Malam itu Billi berdebat dengan orang tuanya. Ia tak setuju nai nai dibohongi soal penyakit kankernya sendiri. Alih-alih memberitahu, keluarganya justru menemui nai nai dengan pura-pura menghelat pernikahan di Cina.
Billi yang tak diajak, memutuskan terbang sendiri dari Amerika. Singkat cerita, ketidak setujuannya itu berakhir tutup mulut, sama seperti anggota keluarga lain.
Kalau kamu biasa menonton film Hollywood, merasa asing dengan penokohan orang-orang beretnis Tionghoa ini? Atau, menurutmu penokohan ala Amerika ini biasa saja?
Apa pun pendapatmu, representasi etnis Tionghoa dalam film ini terbilang segar dengan tema yang universal.
Apa Hubungannya dengan Representasi Etnis?
James Cateridge dalam bukunya Film Studies for Dummies (2015) menyebut bahwa, representasi berkaitan dengan keberagaman kelompok sosial dalam masyarakat dunia.
Michael Ryan dalam bukunya An Introduction to Criticism: Literature/ Film/ Culture (2012) menyebut, contoh keberagaman yang dikonstruksikan secara sosial budaya adalah etnis dan ras. Sayangnya, fabrikasi budaya mampu memunculkan keyakinan negatif tentang kelompok lain.
Lewat film, apa pun latar belakang kelompokmu dapat direpresentasikan dengan cara yang beragam. Industri film Hollywood misalnya, mengenal konsep “Orientalisme” untuk menggambarkan figur Asia, termasuk etnis Tionghoa.
Namun, Ryan (2012) melihat konsep ini cenderung menyederhanakan dan menghapus detail kehidupan Asia berdasarkan pemahaman Barat.
“…to refer to the way that Eurocentric and other white Western cultures imagine the idea of Asia; it does not refer to how Asian cultures actually were or are.”— Edward Said dalam Benshoff & Griffin (2009).
Segarnya Representasi Etnis
Di antara sekian banyak film Hollywood yang menghadirkan figur Asia, ada beberapa penokohan yang umum kita kenal. Misalnya, ahli bela diri? Yap. Perempuan berbahaya dan misterius? Kutu buku? Gangster? Yap, yap, yap.
Penggambaran semacam ini cenderung mempertegas bahwa sosok Asia itu eksotis, sensual dan menggoda, pelanggar hukum, hingga budaya yang feminin dan kekanakan (Benshoff & Griffin, 2009).
Namun, The Farewell yang diproduksi perusahaan Amerika ini cukup autentik dan segar dalam merepresentasikan etnis Tionghoa.
Dengan seluruh tokoh yang adalah orang keturunan asli Cina, Lulu Wang sang sutradara Asia-Amerika mengangkat kisah nyata yang ia alami sendiri.
Tidak ada gangster, pekerja prostitusi, ahli bela diri, atau pun sosok dragon lady dalam film ini. Hanya ada nai nai dan anak cucunya, termasuk Billi.
Lengkap dengan dialog yang 75-80%-nya berbahasa Mandarin, film ini dinilai cukup berhasil menyegarkan representasi etnis Tionghoa.
“…many netizens have opined that the film seems far more relatable to them than the glitzy, high-flying world of 2018’s “Crazy Rich Asians.”—Sixth Tone, media online Cina (2020).
Meski demikian, tak menutup kenyataan bahwa film ini masih disebut “terlalu Amerika” oleh sebagian orang. Dalam wawancara dengan Now This (2019), Lulu mengakui bahwa pengarahan film ini tentu tak lepas dari perspektifnya sebagai orang Amerika.
Representasi yang Umum
Bila diperhatikan, kebaruan representasi etnis ini juga mengajak kita, masyarakat umum, berefleksi dengan kebiasaan yang kita anut, apapun etnisnya. Dibuka dengan kalimat “based on actual lie”, setidaknya ada dua poin yang menunjukkan maksud satir film ini.
1. Sekilas film ini terkesan penuh drama. Orang sakit parah gak boleh tahu sakitnya sendiri. Belum lagi alibi keluarga yang bikin pernikahan (pura-pura). Billi yang sok-sok gak setuju akhirnya manut.
Tapi hey, ini bukan fenomena baru atau aneh di masyarakat bukan? Menutupi sesuatu dengan alibi 'melindungi' sesuatu.
Dalam film ini, kita tahu bahwa keluarga Billi meyakini pentingnya menjaga perasaan orang lain, terutama keluarga. Dengan cara dan budaya yang diyakini, tindakan ini dirasa paling tepat.
“In East, a person’s life is part of a whole. Family. Society. We’re not telling Nai Nai because it’s our duty to carry this emotional burden for her”—Haibin, paman Billi.
2. Nasihat lama perihal pentingnya menjaga nama baik keluarga. Kita sama-sama berkaca bahwa nilai dan norma yang berlaku di sebuah kebudayaan sering jadi tolak ukur sikap dan tindakan. Dalam konsep pernikahan etnis Tionghoa di film The Farewell misalnya,
“the wedding is very important. A lot of friends and family are coming. You can’t be weird at the wedding. You must be generous in spirit. And be courteous!”— Nai nai.
Lewat dua contoh di atas, kita diajak untuk melihat bahwa ada nilai dan kebiasaan yang umum terjadi di masyarakat, namun disajikan dengan perspektif budaya yang berbeda.
Kalau tadi saya hanya menyebutkan dua, mungkin kamu bisa menemukan lebih banyak. Trailer-nya saya taruh di bawah dan silakan tonton filmnya di situs resmi ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H