Mohon tunggu...
FPL Forum Pengada Layanan
FPL Forum Pengada Layanan Mohon Tunggu... -

Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia, secara nyata telah menyebabkan perempuan menerima berbagai perlakuan yang merendahkan, mengingkari martabat kemanusiaannya dan telah berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup perempuan korban serta mempengaruhi masa depan korban untuk hidup yang lebih baik dan lebih adil baik bagi dirinya maupun keluarganya. Bahwa pemenuhan hak-hak perempuan korban atas keadilan, kebenaran, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan merupakan tanggung jawab Negara yang secara tegas telah tercantum di dalam konstitusi Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus bermunculan, 33 organisasi masyarakat yang memberikan layanan bagi perempuan dan Komnas Perempuan menginisiasi lahirnya pada bulan Februari tahun 2000 di Batu Malang Jawa Timur. Forum ini lahir berangkat dari refleksi bahwa pendampingan untuk perempuan korban kekerasan masih bersifat parsial, padahal membutuhkan banyak sumber daya dan dibutuhkan adanya sharring sumber daya yang dimiliki antar lembaga, kerjasama dengan institusi pengada layanan yang lain. Bahwa dalam perkembangannya, lembaga-lembaga dan kelompok masyarakat yang bekerja untuk penanganan dan pemulihan bagi perempuan korban yang telah mengukuhkan dirinya sebagai Forum Belajar. Forum Belajar ini menjadi wadah untuk saling berbagi pengalaman dalam penanganan dan pemulihan perempuan korban kekerasan, meningkatkan kapasitas untuk terus memperbaiki kualitas pelayanannya, melakukan advokasi bersama agar hak-hak perempuan korban kekerasan dapat dilindungi, dihormati dan dipenuhi oleh Negara. Untuk memperkuat kejelasan arah dan strategi perjuangan Forum Belajar untuk mewujudkan professionalitasnya, kedaya gunaannya serta kemandiriannya agar terus dikembangkan secara strategis. Untuk mewujudkan cita-cita dan misinya, aturan yang jelas tentang bentuk dan keberadaan serta arah perjuangan Forum Belajar mulai ditata. Pada tahun 2014 terjadi Perubahan nama dari Forum Belajar ke Forum Pengada Layanan bagi perempuan korban kekerasan (untuk selanjutnya disebut FPL). Forum Pengada Layanan (FPL) bagi perempuan korban kekerasan terdiri dari lembaga-lembaga yang memiliki visi untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan dukungan, tanggung jawab negara dan masyarakat dalam memenuhi hak-hak perempuan korban kekerasan melalalui kerja-kerja pendampingan dan pemulihan terhadap perempuan korban kekerasan di seluruh Indonesia. Dengan mempertimbangkan keberagaman wilayah, keberagaman sumberdaya dan keberagaman kebutuhan penanganan korban yang sangat spesifik bagi setiap orang dan sesuai dengan kondisi lingkungannya, Forum Pengada Layanan dibagi kedalam beberapa region untuk mengoptimalkan kerja-kerjanya dalam memberi pelayanan pada perempuan korban. Untuk saat ini Forum Pengada Layanan (FPL) terdiri dari 3 region yaitu Region Barat (Sumatra), Region Tengah (Jawa-Bali-Kalimantan dan NTB) serta Region Timur (Sulawesi-Maluku-NTT dan Papua). Pembagian region ini berfungsi untuk memudahkan koordinasi dan saling memberi dukungan serta memperluas keanggotaan, memberikan layanan serta menjalin kerjasama antara sesama anggota jejaring. Sampai tahun 2015 keanggotaan Forum Pengada Layanan ada 112 anggota yang tersebar di 32 propinsi di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pembukaan Konferensi Timor II

22 November 2017   09:54 Diperbarui: 22 November 2017   10:02 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://fpl.or.id/pembukaan-konferensi-perempuan-timor-ii/

"Tersingkirnya Perempuan dalam Pembangunan, Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Pengambilan Keputusan Telah Meningkatkan Kekerasan, Migrasi dan Perdagangan Perempuan di NTT"

Forum Pengada Layanan, bersama Komnas Perempuan, Yayasan BaKTI dan Sanggar Suara Perempuan (SSP) Soe dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Oxfam dan Program MAMPU -- DFAT. Konferensi ini akan dilaksanakanselama 2 hari, dimulai hari ini tanggal 21 sampai 22 Nopember 2017 di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan dihadiri 154 peserta dari organisasi perempuan komunitas, pendamping korban, perguruan tingi, jurnalis, lembaga adat, aparat penegak hukum dan instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di wiayah NTT.

Konferensi Perempuan Timor II merupakan kelanjutan dari Konferensi Perempuan Timor I  tahun 2016 di Belu, Kabupaten Atambua. Dalam sambutan ketua panitia Ir. Filipin Therik dari SSP Soe, Konferensi II dilakukan dengan tema "Meneguhkan komitmen para pihak dan menguatkan jejaring gerakan perempuan untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan". Konferensi ini bertujuan mendorong lahirnya kerjasama berbagai komponen dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan khususnya di tanah Nusa Tenggara Timor dan sebagai forum refleksi atas pelaksanaan Konferensi Perempuan Timor I.

"Perempuan di Provinsi NTT merupakan kelompok miskin terbesar dan masih terus mengalami berbagai betuk kekerasan, perdagangan orang dan ketidakadilan hingga saat ini", kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Provinsi NTT dalam sambutan pembukaan.Bahkan dalam sambutan tertulisnya, Gubernur Provinsi NTT menyatakan, proses kapitalisasi dalamberbagai kehidupan telah membebani kehidupan masyarakat dan menjadikan situasi yang lebih berat kepada perempuan baik dalam kehidupan publik maupun dalam kehidupan rumah tangga, terutama perempuan yang tinggal di wilayah perbatasan yang sangat minim akses infomasi, layanan kesehatan, pendidikan serta pekerjaan.

Di rumah tangga, perempuan juga kehilangan kepemilikan terhadap tanah dan kekayaan rumah tangga. Pemerintah Provinsi akan terus menerus menurukan KtP dan perdagangan orang melalui pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Gubernur sangat mengapreasi dan mendukung pelaksanaan kegiatan Konferensi Perempuan Timor II, karena memperlihatkan kepudulian semua pihak terhadap masalah kemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timor.

Bagi perempuan komunitas, Konferensi II ini dianggap sangat bermanfaat. "Dalam pertemuan ini saya dapat pembelajaran dan pengetahuan dari beberapa daerah, dan kami perempuan Timor dapat menyuarakan suara kami yang selama ini tidak didengar", ujar Ibu Yaneta Sapay dari Desa Nunusuhu, Timor Tengah Selatan. (fpl-ss)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun