Ada pasien yang tahu berterima kasih, namun ada pasien yang walau sudah diobati dan disembuhkan masih protes atau mengomel kepada suster. Itulah manusia, selalu punya cara mengekspresikan perasaan sendiri.Â
Bagi para suster, dibutuhkan pengorbanan diri yang tulus dalam menyapa, melayani, dan mengobati para pasien dengan aneka ragam karakter seperti yang diuraikan di atas.Â
Sedapat mungkin, mereka akan tetap bersikap ramah dan santun kepada para pasien. "Biarlah kami korban perasaan, asal para pasien mendapatkan pelayanan yang baik dan cepat sembuh" demikian tutur seorang suster.
Mereka ingin menekankan etos kerja yang profesional. Meski kelihatannya cukup sederhana dan kecil, pelayanan yang profesional akan sangat membantu kelancaran pengobatan dan kesembuhan.
Minimnya waktu untuk pribadi
Ini bukan alasan, tetapi dampak dari pelayanan karitatif para suster. Saking sibuk melayani para pasien, mereka sampai tidak punya kesempatan untuk istirahat.Â
Jam makan mereka turut terganggu. Kebersamaan dengan anggota komunitas pun juga terganggu, karena ada saja pasien yang menekan bel untuk diobati.
Hanya, anggota komunitas sudah mengerti bahwa pada Natal dan Tahun Baru, jumlah pasien dan orang yang berobat cukup melimpah. Anggota komunitas malah menyemangati suster-suster yang bertanggung jawab di poliklinik.
Demikianlah kisah menarik yang saya dapat dari para suster, tenaga kesehatan yang menghabiskan masa liburan tahun baru untuk melayani para pasien.
Jadi, kalau ada orang yang mengeluh dengan berbagai macam alasan karena tidak bisa menikmati libur tahun baru, mari bersama-sama berefleksi atas perjuangan para tenaga kesehatan yang harus stand by mengobati dan merawat para pasien.
Salam salut saya untuk para/tim tenaga kesehatan....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H