Aku tak bermaksud apa-apa,
maksudku cuma satu,
jangan pernah kau malu;
tunjukkan batang hidungmu:
atau kau punya batang yang lain?
Berkali sudah kuupayakan,
berkata dengan sopan,
bertulis dengan elegan,
komentarpun ku tak sembarangan:
bagai monyet pamer "ituan".
O, tunjukkan batang hidungmu,
jangan kau lempar batu,
lalu genggam kemaluanmu [sifat malu],
onak di kawan, enak dikau muntahkan:
dhewekkan ... (sendirian).
O, tunjukkan batang hidungmu,
andai hidupmu tak sebatas pagar,
bersanaklah, bermartabatlah;
lihat kiri - lihat kananmu:
dunia ini berputar, kawan!
Kancingkan baju - celanamu rapat,
umbar syahwat tiada dapat,
tak ubah hidup nikmat sesaat,
BEJAT, itulah yang didapat:
plus umpat tiada kendhat!*)
O, kau sundal jalanan,
mengelana mencari mangsa,
kantong celanamu penuh uang rampasan,
rakyat jelata topang derita:
mereka itu nestapa!
Cingcong mulutmu bak madu,
manis membius kalbu,
tapi pahit jatuh di laku,
karena katamu - sebatas celana:
kotor - cuci, kering - pakai lagi!
Andai matamu buta,
kau punya telinga,
andai telingamu tuli,
kau punya cita rasa:
ataukah kau seperti KERBAU, plonga-plongo**)?
O, tunjukkan batang hidungmu,
sebelum harapku kian menipis,
menepis yang kian habis,
menapis yang tak teriris,
aku sudah miris!
Mungkin juga, aku HABIS!
-------------------------------------------------------
*) kendhat (Jw):Â tiada henti, terus menerus!
**) plonga-plongo (Jw): goblok, bodoh, tolol, 'oon'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H