Pompa ban portabel, Cadangan ban dalam, Kunci kembang, Charger HP, Power bank, Peralatan mandi
Semuanya sudah terbungkus rapi dalam tas punggung, tas samping di sepeda dan saku belakang jersey. Siap untuk memulai petualangan panjang ala Winnetou dari Karl May.
Day 1, Â Kamis, 22 Desember 2022
168 km, 7.5 jam
Rute : Modernland-Teluk Naga-Tanjung Kait-Mauk-Tanara-Banten Lama-Cilegon-Anyer-Carita-Labuhan
Perjalanan kali ini dimulai jam 5.30 pagi. Dalam suasana yang agak mendung. Malam sebelumnya sudah carbo loading dulu dengan makan nasi agak banyakan dari biasanya. Tidur cukup larut malam karena excited. Pagi bangun jam 5, carbo loading lagi dengan makan nasi setengah porsi, plus minum air madu dan kurma 3 biji. Sebelum berangkat tak lupa cek tekanan angin dan pompa ban untuk memastikan. Lakukan ritual pemanasan dulu dengan stretching dan putar kompleks 3 kali sambil memastikan kondisi sepeda layak jalan. Cek rem, cek gear depan belakang, cek lampu depan belakang, cek cyclocomp berfungsi dengan baik.
Berangkat jam 5.30 pagi menyusuri jalur bos di Modernland yang hijau, asri dan penuh kicauan burung. Hirup nafas dalam dalam-dalam, kumpulkan semangat. Target pertama menuju Teluk Naga. Tidak terlalu sulit karena ini rute favorit yang sering dilewati. Menyeberangi jalan Daan Mogot, menuju area luar kota dengan pemandangan kiri kanan sawah dan perkampungan penduduk. Kemudian melewati pintu M2 Bandara Soekarno Hatta sambil sesekali melihat pesawat yang naik atau turun landasan. Mulai masuk ke perbatasan antara Kota Tangerang dengan Kabupaten Tangerang, mulai terasa jalanan semakin bumpy dan banyak lubang. Butuh waktu sekitar 40 menit dari rumah, akhirnya sampai di Teluk Naga. Secara tidak sengaja bertemu teman yang baru beli sarapan, ngobrol sebentar, selfie dan pamit jalan. Cyclocomp menunjukkan jarak tempuh sudah 18 km.
Target berikutnya adalah Tanjung Kait. Selepas Teluk Naga, jalanan malah lebih bagus, karena jalanan di daerah tersebut rasanya jarang dilewati mobil-mobil besar macam Transformer yang sering bikin jalanan jadi rusak. Kecepatan gowes bisa dipacu sampai 30-33 km/jam. Selalu siap-siap rem karena banyak motor lalu lalang, mesti was-was dari jauh, sering ada yang rem mendadak tanpa alasan atau langsung belok tanpa aba-aba. Seni untuk membaca gerakan dan arah kendaran di depan kita itu ternyata cukup penting.
Melewati jalanan kabupaten dengan kiri kanan hamparan sawah yang sedang menghijau memberikan energi kesegaran tersendiri, apalagi ditambah suasana mendung tanpa hujan yang syahdu sepanjang pagi. Sampai di jembatan Luhur yang kemiringan tanjakannya bisa 45 derajat, istirahat dulu sambil lihat kapal-kapal nelayan yang bersandar di kiri kanan sungai.Â
Di sepanjang bantaran sungai juga banyak rumah-rumah sederhana yang mungkin rumah para nelayan yang kapalnya disandarkan di pinggir sungai. Totalnya mungkin ada ratusan kapal, dengan bendera yang warna warni sebagai penanda keberadaan mereka ketiak berlayar di lautan. Kemudian perjalanan berlanjut melewati jalan yang lebih kecil, diantara rumah-rumah penduduk yang rapat dan di sebelah kanan ada kompleks sekolah politeknik pelayaran. Agak jauh ke depan menyusuri jalanan di pesisir pantai, beberapa resto hidangan laut yang dibangun dari struktur bambu diatas laut. Ada beberapa resto yang terkenal di kalangan lokal disana, diantaranya RM Merah Putih. Kapan kalau senggang bolehlah mampir, aroma ikan bakarnya membuat perut keroncongan juga.
Sampai di belokan tajam menuju arah Vihara Tanjung Kait, kali ini tidak mampir istirahat di bungalow air depan Vihara, langsung lanjut menuju arah Mauk. Mumpung masih pagi dan jalanan agak sepi. Sebelum sampai Mauk, di daerah Ketapang ternyata ada area wisata baru yaitu Taman Mangrove Ketapang, sempat masuk sebentar. Konsepnya bungalow dan jalan setapak di tengah hutang mangrove. Oke juga, semoga bisa menggerakkan sektor pariwisata di Banten. Setelah itu lanjut menuju Mauk, yang adalah sebuah kota kecamatan dengan pasar tradisional di sepanjang jalan. Cukup alot melewati pasar Mauk karena banyak orang belanja di dagangan pinggir jalan khas pasar tradisional. Setelah Mauk menuju arah Tanara, kota kecamatan berikutnya. Sepanjang jalan area sawah dan beberapa rumah penduduk. Sempat foto-foto para petani yang sedang menanam padi di sawah. Jadi nostalgia masa kecil jika hari minggu sering main ke sawah di belakang rumah nenek di Jepon, Blora, Jawa Tengah.