Fenomena global pada saat ini dengan akselerasi yang semakin tinggi serta seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tentunya memudahkan masyarakat untuk berkomunikasi. Ketika seorang imigran berinteraksi dengan lingkungan barunya yang berbeda budaya dalam jangka waktu yang relatif lama, maka akan terjadi yang namanya proses resosialisasi atau akulturasi.
Secara bertahap mereka akan mengemukan pola baru dalam segi pemikiran ataupun perilaku. Interaksi yang dilakukan secara rutin tentunya akan berdampak pada imigran untuk memahami perbedaan dan persamaan antara lingkungan lamanya dengan lingkungan barunya yang hasilnya ialah imigran akan mulai memahami lingkungan barunya serta mengadopsi beberapa norma di lingkungan tersebut.
Komunikasi multikultural memiliki sistem sosiokultural yang dibangun dengan sistem budaya lainnya. Masyarakat Kampung Sawah berinteraksi antarbudaya yang terdiri dari berbagai suku. Pesan yang disampaikan tampaknya telah diubah dengan adanya pembauran bahasa yang digunakan. Berbagai budaya yang ada di Kampung Sawah terkadang menyebabkan adanya potensi konflik yang akan terjadi, seperti konflik antarumat beragama, ekonomi, sosial, politik, dan budaya.Â
Konflik yang terjadi ini dapat diselesaikan dengan baik dan damai, tentunya melalui proses komunikasi multikultural yang sangat perlu dipahami oleh setiap individu. Agar komunikasi yang terjadi tidak menyebabkan salah akan pemaknaan pesan yang disampaikan melalui berbagai media baik, ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Kampung Sawah di Bekasi kerap dikenal banyak orang sebagai Kampung Kebhinekaan yang kuat dalam toleransi. Terdapat beberapa suku yang menetap, seperti halnya Betawi, Bekasi, Sunda, dan Batak. Tidak hanya itu, Kampung Sawah juga dijuluki sebagai segitiga emas, karena terdapat tiga tempat ibadah yang diumpamakan sebagai garis membentuk segitiga tersebut.
Adapun tempat ibadah tersebut, yaitu Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan, Masjid Agung Al Jauhar Yasfi. Hal tersebut tentunya tetap bisa membuat kehidupan multikultural terjaga dengan baik dan damain, bahkan tidak ada penonjolan keberadaan suku mana yang lebih dominan.
Kekhasan masyarakat Kampung Sawah menjadi simbol keberagaman beragama dan kekayaan budaya, salah satunya ialah terlihat dari praktik peribadatan umat Kristen di sana. Ketika umat Kristen beribadah ke gereja, mereka menggunakan pakaian Betawi; kaum lelaki memakai baju Betawi seperti Pitung, sarung, dan mengenakan peci atau kopiah. Adapun kaum wanitanya berpakaian kebaya dengan memakai kerudung. Dengan kata lain, pakaian adat Betawi menjadi identitas yang selalu dikenakan ketika prosesi keagamaan digelar.Â
Selain itu, dalam sejumlah prosesi keagamaan, bahasa Betawi pun kerap digunakan. Tidak sekadar menjaga warisan leluhur, para pemeluk Katolik di Kampung Sawah bangga bisa tampil dengan identitas mereka sebagai bagian dari Indonesia
Terdapat pula peran digitalisasi dalam mengharmoniskan keberagaman di Kampung Sawah, yakni radio komunitas Suara Kampung Sawah sebagai media informasi warga yang memiliki andil dalam mempersatukan warga Kampung Sawah yang heterogen.Â
Efek negatif modernisasi mendorong para warga untuk selalu mempertahankan kehidupan harmonis mereka. Kemajemukan dalam masyarakat adalah sebuah keniscayaan, sehingga persatuan atas nama masyarakat harus diwujudkan secara nyata. Masyarakat Kampung Sawah menerima perbedaan antarumat beragama dan menggalakkan persatuan dengan cara musyawarah dan kebiasaan bersilaturahmi.
Perspektif pertama komunikasi multikultural bertitik tolak pada kajian komunikasi yang memfokuskan diri pada proses komunikasi secara interaksional dan transaksional partisipan. Kajian konteks budaya dan agama menjadi urgen. Pendekatan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Sawah dalam komunikasi multikultural ini adalah kesadaran bahwa pola berfikir setiap partisipan komunikasi dapat dipelajari dalam aktivitas sosialnya sehingga ada kesempatan belajar dan saling mengenal budaya orang lain, sehingga mencegah terjadinya etnosentrisme.Â
Dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Kampung Sawah, maka diperlukannya strategi komunikasi multikultural yang diterapkan oleh beberpa element masyarakat. seperti yang di kemukanan oleh tokoh agama Hindu "kami saling menghormati, saling menghargai, kita juga saling menjaga sikap antar umat." Demikian keharmonisan antar umat beragama di Kampung Sawah terjaga dengan baik.
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa komunikasi multikultural yang terjadi pada masyarakat Kampung Sawah digunakan dengan sangat baik dan dinilai efektif. Komunikasi multikultural dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di desa Sunda Kelapa dan Abu Sakim lebeih mengedepankan toleransi umat beragama berupa saling menghargai, menghormati, menjaga, musyawarah mufakat dan tolong menolong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H