Disini saya tidak mau membandingkan respon Sandiaga dengan respon para gubernur sebelumnya. Tetapi dengan sikap yang sangat tidak empati tersebut, kita kehilangan kata-kata hendak menyebut apa Sandiaga Uno ini.Â
Sempat-sempatnya ia perlu mengurus bibirnya, sementara bibir masyarakat DKI Jakarta membiru karena kedinginan dan rumahnya kebajiran tak dia perdulikan. Sempat-sempatnya ia tersenyum dan seolah banjir adalah masalah biasa, sementara masyarakat berharap mereka tak lagi mengalami mimpi buruk bernama banjir? Bibir diurus, nasib rakyat dibiarkan? Pemimpin kok gitu?
Jujur kita sampaikan jika Sandiaga Uno adalah representasi dari profil pemimpin yang keberpihakannya makin hilang di negeri ini. Sudah bukan rahasia umum jika banyak pemimpin di negeri ini sangat tak berempati. Mereka bisa tega jalan-jalan ke luar negeri, berpakaian mewah, hidup enak, tidur nyenyak, bahkan menikmati layanan first class; kontras dengan masyarakat yang miskin, kehidupan penuh ketidakpastian, makan dan tidur tak teratur, kehidupan merana.Â
Sudah begitupun, pemimpin pun masih tetap merasa dirinya kurang dan ingin yang lebih dan lebih lagi. Mereka, para pemimpin itu hanya menjadikan masyarakat sebagai "hamba sahaya" yang nasibnya memang serendah hamba, sementara para pemimpin menikmati privillage-nya sendiri.Â
Puluhan tahun bahkan ratusan yang lalu, para pahlawan negeri ini keluar masuk hutan belantara, berperan melawan penjajah, tak perduli luka di badan. Lapar dan haus ditahan, keluarga ditinggalkan, bahkan nyawapun diberikan, demi satu tujuan, membebaskan masyarakat yang dipimpinnya dari bencana dan penindasan yang disebabkan oleh para penjajah. Mereka adalah pemimpin yang kemudian bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini.Â
Sayangnya, mereka yang meneruskan berkah dari perjuangan tanpa pamrih itu, lebih sibuk mengurus lips balm-nya dan urusan remeh-temeh mereka, seolah bagi mereka masyarakat itu sesungguhnya tak pantas diurus ketika mereka telah duduk di panggung kekuasaan. Ironis.Â
Maaf, khusus untuk Sandiaga Uno, anda seharusnya meminta maaf kepada masyarakat Jakarta soal lips balm ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H