyak orang yang lebih sederhana mengais tempat sampah, memakan makanan basi/busuk dari suatu perusahaan, atau memakan dedaunan untuk bertahan hidup.
Nilai berikutnya adalah menyampaikan luapan rasa syukur pada Sang Pencipta. Ia sungguh baik hati dengan memberi kesempatan keluarga kami menikmati makanan dan itu patut disyukuri. Lewat alam semesta dan elemen-elemen di dalamnya, orang tua khususnya ibu mengolah makanan yang sehat dan bergizi untuk kami nikmati.Â
Jika makanan tidak dihabiskan, maka sama halnya dengan mengambil unsur-unsur alam semesta bukan untuk kebutuhan hidup, melainkan kepuasan dan foya-foya. Karena, unsur tersebut diambil untuk dibuang.