Mohon tunggu...
Oliver Watterson
Oliver Watterson Mohon Tunggu... Wiraswasta - All Hail Pasta ! Praise Be Harambe !

Either I'm insane, or the rest of the world is not normal. Liberatis tutemet ex infera, save yourself from hell.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasisme, Kecemburuan, Ketakutan Fiktif, dan Kekerasan Nyata

13 Juni 2019   14:53 Diperbarui: 18 Juni 2019   12:55 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aye, this shit did happened in 2017

(Warning : Artikel ini mengandung umpatan-umpatan untuk penggambaran akurat mood penulis.)

Saat membaca tulisan dari Pak Bobby Steven MSF tentang petugas TNI dan Polri etnis Tionghoa di Indonesia, sembari membubuhi tanggapan personal dan mengikuti comment-comment masukan lainnya, saya sampai pada sebuah comment yang saya anggap kesannya rasis dan dibumbui oleh statement yang tidak pantas dipakai di Indonesia, karena kentalnya unsur segregasi yang disampaikan. Ini quotenya,

Semoga di masa mendatang pemerintah sudah memperbolehkan etnis Tionghoa mengisi jajaran pemerintahan, hanya memang perlu dibatasi, contohnya:

"Etnis Tionghoa bisa mengisi jajaran aparat pemerintahan (menjadi ASN atau polisi), tetapi hanya maksimal sebatas 30% dari total jumlah keseluruhan aparat pemerintahan.

Coba lihat Singapura, kebanyakan pejabatnya adalah orang China, sedangkan sebenarnya Singapura itu penduduk aslinya adalah orang Melayu.

Coba lihat juga Amerika Serikat, di mana penduduk pribuminya adalah orang Indian, tetapi saat ini orang Indian sudah tersingkir dan berganti dengan orang Inggris.

Tanpa adanya pembatasan/perlindungan terhadap pribumi seperti ini, maka bisa saja etnis yang lebih unggul akan menggantikan penduduk pribumi yang ada jika kalah bersaing dengan etnis asing. Oleh karena itu, bagaimanapun pembatasan itu wajib ada untuk melindungi penduduk pribumi dan kedaulatan penduduk pribumi terhadap tanah airnya sendiri.

Kesan alienasi kental terasa di situ. Saya hanya bisa ngelus-elus dada sambil berteriak di pikiran saya, "What the f**k is wrong with this guy ?" Saya tidak mencoba menjadi SJW, tapi yang satu ini kembali mengingatkan saya bahwa rasisme di Indonesia masih dan akan terus ada seiring dengan kentalnya fanatisme dan maraknya penggunaaan isu SARA di Indonesia, baik yang secara terselubung maupun yang terbuka.

Kata "Pribumi" sebenarnya sudah dilarang penggunaannya di Indonesia, bahkan ada UU dan Inpres yang melarang penggunaannya. Hanya saja, banyak masyarakat tanpa sadar masih menggunakan konotasi tersebut. Bahkan Anies Baswedan menggunakan kata ini saat pidato inaugurasi silam, sebuah pelanggaran Undang - Undang yang blatant dilakukan di hari dia dilantik. Sungguh keji jika memang niatannya berlandaskan SARA yang dimanfaatkan untuk mendongkrak kepopulerannya.

Every fucked up things dimulai dari politisi yang memecah belah rakyatnya sendiri
Every fucked up things dimulai dari politisi yang memecah belah rakyatnya sendiri

Tidak harus jauh untuk membuka luka lama rasisme di Indonesia, contohnya saja di 2017 lalu yang menyangkut Pak Ahok. Saya menyertakan sebuah tweet dari Pak Nusron Wahid yang sempat mendapat sorotan sebagai respon dari tweet AA Gym.

Tweet official dari Aa Pitness
Tweet official dari Aa Pitness

It's bad, but I didn't realize it's THIS bad. Borok ini sudah lama ada, namun masih basah dan belum bisa sembuh. Mari kita tilik banyaknya sejarah bangsa ini menzalimi rakyatnya sendiri.

tirto.id
tirto.id
rappler
rappler
Kelam, cuma itu yang bisa saya katakan mengenai bagian sejarah Indonesia ini. Dan parahnya negeri kita ini menutup sebelah mata dan menolak untuk belajar menjadi lebih baik. 

Tidak ada asap tanpa api, dan tidak ada angin bau selain kentut. Apa yang melatar belakangi semua ini ? Stereotype masyarakat.

Ada sebuah survey yang cukup menarik mengenai hal ini, 

tirto.id
tirto.id
Hebat bukan ? Betapa ampuhnya miskonsepsi mengundang suudzon, hingga bisa memecah belah sebuah bangsa dan membuat okol didahulukan daripada akal sehat.

Saya dibesarkan di lingkungan multi kultural, dan saya bisa bilang sedikit paham mengenai miskonsepsi tersebut. Seluk beluknya semua etnis sama, ada orang Tionghoa yang kurang mampu secara ekonomi, ada yang diberi kelebihan, ada yang dari mampu menjadi kurang mampu, vice versa. Dan begitu juga dengan warga dari etnis lainnya. Pada kenyataannya, semua orang sama, tidak ada yang lebih unggul daripada yang lainnya. Yang membedakan adalah perbedaan pola pikir dan kemauan untuk berubah dan bekerja. Bisakah seseorang menjadi kaya tanpa merasakan pahit getirnya hidup ? Cuma di dalam mimpi bisa langsung hidup enak dan serba berlebih secara materi.

Ada sebuah ayat di Al Qur'an yang bisa menjadi tl;dr dari tulisan saya ini,

aida.or.id
aida.or.id
Ada seorang Pak Tua bijak yang bilang bahwa melakukan hal yang sama terus menerus tapi mengharapkan hasil yang berbeda adalah kegilaan. Alam semesta ini tidak akan mengubah hukum fisika dasarnya untuk partikel yang stasioner secara perpetual.

Menyalahkan, menghakimi, dan menzalimi orang lain itu lebih mudah daripada berintrospeksi. Orang - orang dengan hati yang busuk akan langsung mengambil pilihan itu hanya untuk menutupi inkompetensi mereka. Paling tidak itu pelajaran hidup yang saya bisa ambil di kehidupan saya yang baru seumur jagung ini.

Jeff Bezos (founder Amazon) selalu mengkritik bawahannya seperti ini, "Jika kalian tidak bisa melaksanakan apa yang saya perintahkan, kalian itu inkompeten atau pemalas ?"

Sekian dari saya, untuk penutup saya akan membagikan sebuah meme untuk meringankan suasana.

So.True.
So.True.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun