Secara historis indonesia telah mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008. Krisis 1998 terjadi karena kredit macet, properti yang macet, dan penyelewengan dana keluar oleh pemerintah.Â
Namun, saat ini Undang-Undang telah mengatur bahwa Pendanaan bank tidak lagi melibatkan pemerintah (APBN). Artinya, pihak Bank harus bertanggung jawab sendiri dengan keuangannya, agar pemerintah tidak terbeban lagi dengan pendanaan yang sejatinya meggunakan uang rakyat.Â
Sedangkan pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi turun dari 6% ke 4,5% tetapi situasinya tidak terlalu meresahkan karena krisis yang diakibatkan oleh faktor eksternal dapat diatasi baik oleh pemerintah saat itu.
Kini hal sama membayangi perekonomian indonesia yang diperkirakan akan mengalami resesi pada tahun 2020. Hal ini dipicuh oleh perang dagang antara Amerika dan RRC sehingga menimbulkan gonjang-ganjing di pasar internasional.Â
Namun, indonesia tidak perlu khawatir secara berlebihan, karena secara fundamental masih kuat dengan modal pertumbuhan ekonomi sebesar 5%. Meskipun telah dipastikan akan terjadi penurunan, tetapi tidak akan memicu terjadinya resesi berat.
Meski berkontradiksi dengan data-data makro yang justru memperlihatkan bahwa fundamental ekonomi indonesia tidak sekuat seperti yang dibayangkan, karena saat ini Indonesia  sedang mengalami defisit yang disebabkan oleh besarnya utang Negara. Perlu dipahami bahwa utang bersifat sebagai beban jangka panjang. Sehingga return (pengembaliannya) akan dirasakan 10 tahun kedepannya.
Indonesia tak bisa memungkiri bahwa industri-industri akan megurangi porsinya,yakni, pengurangan jam kerja, dan tenaga kerja. Karena Industri yang seharusnya menjadi kekuatan indonesia, sementara ini masih lemah karena tidak mampu bersaing dengan industri china.Â
Bisa dipastikan bahwa tahun depan pasti terjadi penurunan. Sehingga, pemerintah perlu melakukan efisiensi APBN dengan mengurangi konsumsi pemerintah, meminimalisir hal-hal kecil seperti; Â pengeluaran rapat, biaya rutin, biaya perjalanan dan lain sebagainya.
Pemerintah juga harus jeli dalam penguatan ekonomi nasional meski faktor internasional yang menjadi momok perekonomian saat ini. Karena indikator makro indonesia yang negatif, penerimaan pajak yang bolong sebesar 150 trilyunan sehingga bunga pinjaman terus meningkat, menjadi persoalan ekonomi nasional saat ini.Â
Selain itu data dari world economic forum menunjukan daya saing investasi turun dari 45 ke 50. Jokowi juga pernah menargetkan indeks perbisnisan diperingkat 40 tapi saat ini indonesia masih berada di peringkat 73-an.Â
Inilah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah, agar indonesia dapat keluar dari krisis yang bagi sebagian orang menyebutnya sebagai crisis mood.
Menurut Rizal Ramli dalam salah satu acara CNN, Ia berpendapat bahwa seharusnya ketika krisis, pemerintah harus pompa daya beli agar masyarakat belanja supaya ekonomi pulih, ini yang dilakukan presiden Roosevelt ketika amerika mengalami krisis pada tahun 30-an.Â
Cara ini juga yang pernah ia lakukan saat menjabat sebagai Menko di pemerintahan gusdur. Ia juga menambahkan bahwa tahun depan merupakan critical year (tahun penentuan), ekonomi bakal anjlok, karena korporasi akan banyak gagal bayar.
Disisi lain pemerintah terus berupaya menjaga daya beli melalui program-program padat karya dengan memberi bantuan sosial kepada kelompok-kelompok 40% dari masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menggerakan sektor riil demi mendorong konsumsi rumah tangga berdasarkan PDB.Â
Melalui kebijakan fiskal untuk efisiensi APBN, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang memudahkan kegiatan usaha agar investasi bisa jalan, penciptaan lapangan kerja, dana desa untuk aktivitas padat karya dan bantuan-bantuan sosial. Kebijakan-kebijakan ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sebesar 5,3%.
Indonesia saat ini sangat mengharapkan agreement antara Amerika dan RRC agar ingkungan dimana indonesia beroperasi dari sisi ekonomi global mampu berdampak secara positif bagi perekonomian indonesia.Â
Menurut Sri Mulyani (Menteri Keuangan) bahwa faktor ketidakpastian ekonomi yang terjadi tidak terpolah. Ia juga menambahkan bahwa saat ini ekonomi dunia mengalami penururan 0,6% dari tahun kemarin, dari 3,6 menjadi 3,0%. Dalam kacamata IMF, presentase 3,0% sudah menunjukan terjadinya resesi.
Sedangkan Jusuf Kala dalam wawancaranya oleh CNN, Ia mengatakan bahwa krisis ekonomi akan selesai pada tahun 2021, tetapi dengan catatan kalau Donald trump tidak akan terpilih lagi pada pemilu amerika 2020 mendatang.Â
Kita tahu bersama bahwa secara Ekonomi politik amerika memiliki peran yang sangat sentral dalam perekonomian dunia. Sehingga frontalnya gaya kepemimpan Donal Trump dalam memimpin amerika serikat dinilai menjadi salah salah penyebabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H