Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Menyepelekan Hal Kecil Demi Hal Besar!

8 Januari 2022   12:11 Diperbarui: 11 Januari 2022   21:20 4001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Janganlah sibuk memburu burung elang yang ada di langit, sementara burung puyuh yang ada di genggaman tangan jadi terlepas"

Saya tidak akan pernah melupakan nasihat bijak tersebut. Sebab, sejak kecil orang tua saya selalu menyampaikannya. Bahkan, ibu menuliskan kalimat tersebut di selembar kertas dan memberikannya kepada saya untuk selalu diingat.

Saya pun begitu senang akan pemberian ibu. Lalu, saya jaga dan rawat kertas itu. Ke mana pun pergi, saya selalu membawanya, hingga saat ini. 

Karena, bagi saya, nasihat bijak orang tua walau sederhana memiliki kekuatan dan dapat mendatangkan berkat di kemudian hari kalau dilaksanakan dengan tulus.

Dimulai dari hal sederhana

Ibu selalu bilang, "Nak, hidup itu ngak perlu muluk-muluk. Mulailah segala sesuatu dari hal yang sederhana jangan dari hal yang bombastis!"

Memang benar! Saya sangat percaya bahwa tidak akan ada hal besar di dunia ini, tanpa adanya hal-hal kecil atau sederhana. 

Hal-hal sederhana menjadi partikel-partikel bagi satu hal besar. Nilai hal sederhana akan sangat menentukan bagi value satu hal yang besar. 

Tidak mungkin seorang penulis yang baik dapat menjadi besar, jika tidak terlebih dahulu mengenal jenis huruf, kata, kalimat, paragraf, dan teks.

Ia juga harus mulai merancang satu tulisan dari satu kalimat sederhana dengan subjek tambah predikat. Kemudian, ia akan merancang kalimat-kalimat pendukung, argumen-argumen yang kuat, dan aksesoris yang memperindah tulisannya.

Ketika hal-hal sederhana ini diperhatikan dengan teliti, terbentuklah satu tulisan yang sungguh hidup dan enak dibaca. Bahkan, orang akan membagikannya di media sosial atau dengan cara lain.

Diperlukan ketekunan

Ketika seseorang sudah peduli atau peka dengan hal-hal sederhana, ia perlu mengasah ketekunannya. 

Jika tidak ada ketekunan, mustahil ia dapat menghasilkan satu atau beberapa hal besar nan bermakna.

Saya ingat, ketika saya berjuang untuk berlatih menulis. Terutama, saya memiliki cita-cita bahwa tulisan saya harus tembus desk Opini Kompas.

Dalam artikel ini, saya sudah berterus terang bahwa ada 20-an tulisan artikel opini yang ditolak oleh desk Opini Kompas. Pernah patah semangat? Pernah tidak percaya diri? Pernah malas untuk terus menulis? Saya akan jawab: PERNAH!

Hanya, saya tak mau dikuasai oleh perasaan-perasaan pesimis. Saya mau berkembang dan saya mau berhasil.

Maka, saya belajar lagi mulai dari dasar dan saya berusaha untuk tekun. Ketekunan tersebut dibantu dengan doa dan evaluasi diri pada akhirnya membuahkan hasil yang bagi saya sudah besar. Beberapa tulisan tembus dan dimuat di kolom opini Kompas.

Bagi saya, orang yang tekunlah yang akan dapat menikmati buah manis dari perjuangan dirinya.

Tetap optimis - banyak belajar

Saya kembali memupuk rasa optimis di dalam diri. Bagaimana pun, saya mau menulis di Opini Kompas. Tak peduli ditolak beberapa kali. Malahan, penolakan tersebut semakin memacu adrenalin saya.

Saya banyak belajar dengan membaca tulisan-tulisan yang sudah dimuat di Kompas, dengan harapan saya bisa memahami gaya menulis yang diharapkan oleh tim.

Bagi saya, ketika rasa pesimis lebih kuat daripada optimis, kegagalan akan menanti dan menggandeng seseorang. Sebaliknya, dengan berani menerima situasi ditolak, ia berpotensi membuka gerbang keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidupnya.

Kisah tentang menulis hanyalah satu hal kecil dalam hidup ini. Kisah ini hanya contoh nyata yang sudah saya praktikkan.

Jangan sepele

Dalam berbagai aspek kehidupan ini, kiranya konsep mulai dari hal sederhana, tekun, optimis dan belajar jangan pernah diabaikan. Entah dalam bekerja, belajar, bahkan dalam berdoa konsep di atas harus dipegang.

Sering langkah awal untuk memulai satu komitmen tidak diperhatikan atau disepelekan. Padahal, untuk sampai di anak tangga ke sepuluh, seseorang harus meletakkan kakinya di anak tangga pertama. Tak ada kata sepuluh, kalau tidak diawali dengan kata pertama/satu.

Saya tidak mau generalisasi. Akan tetapi sangat terasa bahwa di zaman yang amat modern atau milenial ini, semangat kerja keras dan berjuang sudah semakin minim.

Makin banyak orang yang ingin segala sesuatu jatuh dari langit, diterima begitu saja, tak perlu mengeluarkan modal, dan tak perlu bersusah payah. 

Praktisnya, budaya instan semakin kuat. Artinya, makin banyak orang hanya berangan-angan, tanpa berbuat sesuatu pun. Padahal, hal-hal pendukung ada di sekitarnya.

Ada cangkul di dekatnya, ada tanah, ada pupuk, ada kertas, ada laptop, ada internet, ada koran, ada media sosial, dan sebagainya. Tinggal memanfaatkan dan memberdayakan sarana dan prasarana.

Seperti pepatah bijak tadi, banyak orang hanya berangan-angan memandang ke langit menantikan rajawali atau elang. Padahal, burung puyuh yang sudah di genggaman diabaikan. Terbanglah sudah burung puyuh itu. Alhasil, ia tidak mendapatkan apa pun.

Jangan sampai, karena sepele pada hal kecil yang sebenarnya akan sangat bermanfaat, hal besar yang diharapkan tidak didapat.

Satu kata: "sepele" bisa menghancurkan hidup ini. Tapi, itu bisa kita lawan dengan kerja keras, rasa optimis, dan ketekunan dalam belajar....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun