Mohon tunggu...
Fotarisman Zaluchu
Fotarisman Zaluchu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Sumatera Utara

Suka Menulis Tentang Apa Saja

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pemimpin Tanpa Lips Balm

13 Desember 2017   21:28 Diperbarui: 13 Desember 2017   21:42 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sesungguhnya pemimpin?

Apa mereka adalah yang memikirkan penampilannya?

Saya tidak memungkiri bahwa di era modern, penampilan para pemimpin selalu diupayakan sesempurna mungkin dan sebaik mungkin. Pemimpin sebagai figur publik dituntut untuk tampil baik, kelihatan rapi dan ramah.

Tapi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, adalah pemimpin yang beda sendiri. Ia malah menggunakan lips balm ditengah-tengah wawancara. Itu bukan yang pertama. Ia pernah pakai sepatu olahraga ke kantor, menggunakan celana tanpa ikat pinggang, bahkan ada fotonya menggunakan pakaian superman. Belum lagi berpose seperti bangau yang sempat viral itu.  

Penampilan seperti itu sah-sah saja. 

Mungkin Sandiaga Uno ingin tampil beda.

Ia ingin membangun sebuah imajinasi tentang sosoknya. 

Tapi suasananya sungguh sangat tidak tepat. Bahkan perilaku pemimpin yang tak cocok dengan situasi, bisa cenderung dianggap menghina masyarakat yang sedang mengalami bencana. Khususnya ketika ia terlihat dengan wajah santai berada di tengah-tengah wawancara antara wartawan dengan Gubernur DKI Jakarta, lalu secara tanpa rem ia justru menggunakan lips balm-nya itu.

Heloooooowwwww. 

Orang lain sedang kebanjiran, wartawan sedang menyakan apa yang hendak dilakukan Pemda DKI Jakarta, Sandiaga Uno sempat-sempatnya bersolek? Senyam-senyum lagi. 

Woooow

Harusnya Sandiaga Uno belajarlah sedikit berempati. 

Para pemimpin yang menghadapi bencana umumnya bereaksi sangat serius. Mereka tak peduli penampilannya. Ketika negaranya menghadapi bencana, liburan seenak apapun dihentikan, perjalanan panjang telah dilalui tetapi kemudian memilih putar balik, dan kondisi darurat pun digelar. Mereka tak mau main-main. Bencana bukan saja saatnya melakukan sesuatu secara cepat dan tepat, tetapi juga saatnya menunjukkan empati. Itulah yang dilakukan oleh para pemimpin. Itulah gesture pemimpin normal saat bencana terjadi.

Disini saya tidak mau membandingkan respon Sandiaga dengan respon para gubernur sebelumnya. Tetapi dengan sikap yang sangat tidak empati tersebut, kita kehilangan kata-kata hendak menyebut apa Sandiaga Uno ini. 

Sempat-sempatnya ia perlu mengurus bibirnya, sementara bibir masyarakat DKI Jakarta membiru karena kedinginan dan rumahnya kebajiran tak dia perdulikan. Sempat-sempatnya ia tersenyum dan seolah banjir adalah masalah biasa, sementara masyarakat berharap mereka tak lagi mengalami mimpi buruk bernama banjir? Bibir diurus, nasib rakyat dibiarkan? Pemimpin kok gitu?

Jujur kita sampaikan jika Sandiaga Uno adalah representasi dari profil pemimpin yang keberpihakannya makin hilang di negeri ini. Sudah bukan rahasia umum jika banyak pemimpin di negeri ini sangat tak berempati. Mereka bisa tega jalan-jalan ke luar negeri, berpakaian mewah, hidup enak, tidur nyenyak, bahkan menikmati layanan first class; kontras dengan masyarakat yang miskin, kehidupan penuh ketidakpastian, makan dan tidur tak teratur, kehidupan merana. 

Sudah begitupun, pemimpin pun masih tetap merasa dirinya kurang dan ingin yang lebih dan lebih lagi. Mereka, para pemimpin itu hanya menjadikan masyarakat sebagai "hamba sahaya" yang nasibnya memang serendah hamba, sementara para pemimpin menikmati privillage-nya sendiri. 

Puluhan tahun bahkan ratusan yang lalu, para pahlawan negeri ini keluar masuk hutan belantara, berperan melawan penjajah, tak perduli luka di badan. Lapar dan haus ditahan, keluarga ditinggalkan, bahkan nyawapun diberikan, demi satu tujuan, membebaskan masyarakat yang dipimpinnya dari bencana dan penindasan yang disebabkan oleh para penjajah. Mereka adalah pemimpin yang kemudian bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini. 

Sayangnya, mereka yang meneruskan berkah dari perjuangan tanpa pamrih itu, lebih sibuk mengurus lips balm-nya dan urusan remeh-temeh mereka, seolah bagi mereka masyarakat itu sesungguhnya tak pantas diurus ketika mereka telah duduk di panggung kekuasaan. Ironis. 

Maaf, khusus untuk Sandiaga Uno, anda seharusnya meminta maaf kepada masyarakat Jakarta soal lips balm ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun