Ketika seseorang sudah peduli atau peka dengan hal-hal sederhana, ia perlu mengasah ketekunannya.Â
Jika tidak ada ketekunan, mustahil ia dapat menghasilkan satu atau beberapa hal besar nan bermakna.
Saya ingat, ketika saya berjuang untuk berlatih menulis. Terutama, saya memiliki cita-cita bahwa tulisan saya harus tembus desk Opini Kompas.
Dalam artikel ini, saya sudah berterus terang bahwa ada 20-an tulisan artikel opini yang ditolak oleh desk Opini Kompas. Pernah patah semangat? Pernah tidak percaya diri? Pernah malas untuk terus menulis? Saya akan jawab: PERNAH!
Hanya, saya tak mau dikuasai oleh perasaan-perasaan pesimis. Saya mau berkembang dan saya mau berhasil.
Maka, saya belajar lagi mulai dari dasar dan saya berusaha untuk tekun. Ketekunan tersebut dibantu dengan doa dan evaluasi diri pada akhirnya membuahkan hasil yang bagi saya sudah besar. Beberapa tulisan tembus dan dimuat di kolom opini Kompas.
Bagi saya, orang yang tekunlah yang akan dapat menikmati buah manis dari perjuangan dirinya.
Tetap optimis - banyak belajar
Saya kembali memupuk rasa optimis di dalam diri. Bagaimana pun, saya mau menulis di Opini Kompas. Tak peduli ditolak beberapa kali. Malahan, penolakan tersebut semakin memacu adrenalin saya.
Saya banyak belajar dengan membaca tulisan-tulisan yang sudah dimuat di Kompas, dengan harapan saya bisa memahami gaya menulis yang diharapkan oleh tim.
Bagi saya, ketika rasa pesimis lebih kuat daripada optimis, kegagalan akan menanti dan menggandeng seseorang. Sebaliknya, dengan berani menerima situasi ditolak, ia berpotensi membuka gerbang keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Kisah tentang menulis hanyalah satu hal kecil dalam hidup ini. Kisah ini hanya contoh nyata yang sudah saya praktikkan.