Krisis iklim dalam pemilu 2020 tidak hanya menjadi sorotan warga AS, namun seluruh dunia.
Ilmuwan, pembuat kebijakan, hingga aktivis menilai langkah yang diambil presiden selama empat tahun ke depan akan berdampak besar pada pencegahan efek terburuk perubahan iklim.
Ada dua alasan mengapa dunia membutuhkan presiden AS yang peduli akan perubahan iklim. Pertama, AS memiliki kesempatan unik untuk memengaruhi kebijakan krisis iklim negara lain. Kedua, AS merupakan negara penyumbang polusi terbesar kedua setelah Cina, artinya memiliki kewajiban moral untuk bertindak.
Jonathan Pershing mantan utusan perubahan iklim Departemen AS berpendapat bahwa di bawah perintah presiden AS yang mendorong kebijakan iklim, dunia menghadapi "kerusakan marjinal yang bertahap".
Sohanur Rahman, pemimpin aktivis muda Bangladesh berpendapat, "Setiap infrastruktur bahan bakar fosil yang dibangun AS memengaruhi saya dan negara saya, termasuk negara-negara yang rentan di seluruh dunia."
Ia menambahkan AS perlu menggunakan pengaruh dan kekayaannya untuk menawarkan dukungan kepada negara-negara selatan. Sebagai contoh, transfer teknologi, subsidi energi terbarukan, dan pembiayaan mitigasi iklim menjadi beberapa langkah yang ia nilai tepat.
Kelompok keadilan lingkungan dan sosial yang dipimpin pemuda Aliansi Iklim Afrika di Cape Town, juga menanggapi isu iklim ini. Mereka mengatakan pemerintahan selanjutnya perlu sadar akan dampak global yang AS miliki dan dan menyesuaikan keputusan kebijakan selama berkuasa.
Krisis Iklim per 2020
Konsentrasi karbon dioksida global penyebab utama pemanasan planet, tengah berada pada level tertingginya sepanjang sejarah manusia.
Dalam beberapa dekade terakhir, gelombang panas dan kekeringan tercatat menjadi yang terparah. Selain itu, lapisan es yang melapisi planet kita kian menipis dengan cepat dan terjadi pencairan glasial.
Kekeringan luar biasa yang diikuti curah hujan tinggi pun telah menurunkan hasil panen musiman di Tanduk Afrika selama 2019.
Pola cuaca dan iklim yang tidak teratur juga berkontribusi pada invasi belalang gurun terburuk dalam 25 tahun, yang dapat mengancam ketersediaan tanaman di wilayah tersebut.
Krisis iklim juga berdampak pada manusia, ekosistem, dan mata pencaharian di seluruh Asia Pasifik.
Gelombang badai Filipina semakin sulit diprediksi dan kian intens. Sungai Mekong di Asia Tenggara berada pada level terendahnya dalam 100 tahun. Kenaikan air laut juga mengancam kota-kota besar, seperti Dhaka, Jakarta, Shanghai, dan seluruh Kepulauan Pasifik.
Bagaimana AS Berperan Bagi Dunia?Â
Laporan Perubahan Iklim (IPCC) dari Panel Antarpemerintah PBB, mengatakan dunia hanya punya waktu hingga 2030 untuk membatasi pemanasan hingga 1,5C dan menghindari dampak iklim yang paling merusak.
"Dalam waktu kurang dari satu dekade menangani krisis iklim, keterlibatan AS dalam aksi iklim menjadi sangat penting," ujar Chuck Baclagon, juru kampanye keuangan untuk kelompok lingkungan 350 Asia.
AS dapat menggunakan pengaruhnya untuk bersandar pada lembaga keuangan swasta, seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun yang berinvestasi dalam bahan bakar fosil.
"Jika pemerintahan baru AS akan menaruh isu krisis iklim kembali pada agenda utama mereka, lembaga keuangan dunia akan menaruh perhatian," tambahnya.
Louis Young duta besar Belize untuk PBB menjelaskan bahwa, dunia tidak akan berhasil beradaptasi dengan krisis iklim tanpa AS. Menurutnya, hal itu terjadi karena AS memiliki teknologi dan sains dan pendanaan yang perlu untuk bergerak maju.
Bagi Australia, hasil pemilu AS juga menjadi kunci penentu arah kebijakan iklim negara mereka. "Apa yang Washington katakan dan inginkan sangat berdekatan dengan Canberra," ungkap Frank Jotzo, direktur Pusat Kebijakan Iklim dan Energi di Universitas Nasional Australia.
Menurut Jotzo, jika Trump kembali menjabat, pemerintah AS tidak akan berbuat banyak dalam krisis perubahan iklim. Ia menilai pemerintahan Biden yang akan memberi tekanan untuk kebijakan perubahan iklim positif pada semua sekutunya.
---------------
Berita ini dilansir dari CNN dengan judul "The US election is a vote on climate change for the whole world".
Tautan berita:
edition.cnn.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H