Menguatkan sebagai saudara
Kunjungan dari rumah ke rumah yang kami lakukan (juga keluarga lain lakukan), adalah kunjungan kekeluargaan. Kunjungan untuk saling memaafkan (dalam tutur dan tindak yang kurang berkenan) entah sebagai warga RT, pun sebagai warga pada umumnya. Di dalam suasana Lebaran itu pulalah saya dikuatkan. Saya dikuatkan, terlebih ketika harus menghadapi - memutuskan permasalahan hidup, suka-dukanya bermasyarakat bisa kami bagi bersama.
Saya memang memunyai saudara sekandung - sedaging. Mereka ada di seberang pulau. Mereka ada di pulau Jawa, bahkan ada yang bertugas di Nusa Tenggara Timur. Maka bagi saya, saudara saya yang nyata - jelas terlihat - adalah mereka yang ada di kiri - kanan, muka - belakang rumah saya. Termasuk juga mereka: tukang ojek, tukang becak yang kadang mangkal di depan rumah saya, merekalah saudara saya. Perayaan Lebaran, bagi saya pribadi; adalah juga perayaan - momen - mengencangkan kembali tali persaudaraan yang mungkin mulai 'renggang', menyambungkan kembali nilai kehidupan (damai, kurban, perhatian, pemberian diri) yang mungkin telah 'terputus'.
Kami sekeluarga menyadari bahwa dalam hidup, kami tidaklah sendirian. Peristiwa "rantangan" seusai salat Id, adalah peristiwa pemberian diri orang-orang yang memerhatikan kami sebagai bagian dari hidup meraka. Perhatian yang tulus, cinta yang meneguhkan persaudaraan. Kami adalah saudara mereka, mereka adalah saudara kami. Berbahagialah kami, terimakasih Lebaran - terimakasih Idul Fitri; engkau menguatkan hidup dan memitrahkan - memurnikan kemanusiaan kami kembali!
----------------------------------------------------
"MOHON DIMAAFKAN segala kesalahan saya, dan terimakasih atas cinta serta perhatian Anda."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H