Hal ini ternyata berkaitan dengan poin sebelumnya, yakni patriarkhi. Budaya ini dapat menyebabkan adanya ketidakadilan dan kesenjangan gender yang berpengaruh hingga ke berbagai aspek kehidupan manusia.
Dalam konsep menguasai, pasti ada pihak yang dikuasai. Kita dapat melihat bahwa keluarga, termasuk perempuan menjadi pihak yang paling rentan.
"It affects many aspects of life, from political leadership, business management, religious institutions, economic systems and property ownership, right down to the family home where men are considered to be the head of the household."---Liz Chondros (2017).
Sebagian dari Anda mungkin tidak merasa ini adalah suatu masalah atau bahkan akan menentang pesan kritik dari film ini. Namun, terlepas Anda setuju atau tidak, kita sama-sama tahu bahwa masih ada banyak perempuan yang terdampak akibat adanya budaya dan stereotip yang sudah mengakar lama ini.
Ada riset yang membahas topik ini dan telah menunjukkan bahwa hal ini bukan masalah sepele. Meskipun terlihat hampir tak jelas eksistensinya di masyarakat modern, Anda tahu bahwa stereotip dan dominasi hirarki ini tak  jarang menyulitkan Anda dalam banyak hal.Â
Namun di balik semua itu, Anda tentu dapat melihat bagaimana perempuan ditampilkan tidak lagi sebagai sosok yang lemah dan harus pasrah terhadap kenormalan yang seringkali melukai.
Dalam keindahan sabana Sumba, sosok perempuan penjelajah sekaligus 'pembunuh' ditampilkan dalam film ini.
Anda mungkin familiar atau paling tidak pernah sekali mendengar sosok yang lugu dan minim pengetahuan itu adalah penduduk desa atau digambarkan dalam tontonan sehari-hari. Hal ini yang setidaknya berusaha juga dikritik pembuat film.
Tanpa melibatkan kemampuan akademik atau pun skill hebat masyarakat modern, film ini menampilkan sosok yang kuat atau paling tidak mampu menentukan nasib mereka sendiri untuk bertahan hidup. Dua tokoh utama perempuan digambarkan paham artinya woman supports woman yang bahasanya cenderung digunakan masyarakat modern.