Pola cuaca dan iklim yang tidak teratur juga berkontribusi pada invasi belalang gurun terburuk dalam 25 tahun, yang dapat mengancam ketersediaan tanaman di wilayah tersebut.
Krisis iklim juga berdampak pada manusia, ekosistem, dan mata pencaharian di seluruh Asia Pasifik.
Gelombang badai Filipina semakin sulit diprediksi dan kian intens. Sungai Mekong di Asia Tenggara berada pada level terendahnya dalam 100 tahun. Kenaikan air laut juga mengancam kota-kota besar, seperti Dhaka, Jakarta, Shanghai, dan seluruh Kepulauan Pasifik.
Bagaimana AS Berperan Bagi Dunia?Â
Laporan Perubahan Iklim (IPCC) dari Panel Antarpemerintah PBB, mengatakan dunia hanya punya waktu hingga 2030 untuk membatasi pemanasan hingga 1,5C dan menghindari dampak iklim yang paling merusak.
"Dalam waktu kurang dari satu dekade menangani krisis iklim, keterlibatan AS dalam aksi iklim menjadi sangat penting," ujar Chuck Baclagon, juru kampanye keuangan untuk kelompok lingkungan 350 Asia.
AS dapat menggunakan pengaruhnya untuk bersandar pada lembaga keuangan swasta, seperti bank, perusahaan asuransi, dan dana pensiun yang berinvestasi dalam bahan bakar fosil.
"Jika pemerintahan baru AS akan menaruh isu krisis iklim kembali pada agenda utama mereka, lembaga keuangan dunia akan menaruh perhatian," tambahnya.
Louis Young duta besar Belize untuk PBB menjelaskan bahwa, dunia tidak akan berhasil beradaptasi dengan krisis iklim tanpa AS. Menurutnya, hal itu terjadi karena AS memiliki teknologi dan sains dan pendanaan yang perlu untuk bergerak maju.
Bagi Australia, hasil pemilu AS juga menjadi kunci penentu arah kebijakan iklim negara mereka. "Apa yang Washington katakan dan inginkan sangat berdekatan dengan Canberra," ungkap Frank Jotzo, direktur Pusat Kebijakan Iklim dan Energi di Universitas Nasional Australia.
Menurut Jotzo, jika Trump kembali menjabat, pemerintah AS tidak akan berbuat banyak dalam krisis perubahan iklim. Ia menilai pemerintahan Biden yang akan memberi tekanan untuk kebijakan perubahan iklim positif pada semua sekutunya.