Mohon tunggu...
Akhmad Fourzan Arif Hadi P
Akhmad Fourzan Arif Hadi P Mohon Tunggu... Lainnya - Profesi saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten pada Kemendesa PDT

Saya adalah seorang pria disabilitas daksa yang memiliki kegemaran berkelana, berdiskusi, dan tentu saja ngopi di berbagai kedai formal (seminar, workshop, dan ruang-ruang diskusi lainnya) serta kedai non formal. Urusan menulis artikel tidak begitu mahir. Nama panggilan saya adalah ITONG.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senja dan Legenda Malam: Kisah Perjalanan TV Desa Jember di Bumi Puger #KompasianaDESA

3 Februari 2025   10:39 Diperbarui: 3 Februari 2025   15:38 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man Supri sedang menyeruput Kopi Aceh Gayo (Sumber: YouTube TV Desa Jember)

Malam di Alun-alun Puger: Jajanan Tradisional dan Gemerlap Lampu

Setelah meninggalkan Cafe Dira Puger, kami melanjutkan perjalanan menuju alun-alun Puger. Malam telah tiba, dan langit hitam pekat mulai dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip. Alun-alun Puger, yang biasanya ramai di siang hari, kini berubah menjadi pusat kehidupan malam yang penuh warna dan cerita. Lampu-lampu yang bergantungan di pohon-pohon besar seolah menyambut kami dengan hangat, berkata, "Selamat datang, nikmati malam kami."

Alun-alun Puger malam itu masih sama dengan malam sebelumnya, dipenuhi oleh UMKM yang menjual berbagai produk makanan dan arena permainan anak-anak. Aroma jajanan tradisional yang menggoda seolah mengundang kami untuk mencicipi. Kami memilih untuk berhenti di depan sebuah lapak yang menjual makanan basah tradisional seperti latok, lupis, cenil, sawut, ketan, getuk, dan lainnya. Lapak ini dikelola oleh Ibu Umaroh, seorang perempuan tangguh yang telah menjual jajanan ini selama 10 tahun.

Tim TV Desa Jember menikmati jajanan tradisional Ibu Umaroh (Sumber: YouTube TV Desaj Jember)
Tim TV Desa Jember menikmati jajanan tradisional Ibu Umaroh (Sumber: YouTube TV Desaj Jember)
"Bendul singkong itu berapa harganya, Bu?" tanya saya dalam bahasa Jawa. Ibu Umaroh tersenyum ramah dan menjawab dengan harga yang terjangkau. Kami pun memesan beberapa jajanan dan mulai mengobrol dengannya. Ibu Umaroh bercerita tentang perjuangannya menjaga tradisi jajanan yang hampir punah ini. "Aku hanya ingin melestarikan jajan warisan leluhur," ujarnya dengan mata berbinar diterpa bola lampu berukuran 15 watt.

Kami pun mulai menyantap jajanan tradisional itu. Setiap gigitan seolah membawa kami kembali ke masa kecil, ketika jajanan seperti ini masih mudah ditemui di setiap sudut kampung. Lupis yang manis, cenil yang kenyal, dan latok yang segar membuat kami larut dalam kenangan. Bro Pandu sambil merekam momen ini berkata, "Ini benar-benar seperti kembali ke masa kecil."

Ibu Umaroh, dengan senyum yang tak pernah pudar, terus bercerita tentang pengalamannya menjual jajanan ini. "Aku mulai buka jual jajanan ini sejak sore dan tutup jam 9 malam. Ini adalah caraku menghidupi anak-anakku sambil menjaga kelestarian jajanan tradisional," ujarnya dengan suara lembut namun penuh tekad. Kami semua terdiam sejenak, meresapi ketangguhan dan keuletan perempuan ini.

Selepas adzan isya' berkumandang di masjid yang bersebelahan dengan minimarket berjejaring di Indonesia, Bro Pandu kembali menerbangkan drone untuk mengabadikan suasana malam di alun-alun Puger. Dari ketinggian, gemerlap lampu di alun-alun terlihat seperti permata yang bersinar di tengah kegelapan. Warna-warni lampu yang bergantungan di pohon-pohon besar menciptakan suasana yang magis. Drone terbang selama sekitar 10 menit sebelum akhirnya mendarat kembali di tangan Bro Pandu.

"Ini benar-benar pemandangan yang menakjubkan," ujar Bro Pandu sambil memeriksa hasil rekaman. Kami semua setuju. Alun-alun Puger malam itu bukan sekadar tempat nongkrong biasa, melainkan sebuah pengalaman yang mengajak kami untuk lebih menghargai keindahan malam dan kekayaan budaya lokal.

Saat beberapa orang keluar dari masjid yang masih direhab itu, kami memutuskan untuk beranjak dari alun-alun. Perut kami sudah kenyang, dan hati kami penuh dengan cerita-cerita baru. Sebelum pergi, saya sempat mengabadikan diri melalui kamera ponsel duduk bersama Ibu Umaroh di depan jajanan yang tinggal sedikit. Perempuan tangguh ini seolah berbisik, "Terima kasih telah mengingatkan kembali betapa berharganya warisan leluhur."

Kami meninggalkan alun-alun Puger dengan perasaan puas. Malam ini bukan sekadar tentang jajanan tradisional, melainkan sebuah cerita tentang ketangguhan, keuletan, dan keindahan budaya yang harus terus dilestarikan. Perjalanan kami masih panjang, dan malam di Puger menanti dengan cerita-cerita baru yang siap diungkap.

Eks Lokalisasi Rehabilitasi Prostitusi: Berbincang dengan Warga Besini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun