Kejadian di Mollo dan Kendeng misalnya, seorang Kartini Kendeng harus meninggal usai aksi protes pembukaan pabrik semen di depan istana presiden. Para perempuan Mollo terpaksa menenun di Gunung Batu berhari-hari hingga cedera fisik dan psikologis, meninggalkan rumah dan pertanian mereka demi menghentikan perusahaan tambang.
Ironisnya, baik Kartini Kendeng maupun perempuan Mollo, keduanya menghadapi ancaman yang sama terkait kebutuhan mendasar semua makhluk, air.
Pada titik ini, Wiza seorang aktivis yang melawan perusakan Taman Nasional Leuser berujar,
"Most of us living in the city, the case of illegal logging, poaching, encroachment it may all sound very far away, but imagine being there, living there."
Keberagaman yang Sederhana
Masyarakat yang berjalan menuju pantai sambil mempersembahkan sesajen jadi pembuka film Semes7a. Tagline film "mereka yang merawat Indonesia", jadi penuntun kita pada ciri dokumenter yang dapat menggunakan keberagaman sudut pandang dalam menyajikan suatu tema.
Rangkaian doa yang dipanjatkan dalam ritual Melasti--sebagai persiapan Hari Raya Nyepi--bukanlah demi aspek keagamaan semata. Perayaan ini jadi sarana bagi bumi dan manusia untuk beristirahat dan memulihkan diri.
Dalam wawancara saya dengan Adel, warga Bali yang turut merayakan Nyepi, ada konsep Catur Brata yang mengatur ritual perayaan ini. "...tidak boleh menyalakan api, tidak boleh kerja, tidak boleh bepergian sama tidak boleh senang."
Sebagai dampak Nyepi, Semes7a menegaskan bahwa sebesar 30.000 ton karbon atmosfer bumi berhasil dihemat dan hingga sepertiga emisi harian di Bali berhasil dikurangi. Dilansir dari Opini.id, Nyepi dapat menghemat tiga juta liter BBM kendaraan bermotor dan menghemat listrik Bali sebesar 60% atau 290 Megawatt.