Mohon tunggu...
Akhmad Fourzan Arif Hadi P
Akhmad Fourzan Arif Hadi P Mohon Tunggu... Lainnya - Profesi saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten pada Kemendesa PDT

Saya adalah seorang pria disabilitas daksa yang memiliki kegemaran berkelana, berdiskusi, dan tentu saja ngopi di berbagai kedai formal (seminar, workshop, dan ruang-ruang diskusi lainnya) serta kedai non formal. Urusan menulis artikel tidak begitu mahir. Nama panggilan saya adalah ITONG.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senja dan Legenda Malam: Kisah Perjalanan TV Desa Jember di Bumi Puger #KompasianaDESA

3 Februari 2025   10:39 Diperbarui: 3 Februari 2025   15:38 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man Supri sedang menyeruput Kopi Aceh Gayo (Sumber: YouTube TV Desa Jember)

Setelah meninggalkan alun-alun Puger, kami melanjutkan perjalanan menuju Eks Lokalisasi Rehabilitasi Prostitusi di Besini. Malam semakin larut, dan jalanan yang kami lalui terasa lebih sepi. Mobil Kijang KF-80 yang kami tumpangi meluncur pelan, seolah menghormati ketenangan malam. Langit hitam pekat dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip, seolah menjadi saksi bisu perjalanan kami menuju tempat yang penuh cerita.

Saat jam digital di handphone Bro Toni menunjukkan pukul 20.00 WIB, kami tiba di gerbang lokalisasi. Gerbang besar itu seolah berkata, "Selamat datang, kalian sedang memasuki wilayah yang penuh sejarah." Kami pun masuk ke dalam, melewati jalan berukuran 2 meter yang berbatu putih dengan aspal yang terkelupas. Jalan ini seolah menceritakan kisahnya sendiri, tentang bagaimana ia telah lama terlupakan oleh tangan-tangan yang seharusnya merawatnya. Batu-batu putih yang tersebar di permukaannya seperti gigi yang patah, sementara aspal yang terkelupas menampakkan tanah di bawahnya, seolah luka yang tak kunjung sembuh. Di samping kanan terlihat sebuah masjid yang dibangun warga eks lokalisasi rehabilitasi prostitusi. Di samping kiri terlihat beberapa pria duduk di pos penjagaan untuk membuka dan menutup portal pintu gerbang. Pos penjagaan yang berukuran 1,5 meter persegi ini menjadi teman setia tempat penitipan sepeda motor dan mobil seluas lapangan voli. Kami pun akhirnya memilih untuk berhenti bersebelahan dengan sebuah mobil box yang sudah berhenti manis.

Penjaga tempat parkir pun kemudian menghampiri kami. "Itong, Pak!" ujarku memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan. "Oh, Mas Itong. Kendaraannya langsung dibawa masuk saja, Mas!" ujarnya mempersilahkan kami untuk parkir di rumah yang akan dituju. Tiba-tiba, seseorang yang berusia sekitar 60 tahun datang dan memanggil nama saya. "Mas Itong, ya! apa kabar?" suaranya ramah namun penuh makna. Setelah ngobrol beberapa saat, akhirnya kami dipersilahkan untuk masuk dan parkir di dekat garasi rumah Pak Didik. Kami pun akhirnya dipersilahkan masuk ke rumah Pak Didik Wahyudi, Ketua RW 001 di Dusun Krajan Desa Puger Kulon.

Di dalam rumah Pak Didik, suasana terasa hangat dan bersahabat. Kami duduk di ruang tamu yang sederhana, sambil menikmati kopi panas yang disuguhkan. Kepulan asap rokok menjadi teman perbincangan tentang riwayat Besini sejak dari Dusun Kaliputih Desa Rambipuji hingga direlokasi menjadi awalan obrolan kami. Pak Didik bercerita dengan penuh semangat, seolah ingin membagikan setiap detail sejarah yang ia ketahui.

"Besini ini dulunya adalah tempat yang ramai, penuh dengan kehidupan. Tapi sekarang, kami berusaha untuk membangun kembali citra kami," ujar Pak Didik dengan mata berbinar. Kami semua terdiam sejenak, meresapi setiap kata yang diucapkannya. Suasana kekerabatan terasa hangat, meski cerita yang tersimpan di baliknya begitu berat.

Konflik Tanah dan Harapan untuk Masa Depan Besini

Didik Wahyudi dan Ahmad Subairi menceritakan sejarah Eks Lokalisasi Rehabilitasi Prostitusi Besini (Sumber: YouTube TV Desa Jember)
Didik Wahyudi dan Ahmad Subairi menceritakan sejarah Eks Lokalisasi Rehabilitasi Prostitusi Besini (Sumber: YouTube TV Desa Jember)
Perbincangan kemudian beralih ke konflik tanah yang sedang digugat oleh warga di luar lokalisasi. Pak Didik dan Pak Ahmad Subairi menjelaskan dengan bersemangat. "Kami hanya ingin hidup damai di sini. Tanah ini adalah satu-satunya yang kami punya." Suaranya terdengar parau namun penuh harap. Kami semua merasakan betapa beratnya perjuangan warga Besini untuk mempertahankan tempat tinggal mereka. Rumah warga eks lokalisasi yang berderet bak desain bangunan perumahan dari ujung ke pangkal yang menempati lahan seluas 19,9 hektar itu kini berstatus sengketa. Padahal tanah itu merupakan hasil pembelian Pemerintah Kabupaten Jember pada tahun 1988 silam dari 6 pemilik tanah.

Man Supri yang merekam momen ini berkata, "Ini benar-benar cerita yang menyentuh hati." Kami semua setuju. Besini bukan sekadar tempat, melainkan sebuah cerita tentang perjuangan, harapan, dan keinginan untuk hidup damai.

Tepat pukul 22.15 WIB, akhirnya kami undur diri untuk berpamitan. Pak Didik, Pak Subairi, beserta warga melepas kami hingga di pintu gerbang. "Terima kasih telah mendengarkan cerita kami," ujar Pak Didik dengan suara lembut. Kami pun meninggalkan lokalisasi dengan perasaan yang campur aduk. Besini telah memberikan kami cerita yang tak akan pernah terlupakan.

Kami kembali ke rumah Mas Anam untuk beristirahat. Malam ini bukan sekadar tentang liputan, melainkan sebuah pengalaman yang mengajak kami untuk lebih menghargai setiap cerita dan perjuangan yang tersimpan di baliknya. Besok, petualangan baru menanti.

Boemi Puger di Channel TV Desa Jember

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun