Dampak Jangka Panjang Politik Mahar di Indonesia
 Politik mahar merupakan fenomena yang merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Praktik ini tidak hanya menurunkan kualitas kepemimpinan, tetapi juga berdampak negatif jangka panjang pada sistem politik dan masyarakat. Artikel ini akan membahas dampak jangka panjang dari politik mahar, termasuk merusaknya demokrasi, menurunnya kepercayaan publik, dan pengelolaan sumber daya yang buruk.
Merusak Demokrasi
Politik mahar merusak esensi demokrasi yang seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk berpartisipasi. Dalam demokrasi ideal, setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin, asalkan mereka memiliki integritas dan kapabilitas yang mumpuni. Namun, praktik politik mahar menutup peluang tersebut, karena hanya mereka yang memiliki sumber daya finansial yang besar yang dapat maju dalam kontestasi politik.
Hal ini menghambat regenerasi politik di Indonesia. Banyak calon pemimpin potensial yang sebenarnya memiliki integritas dan kapabilitas tinggi, tetapi tidak memiliki akses ke sumber daya finansial yang besar, sehingga tidak bisa berpartisipasi dalam politik. Akibatnya, regenerasi politik terhambat, dan posisi-posisi penting dalam pemerintahan diisi oleh mereka yang lebih fokus pada keuntungan pribadi daripada kepentingan publik. Ini merusak demokrasi dan membuatnya tidak lagi mencerminkan kehendak dan kepentingan rakyat.
Menurunkan Kepercayaan Publik
Praktik politik mahar mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik dan institusi pemerintahan. Masyarakat menjadi skeptis terhadap pemimpin yang dipilih melalui proses yang tidak transparan dan sarat dengan transaksi finansial. Ketika rakyat merasa bahwa pemimpin mereka dipilih bukan berdasarkan kemampuan dan integritas, tetapi karena kekuatan uang, kepercayaan terhadap sistem politik akan menurun.
Kepercayaan publik adalah fondasi penting bagi demokrasi yang sehat. Tanpa kepercayaan, legitimasi pemerintahan dan proses politik akan melemah. Masyarakat yang skeptis cenderung kurang partisipatif dalam proses politik, seperti pemilihan umum. Partisipasi yang rendah akan semakin memperburuk kualitas demokrasi, karena pemimpin yang terpilih tidak benar-benar mewakili kehendak rakyat. Ini menciptakan siklus negatif di mana kepercayaan publik semakin menurun, dan kualitas kepemimpinan serta pemerintahan semakin merosot.
Pengelolaan Sumber Daya yang Buruk
Pemimpin yang terpilih melalui politik mahar cenderung tidak efektif dalam mengelola sumber daya daerah. Fokus utama mereka setelah terpilih adalah mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Akibatnya, program-program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat sering kali diabaikan. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat dialihkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Pengelolaan sumber daya yang buruk berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat. Infrastruktur yang tidak memadai, layanan publik yang buruk, dan program-program pembangunan yang tidak berjalan efektif adalah beberapa contoh dampak negatif dari pengelolaan sumber daya yang buruk. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari pembangunan malah menderita akibat kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan mereka.
Kesimpulan(*)
Dampak jangka panjang dari politik mahar sangat merusak bagi demokrasi dan masyarakat di Indonesia. Merusaknya esensi demokrasi, menurunnya kepercayaan publik, dan pengelolaan sumber daya yang buruk adalah beberapa contoh nyata dari dampak negatif yang harus dihadapi. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya reformasi menyeluruh dalam sistem politik dan pembiayaan politik di Indonesia.
Partai politik harus menerapkan peraturan yang lebih transparan dan adil dalam proses pencalonan. Selain itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan transparansi dalam pembiayaan politik. Perubahan budaya politik yang lebih mengedepankan kepentingan publik daripada keuntungan pribadi juga harus didorong melalui pendidikan politik yang berkelanjutan dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan praktik politik mahar dapat diminimalisir, dan demokrasi yang lebih bersih dan adil dapat terwujud di Indonesia. Hanya dengan demikian, rakyat Indonesia dapat benar-benar merasakan manfaat dari sistem politik yang berfungsi untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan segelintir elit politik.(*)
Penulis berusaha mengkaji lebih dalam praktik mahar politik di Indonesia dengan mengacu pada berbagai referensi. Meskipun penulis hanya memiliki latar belakang pendidikan SMA, namun dengan bantuan literatur yang komprehensif, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam memahami dan mencari solusi terhadap fenomena(red) mahar politik yang kompleks ini.(*)
---
*Artikel ini mencoba mengungkap bahaya politik mahar yang diduga marak terjadi, yang berpotensi merusak proses demokrasi dan kualitas kepemimpinan di berbagai daerah di Indonesia.*
Oleh : Baret M. LanangÂ
Refresi:
Assidiqie, Jimly. Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Konstitusi Press, 2017. Ernita, dkk.Â
A Gau Kadir. "Dinamika Partai Politik di Indonesia",. Sosiohumaniora, Vol. 7 No.2 (2014).
Ahmad Jurin Harahap. "Risywah dalam Perspektif Hadis",. Jurnal Ilmu Hadis, Vol. 2, No. 2 (2018).
Praktik Mahar Politik Dalam Partai Politik Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 dan Kajian Fiqih SiyasahÂ
Da Farida. Mahar Politik Dalam Pandangaaan Politik Hukum Di Indonesia". Galuh Justisi, Vol.7 No.1. (2019).
Feri Amsari, "Menjerakan Pelaku "Uang Mahar Pemilu". Jurnal Anti Korupsi Integritas,: Vol. 5 No.1, (2019).
Ibadurrahman,  "Implementasi  dan  Dampak  Politik  Transaksional (Mahar Politik) Dalam Pilkada Terhadap Pembangunan Daerah". Lex RenaisanÂ
No. 4 Vol. 4, (2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H