Mohon tunggu...
Fredy Purnomo
Fredy Purnomo Mohon Tunggu... Dosen - Instagram @fpurnomo

Dosen dan peneliti bidang ICT : Smart City dan Storytelling in Game

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Memoar Perjalanan Akhir Tahun: Gowes 4 Hari Bentang Banten dan Bogor

1 Januari 2023   13:46 Diperbarui: 1 Januari 2023   13:50 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Memoar Perjalanan Akhir Tahun

Gowes 4 Hari Bentang Banten + Bogor

22 sd 25 Desember 2022

Sebuah rencana gowes 500 km, yang sudah dipersiapkan cukup lama. Memulai sebuah perjalanan panjang, dengan naik sepeda yang tentu saja akan terpapar panas, hujan, angin dan debu. Sejenak meninggalkan kenyamanan dalam bepergian. Sebagai laku prihatin dan perenungan untuk mengingat bahwa kita harus selalu bersyukur. Rute perjalanan sudah dipetakan. Kondisi jalan dan tempat menginap sudah diperkirakan. Rencana sudah tersusun dengan cukup rapi dengan tentu saja siap berimprovisasi melihat situasi kondisi di jalan.

Perlengkapan yang dibawa :

Sepeda "Silver Whizzard" tipe roadbike, Jersey, Kaos olah raga, Celana Padding, Syal leher, Manset, Sarung tangan, Kaos kaki, Jaket, Jas hujan, Cover bag.

Perlengkapan pakaian untuk 3 hari (selebihnya darurat beli pakaian di Indomart/Alfamart)

Bawa uang cash secukupnya & isi saldo gopay (terbukti cukup membantu, indomart dan alfamart rata-rata bisa bayar pakai gopay ... bukan iklan loh)

Energi cadangan :

Bidon air minum (restock all the way), Kurma 10 buah, Energy bar Strive 10 buah, Pisang kecil 10 biji (restock all the way)

Peralatan :

Pompa ban portabel, Cadangan ban dalam, Kunci kembang, Charger HP, Power bank, Peralatan mandi

Semuanya sudah terbungkus rapi dalam tas punggung, tas samping di sepeda dan saku belakang jersey. Siap untuk memulai petualangan panjang ala Winnetou dari Karl May.

Day 1,  Kamis, 22 Desember 2022

168 km, 7.5 jam

Rute : Modernland-Teluk Naga-Tanjung Kait-Mauk-Tanara-Banten Lama-Cilegon-Anyer-Carita-Labuhan

Perjalanan kali ini dimulai jam 5.30 pagi. Dalam suasana yang agak mendung. Malam sebelumnya sudah carbo loading dulu dengan makan nasi agak banyakan dari biasanya. Tidur cukup larut malam karena excited. Pagi bangun jam 5, carbo loading lagi dengan makan nasi setengah porsi, plus minum air madu dan kurma 3 biji. Sebelum berangkat tak lupa cek tekanan angin dan pompa ban untuk memastikan. Lakukan ritual pemanasan dulu dengan stretching dan putar kompleks 3 kali sambil memastikan kondisi sepeda layak jalan. Cek rem, cek gear depan belakang, cek lampu depan belakang, cek cyclocomp berfungsi dengan baik.

Berangkat jam 5.30 pagi menyusuri jalur bos di Modernland yang hijau, asri dan penuh kicauan burung. Hirup nafas dalam dalam-dalam, kumpulkan semangat. Target pertama menuju Teluk Naga. Tidak terlalu sulit karena ini rute favorit yang sering dilewati. Menyeberangi jalan Daan Mogot, menuju area luar kota dengan pemandangan kiri kanan sawah dan perkampungan penduduk. Kemudian melewati pintu M2 Bandara Soekarno Hatta sambil sesekali melihat pesawat yang naik atau turun landasan. Mulai masuk ke perbatasan antara Kota Tangerang dengan Kabupaten Tangerang, mulai terasa jalanan semakin bumpy dan banyak lubang. Butuh waktu sekitar 40 menit dari rumah, akhirnya sampai di Teluk Naga. Secara tidak sengaja bertemu teman yang baru beli sarapan, ngobrol sebentar, selfie dan pamit jalan. Cyclocomp menunjukkan jarak tempuh sudah 18 km.

Target berikutnya adalah Tanjung Kait. Selepas Teluk Naga, jalanan malah lebih bagus, karena jalanan di daerah tersebut rasanya jarang dilewati mobil-mobil besar macam Transformer yang sering bikin jalanan jadi rusak. Kecepatan gowes bisa dipacu sampai 30-33 km/jam. Selalu siap-siap rem karena banyak motor lalu lalang, mesti was-was dari jauh, sering ada yang rem mendadak tanpa alasan atau langsung belok tanpa aba-aba. Seni untuk membaca gerakan dan arah kendaran di depan kita itu ternyata cukup penting.

Melewati jalanan kabupaten dengan kiri kanan hamparan sawah yang sedang menghijau memberikan energi kesegaran tersendiri, apalagi ditambah suasana mendung tanpa hujan yang syahdu sepanjang pagi. Sampai di jembatan Luhur yang kemiringan tanjakannya bisa 45 derajat, istirahat dulu sambil lihat kapal-kapal nelayan yang bersandar di kiri kanan sungai. 

Di sepanjang bantaran sungai juga banyak rumah-rumah sederhana yang mungkin rumah para nelayan yang kapalnya disandarkan di pinggir sungai. Totalnya mungkin ada ratusan kapal, dengan bendera yang warna warni sebagai penanda keberadaan mereka ketiak berlayar di lautan. Kemudian perjalanan berlanjut melewati jalan yang lebih kecil, diantara rumah-rumah penduduk yang rapat dan di sebelah kanan ada kompleks sekolah politeknik pelayaran. Agak jauh ke depan menyusuri jalanan di pesisir pantai, beberapa resto hidangan laut yang dibangun dari struktur bambu diatas laut. Ada beberapa resto yang terkenal di kalangan lokal disana, diantaranya RM Merah Putih. Kapan kalau senggang bolehlah mampir, aroma ikan bakarnya membuat perut keroncongan juga.

Sampai di belokan tajam menuju arah Vihara Tanjung Kait, kali ini tidak mampir istirahat di bungalow air depan Vihara, langsung lanjut menuju arah Mauk. Mumpung masih pagi dan jalanan agak sepi. Sebelum sampai Mauk, di daerah Ketapang ternyata ada area wisata baru yaitu Taman Mangrove Ketapang, sempat masuk sebentar. Konsepnya bungalow dan jalan setapak di tengah hutang mangrove. Oke juga, semoga bisa menggerakkan sektor pariwisata di Banten. Setelah itu lanjut menuju Mauk, yang adalah sebuah kota kecamatan dengan pasar tradisional di sepanjang jalan. Cukup alot melewati pasar Mauk karena banyak orang belanja di dagangan pinggir jalan khas pasar tradisional. Setelah Mauk menuju arah Tanara, kota kecamatan berikutnya. Sepanjang jalan area sawah dan beberapa rumah penduduk. Sempat foto-foto para petani yang sedang menanam padi di sawah. Jadi nostalgia masa kecil jika hari minggu sering main ke sawah di belakang rumah nenek di Jepon, Blora, Jawa Tengah.

Sampai Tanara sekitar jam 09.00 pagi. Ketemu lagi dengan pasar di tengah jalan yang sibuk, ditambah motor dan angkot yang membuat pasar semakin meriah. Suara deru mobil, motor berbaur dengan suara para orang-orang dipasar dengan background musik dangdut khas daerah. Semua kesibukan ini adalah penggerak ekonomi rakyat. Dengan atau tanpa dukungan fasilitas yang memadai, pasar selalu terjadi dimana saja.

Kebetulan jam 10.00 pagi ada meeting via zoom (meeting penting, walaupun saya sudah cuti loh he he). Setelah itu saya ngebut melewati hamparan sawah ladang, menuju arah Banten Lama. Sepanjang jalan melewati Makam Sultan Ageng Tirtayasa dan Makam Keramat Wali Songo. Berhenti pas jam 9.55 di rumah makan Pecak Bandeng Sawah Luhur. Atas rekomendasi teman, katanya makanan disini enak dan suasananya mewah (mepet sawah). Pesan teh panas, pecak bandeng dan sayur asem. Sambil lesehan mulai zoom meeting di tengah areal tambak dan persawahan.

Kelar meeting 1 jam, habiskan makanan dan lanjut lagi ke arah Keraton Kaibon di Banten Lama. Foto-foto sebentar di benteng keraton Surosowan. Sambil membayangkan bahwa dulu area Banten Lama adalah pusat kerajaan wilayah Banten. Lengkap dengan raja ratu, patih, menteri, punggawa dan para pengawal kerajaan yang tentu saja megah.  Di tempat inilah raja dan para meterinya memerintah wilayah banten, mereka pasti diskusi mengenai pembangunan, tata kelola, fasilitas kota kerajaan, keamanan perbatasan, kerajaan sekutu, ancaman dari luar, kemakmuran rakyat serta strategi perang. 

Namun kini yang tersisa sekarang tinggal puing-puing pondasi batu. Semua sekarang sunyi, tinggal saksi bisu berupa pondasi bangungan istana dan benteng. Untuk kemudian dikenang, direnungkan dan dipelajari melalui sejarah dan petuah-petuah orang tua. Cukup banyak masyarakat antusias berwisata dengan berfoto di bekas keraton bersejarah. Di area sekitar situ juga ada Masjid Agung dan Vihara, namun belum sempat eksplor karena mesti buru-buru ke Cilegon. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.30, saatnya ucapkan terima kasih dan berpamitan kepada para pemikir-pemikir hebat di masa lalu.

Matahari sudah tinggi hampir di titik kulminasi, namun karena perut masih cukup kenyang makan bandeng di rest area tadi, jadi lanjut 15 km lagi menuju Cilogon. Untungnya cuaca hari ini mendung seharian, jadi jalan di jam 12 siang tidak terlalu terasa panas. Sampai di Cilegon masuk ke jalan jalur Pantura yang super sibuk dengan banyak truk-truk besar. Pasang kacamata debu dan masker berlapis. Jam 13.00 makan siang di resto padang terdekat. Untuk tempat makan di jalan biasanya pilih warteg atau resto padang yang rasa dan harganya jelas. Mereka inilah penyelamat kelaparan selama dalam perjalanan. Terima kasih Bu Warteg dan Uda Padang di sepanjang jalan.

Selesai makan, istirahat agak lama sekitar 30 menit sambil menyesap teh manis panas dan menurunkan nasi di perut. Menurut pengalaman, jika kondisi perut kenyang langsung gowes, biasanya perut berasa begah dan "suduken" (perut seperti terasa ditusuk-tusuk). Setelah perut tidak terlalu berasa kekenyangan, lanjut gowes lagi melewai kota Cilegon yang sibuk dan menuju Anyer. Perjalanan dari Cilegon ke Anyer mesti melewati area pabrik Krakatau Steel  dengan bangunan yang super besar dan instalasi rangkaian pipa/rel di atas ketinggian. Entah apa yang dialirkan di pipa tersebut. Jalanan cukup menantang karena banyak lubang dan banyak truk-truk transformer besar lalu lalang. Namun setelah sampai Anyer jalanan cukup lega, banyak pepohonan dan suasana pantai yang buat hati jadi tenang dan refresh (walau panas udaranya).

Sepanjang jalan menuju Anyer, jalanan cukup bagus, jadi bisa ngebut dengan kecepatan 28 sd 30 km/jam. Melewati hotel-hotel legend di sepanjang jalanan seperti hotel Marbella atau Aston Anyer. Ada hotel konsep baru, Novus Jiva ... pingin coba suatu saat nanti ngajak keluarga. Lanjut perjalanan. Jam 3 sore sampai di daerah Pantai Karang Bolong, suara ombak makin terdengar kencang. Suara debur ombak terdengar merdu dan refresh. Mampir ke indomart untuk recharge energi dengan makan pisang dan kurma, mengisi ransum minuman dan tidak lupa toilet break. Tidak sampai 15 menit istirahat supaya kaki tidak keenakan istirahat dan males gowes lagi. Lanjut sebentar, kemudian mampir ada spot foto laut yang cukup bagus, sekalian beli minum teh panas di kiosk dekat situ.

Melewati pantai matahari ke arah Carita, cuaca berubah gerimis dan angin kencang. Waktu sudah menujukkan jam 16.00 sore. Badan sudah gelisah ingin cari penginapan sebelum maghrib. Tapi diputuskan tetap lanjut jalan, resiko kalau menginap di daerah yang berangin kencang. Dengan halangan hujan dan angin, kecepatan bersepeda drop di 15 km / jam. Itupun bertahan supaya tidak jatuh karena angin sangat kencang. Beberapa kali stang ikut oleng terbawa angin, tapi syukur masih bisa dikuasai. Waktu sekitar pukul 17.45 wib ketika sampai daerah Labuhan di mana angin tidak kencang lagi walau masih gerimis. Cek di google map ada penginapan recommended di dekat situ. Dan menginaplah di hotel Caringin. Hotel murmer yang lumayan bersih. Hotel ini sepertinya favorit para sales antar kota. Dan tentu udah ijin, sepeda bisa masuk ke kamar.

Akhir perjalanan hari pertama dengan total jarak 167 km. Tak lupa pakai minyak gosok buat olesin kaki, punggung dan tangan yang lelah. Berkhabar sebentar ke keluarga. Tidur nyenyak di kamar sederhana yang nyaman, serasa nostalgia tidur di kamar kos jaman masih jadi mahasiswa dulu.

Day 2, Jumat, 23 Desember 2022

147 km 8 jam

Rute : Tjiteureup-Cibaliung-Muarabinangeun-Malingping-Bayah

Pagi jam 5.30 terbangun. pagi yang dingin, dan terdengar sayup suara hujan. Diskusi sebentar dengan resepsionis hotel mengenai cuaca, biasanya hujan pagi gak lama katanya. Dalam hati sempat kuatir jika hujan cukup lama mungkin akan ubah jalur putar balik via Pandeglang terus via pantura dan balik Tangerang. Setelah bebersih dan siap-siap, hujan sudah mulai menjadi gerimis kecil saja. Jam 7.30 pagi diputuskan untuk berangkat dengan tetap di rencana awal diantara gerimis kecil dan jalanan becek.

Menyusuri jalan pantai Labuhan. Gerimis makin lama makin menghilang, digantikan sinar matahari yang cukup hangat. Lihat kiri kanan cukup banyak ranting-ranting pohon yang tumbang dan toko-toko yang kebanyakan masih belum buka. Mungkin impact dari angin kencang atau impact wisata selepas pandemi yang belum pulih kembali. Sempat beberapa kali berhenti untuk memperhatikan gelombang laut dan aktifitas nelayan. Mereka membuat struktur seperti rakit cukup besar yang mengambang, dengan pelampung di kiri kanan yang memungkinkan rakit tersebut terangkat sekitar 1 meter diatas permukaan laut. Ditengah-tengah rakit tersebut dibangun pondokan kecil, mungkin 2x2 meter. Cukup takjub bagaimana mereka bisa membuat rakit tersebut tetap seimbang diterpa gelombang laut.

Perjalanan berlanjut ke arah Pasar Citeureup. Jalanan cukup lengang dan hangat, kecepatan sepeda bisa saya pacu sekitar 28 sd 30 km/jam. Tidak terlalu ngoyo karena bakalan melewati banyak tanjakan. Sampai di Citeureup jam 09.00, ada percabangan jalan, jika lurus 9 km lagi ke arah Tanjung Lesung. Ambil arah kiri. Titik perhentian berikutnya yaitu di Cibaliung 33 km, Muarabinangeun 62 km dan Bayah 110 km (rencana tempat menginap selanjutnya).

Perjalanan ke arah Cibaliung dimulai dengan masuk area perkampungan. Kali ini nuansanya bukan di tepi pantai lagi, tapi mengarah ke pedalaman di kaki gunung. Awalnya jalanan datar dengan aspal yang bagus. Dengan santai sepeda bisa saya pacu sd 30 km / jam sambil menikmati pemandangan sawah yang luas di kiri kanan jalan. Namun makin jauh jalanan makin menanjak. Bukan hanya satu tanjakan, namun bisa sampai triple tanjakan berupa tanjakan panjang 500 meter, kemudia belok kiri nanjak 200 meter kemudian belok kanan nanjak lagi 300 meter, datar 100 meter dan menanjak lagi. Dan tanjakan seperti ini berulang terus. Belum pengalaman di tanjakan/turunan dan belum pernah mengikuti event sejenis KOM (King of Mountain), tapi tutorial di youtube yang saya lihat cukup membantu atur strategi.

Kecepatan sepeda yang di awal bisa 30 km /jam sekarang tinggal 15, kemudian 10 sampai akhirnya tinggal 3 km/jam alias tuntun sepeda karena sudah tidak kuat menanjak. Bahkan di beberapa etape pun jalan kaki sudah tidak sanggup, jadi berhenti sebentar untuk mengambil nafas dan minum air seteguk untuk kemudian lanjut tuntun sepeda 30 hitungan langkah ke depan. Cukup membantu dengan cara tuntun 30 langkah dan istirahat ambil nafas 30 detik, saya lakukan berulang-ulang sampai berada di puncak. Setelah sampai puncak pun timbang-timbang lagi, apakah akan naik sepeda atau masih tuntun.

Pengalaman bersepeda di turunan pun tidak kalah seru dan menegangkan. Bukan tipikal orang dengan andrenaline junky, bahkan naik komedi putar pun sering takut. Beberapa kali mesti rem pakai sepatu karena kecepatan sepeda tidak sebanding dengan kekuatan rem (pernah dititik turun dengan kecepatan 52 km/jam), untung di depan ada tanjakan. Setelah itu lebih berhati-hati di turunan tajam, pastikan dahulu di ujung turunan ada tanjakan penyelamat. Lesson learned bagi saya pribadi yang selama ini menganggap bahw tanjakan adalah kerugian dan turunan adalah keuntungan. Ternyata bisa berlaku sebaliknya. Ketika nanjak, doanya adalah minta turunan, ketika turunan, minta tanjakan. Kadang yang kita pikir adalah kesulitan, ternyata adalah langkah penyelamatan bagi kita, demikian pula sebaliknya. Kontradiktif memang.

Sampai di Cibaliung pukul 12 siang. Perjalanan 33 km yang seharusnya (jika tanah datar) di tempuh 1.5 jam menjadi 3 jam karena beratnya rute. Istirahat makan siang dulu di warung nasi Padang terdekat. Ketemu dan ngobrol dengan anak sma yang bawa motor trail. Dia dari daerah situ, cita-citanya ingin jadi polisi katanya. Semoga tercapai ya. Setelah melewati perkampungan yang penuh tanjakan, tantangan berikutnya adalah melintasi hutan yang penuh tanjakan juga. Jika rute sebelumnya masih ada rumah penduduk dan sering bertegur sapa dengan penduduk lokal. Namun kali ini benar-benar masuk di tengah hutan. Masih untung di siang hari yang terang. Selain jalanan yang naik turun di depan, di kiri kanan hanya ada hutan jati yang lebat. Hanya sesekali saja motor atau mobil yang lewat. Saya yang besar di daerah Blora di tengah-tengah hutan jati mungkin sedikit terbiasa dengan situasi seperti ini. Hanya was-was saja. Setengah ngos-ngosan sepeda dipacu sekitar 9 sd 15 km/jam, kebetulan tanjakan dan turunan sekarang tidak terlalu curam seperti sebelumnya. Pertengahan perjalanan, jalanan sudah masuk perkampungan dengan jalanan beton yang cenderung datar. Sempat hujan gerimis sebentar, mampir di warung milik warga beli stok air minum dan duduk di pendopo sebelah warung. Ijin dulu tentunya. Kira-kira 30 menit hujan sudah reda jalan lagi cukup ngebut biar segera sampai ke pantai.

Pukul 3 sore sampai di jembatan Muarabinangeun, daerah pesisir pantai Selatan. Sungai yang mengarah ke laut cukup besar dibanding di pesisir utara. Bahu sungai penuh dengan kapal-kapal nelayan yang bersandar. Mungkin ombak bulan Desember bukan waktu yang tepat bagi kapal kecil untuk melaut. Kapal-kapalnya relatif kecil, mungkin ukurannya sedikit lebih besar dari kapal boat, sekitar 6 sd 7 meter panjangnya. Setahu saya kapal ini untuk menangkap ikan di perairan dangkal dekat pesisir saja. Kebetulan pernah diajak naik ke kapal penangkap ikan kakap merah di Pekalongan. Ayah mertua pas masih aktif jadi kapten kapal. Kapalnya sama dari kayu, panjangnya sekitar 20 meter. Ada lemari pendingin di dalamnya plus navigasi GPS yang sudah canggih untuk penanda umpan yang di drop di tengah laut. Biasa melaut minimal 2 minggu dengan crew sekitar 10 sd 15 orang. Area operasi biasa di laut utara Jawa. Ini baru kapal penangkap kakap merah. Untuk kapal penangkap ikan tuna bisa lebih besar lagi karena area penangkapan ikan di daerah samudera laut selatan yang lebih dalam, biasa mereka melaut minimal sebulan baru balik.

Ombak laut di pantai selatan juga mempunyai garis pantai yang lebih panjang dengan ombak yang lebih besar. Potensi yang indah namun belum tergali, mungkin akses jalan ke pantai selatan yang agak sulit ya. Target berikutnya adalah mencari penginapan di Pantai Bayah. Jarak masih sekitar 50 km lagi. Di tengah-tengah ada daerah Mailingping untuk transit istirahat. Jalanan menuju Malingping cenderung datar saja. Di awal-awal melewati pesisir pantai, jadi sampai sesekali refreshing mata dengan melihat ombak sore yang bagus. Tapi kemudian jalan berbelok menjauh dari pesisir pantai. Jadi antara jalanan dan pantai terpisah oleh hutan. Masih beruntung di kiri jalan masih banyak rumah rumah penduduk. Jalanan cukup menanjak, walau dengan kemiringan sekitar 10 derajat, tapi berlangsung selama hampir sepanjang jalan. Di tengah jalan istirahat dulu di warung, sempat beli minum capcin alias capucino cincau dan makan pisang 2 biji untuk menambah energi. Sampai di Malingping waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Suasa sudah mulai gelap dan harus buru-buru cari penginapan.

Masih ada 30 km lagi menuju Bayah, sepanjang jalan tidak banyak rumah penduduk lagi, sudah lepas dari wilayah hutan dan sudah sejajar dengan pantai. Minimal jalan dalam kondisi gelap di pinggir pantai lebih melegakan daripada meleweti hutan. Sore makin turun, lampu depan dan belakang dinyalakan semua, untuk memastikan terlihat oleh kendaraan lain. Seharusnya jarak 30 km bisa dicapai dalam 1 jam lebih. Namun karena sudah seharian gowes dan mulai kelelahan, maka kecepatan gowes juga drop di 20 km/jam dengan waktu istirahat lebih banyak. Jam 6 sore, istirahat sebentar sambil menunggu azan di Indomart satu-satunya di tengah jalan. Setelah itu jalan lagi, dengan situasi jalan yang sudah gelap, badan kelelahan dan berasa lengket semua. Tubuh perlu segera refreshing dan istirahat.

Jam 18.45 sampai Bayah, segera buka googlemap untuk mencari lokasi penginapan. Sempat mencari penginapan sampai di luar bayah, di daeah pantai yang awalnya dikira hotel-hotel besar dengan lampu-lampu yang terang, ternyata adalah pabrik semen Merah Putih. Untung sempat tanya-tanya satpam. Ketemu beberapa kandidat hotel, namun akhirnya pilih yang nuansa hotel yang lebih baik, The Swarna Bayah. Kali ini baru berasa menginap di hotel dengan fasilitas AC, harganya tentu harga standar hotel kelas menengah. Sekali lagi, ijin sepeda masuk kamar.

Malamnya makan nasi warteg, menu yang mengandung protein lebih banyak, nasi, ayam, telur dan sayur manis (seperti sayur asem tapi kuahnya manis).

Berkhabar sebentar ke keluarga, cek anak-anak lagi pada ngapain. Malamnya tidur gelisah dan banyak terbangun. Mungkin terlalu capek gowes 8 jam.

Day 3, Sabtu, 24 Desember 2022

94 km 7 jam

Rute : Pamubulan-Puncak Habibie-Karanghawu-Pelabuhan Ratu-Tiikadu-Cimanggu-Cibadak-Parung Kuda

Pagi bangun dalam kondisi badan cukup pegal-pegal. Telapak tangan agak bengkak karena cukup besar tekanan selama perjalanan. Jadi pasang koyo di kedua telapak tangan. Cukup melegakan. Sarapan  nasi putih, roti, telur dan kopi di hotel. Hujan dari pagi cukup deras. Jam 7.30 hujan tinggal gerimis kecil saya berangkat menuju target berikutnya, Bogor sebagai rencana tempat menginap terakhir sebelum sampai rumah. Jarak 138 km, perkiraan waktu adalah 7 jam dengan kemungkinan mundur 2 jam karena banyak tanjakan.

Ternyata perkiraan tersebut salah, karena tanjakan dan turunan lebih banyak dari yang diperkirakan. Target awal adalah melewati 44 km pegunungan menuju pantai Karang Hawu. Ternyata tanjakan dan turunan hari kemarin di Cibaliung tidak ada apa-apanya dibanding yang hari ini. Tanjakan demi tanjakan bertubi-tubi dengan kondisi turunan yang beresiko tinggi, Jadi otomatis di tanjakan dan turunan akhirnya tuntun sepeda. Mungkin ada sekitar 10 km tuntun sepeda. Jarak 22 km yang biasa ditempuh dalam waktu 1 jam kurang, sekarang ditempuh dalam waktu 3.5 jam. Mampir makan siang di warung Sop Buntut. Tanya-tanya sebentar terus diperkenalkan sopir sekitar yang biasa mengantar pesepeda untuk loading. Setelah deal harga sampai Karang Hawu akhirnya loading naik mobil pickup. Menuju Puncak Habibie naik mobil pickup. Dan sungguh luar biasa melihat jalanannya, jika diteruskan naik sepeda sepertinya bakalan menginap di hutan atau di rumah penduduk. Bahkan saya pikir naik mobil pribadipun perlu skill khusus untuk melewati tanjakan dan turunan ekstrim. Untung pak sopirnya sudah jago.

Satu jam naik mobil, jam 12.30 sampai di Karang Hawu, saya lanjut naik sepeda lagi. Ternyata pantai disini bagus sekali. Garis pantainya jauh dan panjang, dengan beberapa karang yang cukup besar, ombak yang cukup besar dan air laut yang berwarna hijau dengan background pegunungan yang berwarna biru. Sepertinya pantai disini favorit untuk turis lokal sekitar sini. Suasana pantai cukup ramai dan ada beberapa fotografer lepas di tepi pantai. Mampir ke Alfamart sebentar untuk restock persediaan air, makan energi bar dan toilet break.

Lanjut perjalanan lagi ke Pelabuhan Ratu yang berjarak 12 km. Walau perjalanan menyisir pantai, namun jalannya cukup berbelok-belok dan banyak tanjakan. Di kiri kanan ada beberapa hotel dan tempat makan yang cukup elite, nuansanya seperti di Bali. Mungkin ini daerah tempat singgah orang-orang dari kota lain jika ke pantai selatan. Sampai di kota Pelabuhan Ratu jam 14.00 siang, mampir istirahat dulu di alun-alun. Atur navigasi sebentar. Jarak ke Bogor masih 90an km. Waktu tinggal 3 sd 4 jam dan masih melewati area pegunungan. Sempek cek penginapan di area sebelum Bogor. Target hari ini berubah sampai Cibadak saja.

Kembali jalan melewati Tiikadu dengan tanjakan yang menantang, namun kali ini lebih siap untuk menanjak. Tenangkan pikiran, lemgan paha mengayuh tanpa menekan pakai lutut atau telapak kaki. Dengan cara seperti itu tanjakan terasa lebih ringan. Plus jika jalanan kondisi kosong, pakai metode zig zag. Sedang asik menanjak, tapi tiba tiba hujan deras. Terpaksa berteduh dulu di warung di pinggir jalan. Pesan teh manis panas sambil numpang ngecharge HP yang sudah low batt. Hujan reda 1 jam kemudian. Waktu sudah menujukkan pukul 15.30. Masih 30 km menuju Cibadak yang diperkirakan masih 4 - 5 jam perjalanan dengan kondisi jalan licin berkelok naik turun. Akhirnya putuskan loading lagi menuju Cibadak.

Kebetulan ada angkot kosong yang sedang ngetem. Tawar menawar dan akhirnya loading sampai Cibadak. Satu jam perjalanan loading melalui pegunungan, dan sampai Cibadak sekitar jam 16.45. Saya pikir masih sore lanjut lagi perjalanan ke arah Bogor supaya besok baliknya tidak terlalu jauh. Bersepeda 1 jam kemudian kondisi badan sudah lelah dan basah. Mungkin efek kehujanan dan loading satu jam jadi kena efek "kaki males". Dan juga jalanan yang mulai macet parah. Akhirnya mampir makan nasi padang di daerah Parung Kuda. Ngobrol dengan ibu penjual nasi padang tentang kondisi macet yang memprihatinkan, akhirnya tanya-tanya penginapa disekitar situ. Diarahkan salah satu penginapan yang menurutnya bagus. Jadilah saya menuju penginapan Wisma Delima. Kondisi penginapan sederhana, sepertinya resort untuk keluarga besar. Penginapan sepi sepi saja, saya ambil kamar yang standar. Hotelnya sederhana dan bersih.

Tak lupa berkhabar ke keluarga sudah sampai di hotel. Malamnya sempat sulit tidur. Mungkin air dan udara yang dingin membuat alergi saya kambuh.

Day 4, Minggu, 25 Desember 2022

103 km 5.5 jam

Rute : Cicurug-Cigombong-Ciawi-Bogor-Parung-Pamulang-Tangerang Kota

Pagi bangun jam 4 pagi, rasanya kebangun karena kedinginan. Sempat tertidur satu jam lagi. Jam 6 pagi siap-siap beberes, namun sekali lagi pagi hari hujan cukup deras. Sarapan roti yang sempat di beli semalam plus minuman vitamin C. Kira-kira jam 7.30 pagi checkout dari hotel dan melanjutkan perjalanan. Target hari ini sampai rumah, tapi mampir dulu di Bogor ketemu teman-teman klub pesepeda dari kantor. Perjalanan ternyata lancar, walau dibayangi udara dingin dan gerimis yang masih terus. Sepanjang jalan melalui Cicurug dan Cigombong tersedat sedikit karena jalanan yang longsor dan sedang dalam perbaikan. Masih untung lewat jalan di minggu pagi, sehingga jalanan tidak terlalu macet. Rute terakhir sebelum sampai Bogor adalah melalui Pasar Ciawi. Dari situ jalanan menurun landai ke arah Bogor, jadi ada sekitar 6 km gowes tanpa mengayuh dan ujungnya sampai di depan Plaza Lippo Ekalokasari. Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi. Dari situ mencari lokasi titik kumpul bersama teman-teman di daerah Bantarjati. Setelah selesai makan dan ngobrol kami bersama-sama balik ke arah Tangerang melalui Parung. Perjalanan cukup cepat karena mengikuti ritme teman-teman yang masih semangat. Perjalanan cukup lancar melalui Parung, kemudian Pamulang, lanjut BSD, Alam Sutera dan sampailah saya ke Modernland di Tangerang Kota. Sampai di rumah sekitar jam 2 siang.

Lelah, namun tuntas dan puas dengan jarak 537 km keliling Bentang Banten dan Bogor,

seperti tersadar dari mimpi yang gila, kembali ke dunia nyata yang disebut rumah.

Jika di tanya apakah kapok, ya kapok untuk saat ini.

Jika ditanya mau lagi, tentu saja mau !

Tapi sementara ini, jam tangan cerdas yang saya pakai memberikan indikasi bahwa saya mesti recovery full selama 5 hari ke depan.

Salam,

28 Desember 2022

Fredy Purnomo

IG : fpurnomo, moonreader.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun