Mohon tunggu...
Money

Maslahah sebagai Tolak Ukur Konsumsi dalam Ekonomi Syariah

14 Februari 2019   20:04 Diperbarui: 14 Februari 2019   20:20 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.shbarcelona.com

Sebelum kita membahas mengenai maslahah sebagai tolak ukur konsumsi dalam ekonomi syariah. Saya akan sedikit menjelaskan pengertian konsumsi terlebih dahulu. 

Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghabiskan suatu benda berupa barang dan jasa, untuk memenuhi kebutuhan secara langsung. 

Seluruh makhluk hidup yang terdapat dibumi maupun dilangit pasti memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan konsumsi sendiri memiliki dua pembagian secara umum yaitu konsumsi fisik dan konsumsi rohani. Contoh konsumsi fisik seperti kita makan dan minum agar tubuh kita sehat dan memiliki tenaga untuk beraktifitas, konsumsi rohani berupa pendidikan umum dan pembelajaran keagamaan.

Dalam islam tujuan konsumsi bukanlah konsep utilitas melainkan kemaslahatan. Pencapaian maslahah tersebut merupakan tujuan dari Maqosid Al-syariah. 

Konsep utilitas sangat subjektif karna bertolak belakang kepada pemenuhan kepuasan, dan konsep maslahah relatif lebih objektif karna bertolak dengan pemenuhan kebutuhan. 

Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan  mempunyai tujuan untuk memperoleh kepuasan dalam konsumsinya. Utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang di rasakan oleh konsumen ketika mengkonsumsi suatu barang.

Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maximum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Falah adalah kehidupan yang mulia dan sejahtera didunia dan akhirat. 

Falah dapat terwujud apabila bahwa kebutuhan-kebutuhan hidup manusia terpenuhi secara seimbang. Tercukupnya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut maslahah. Pengertian maslahah itu sendiri adalah segala bentuk keadaan baik material maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Dalam konsumsi, seorang konsumsi akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen akan merasakan manfaat apabila kebutuhannya terpenuhi. Berkah akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh syariat.

Maslahah yang diterima oleh konsumen ketika mengkonsumsi  barang dapat berbentuk salah satu diantara hal-hal berikut:

  1. Manfaat material
  2. Manfaat fisik dan psikis
  3. Manfaat intelektual
  4. Manfaat lingkungan
  5. Manfaat jangka panjang

Disamping itu, kegiatan konsumsi akan membawa berkah untuk konsumen jika:
1. Barang yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram

2. Barang yang dikonsumsi tidak secara berlebihan

3. Barang yang dikonsumsi didasari oleh niat untuk mendapatkan ridho Allah SWT

Ada lima elemen dasar maslahah, kehidupan atau jiwa (an-nafs), properti atau harta benda (al-mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang jasa yang mendukung  tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah.

Ada perbedaan maslahah dan utilitas seperti yang diungkapkan oleh jiki subagyo, antara lain:

1. Maslahah individual akan relatif konsisten dengan maslahah sosial, sebaliknya utilitas individu mungkin saja berseberangan dengan utilitas sosial.
Jika maslahah dijadikan tujuan bagi pelaku ekonomi (produsen, distributor dan konsumen) maka arah pembangunan ke titik yang sama. Maka hal ini akan meningkatkan efektifitas tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan hidup. Konsep ini berbeda dengan utilitas dimana konsumen berusaha memenuhi kebutuhannya, adapun produsen dan distributor memenuhi kelangsungan dan keuntungan maksimal.

2. Maslahah merupakan konsep pemikiran yang terukur (accountability) dan dapat diperbandingkan (comparable) sehingga mudah dibuatkan prioritas dan pentahapan pemenuhannya. Sebaliknya akan tidak mudah mengukur utilitas dan membandingkan antara satu orang dengan orang lainnya meskipun dalam mengkonsumsi barang ekonomi yang sama dalam kualitas dan kuantitas.

Adapun tujuan konsumsi disebutkan oleh monzer khaf dalam nur rianto dan eus amalia sebagai berikut:

1. Konsumsi untuk diri sendiri dan keluarga

2. Konsumsi untuk tabungan

3. Konsumsi bagai tanggung jawab sosial


Referensi:
1. Ekonomi dan bisnis islam oleh dewan pegurus nasional FORDEBI & ADESY

2. Prinsip dasar ekonomi islam prespektif maqosid al-syariah oleh Dr ika yunia fauzia, Lc. M. E. I dan Dr abdul kadir riyadi, Lc. M. S. Sc

3. Ekonomi islam oleh pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi islam (P3EI) universitas islam indonesia yogyakarta atas kerjasama dengan bank indonesia.

4. Pengantar ekonomi syariah oleh Dr H abdul ghofur, M, Ag.

5. Sistem ekonomi islam: prinsip dasar oleh Dr. Muhammad sharif chaundry, M, A. LBB., Ph. D.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun