Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memurnikan, Membagi, Memaafkan: Mengalami Suasana Lebaran

21 Agustus 2012   17:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya mandi, karena setelah itu kami (sekeluarga) akan berkunjung - silaturahmi ke tetangga-tetangga saya.

Selesai mandi, saya lebih terkejut (lagi), karena di meja dapur ada setumpuk rantang yang lain.

"Dari siapa, Ma?" tanyaku.

"Dari nenek, Mas. Tadi cucu nenek yang paling besar ke sini. Antar rantang ini."

Nenek (begitulah dipanggil), seorang ibu yang bercucu enam. Nenek itu telah menganggap kami sebagai anaknya. Nenek, seorang wanita asli tanah Sumatra Selatan. Beliaulah yang momong Prima, (ketika Prima belum sekolah) karena kami harus bekerja.

Anda bisa membayangkan, rumah nenek (pengasuh Prima putriku), dengan rumah kami berjarak lebih - kurang enam kilometer. Dibela-belain cucu nenek itudatang ke rumah kami membawa rantang.  Cucu itu disuruh nenek mengantar rantang, supaya kami "serantangan", supaya kami sehidangan dengan nenek. Hm....siapalah kami ini.

Saya dan mamanya Prima cuma bisa terduduk di dapur, membayangkan orang-orang yang  mulia hatinya. Mereka memberi perhatian pada kami dalam kesederhanaan dan ketulusan hatinya.

Belajar memerhatikan dan belajar memberi

Kita masih perlu belajar memerhatikan dan memberi untuk yang lain.  Saya merasa, bahwa kisruh "dunia" manusia (manusia korup, amoral, miskomunikasi, manusia serakah) ini terjadi, karena salah satu penyebabnya, manusia tak bisa (atau belum bisa) memerhatikan yang lain.  Manusia belum bisa membagi perhatian untuk kehidupan orang lain. Perhatian yang paling sederhana itu terjadi, ketika manusia menyadari bahwa yang lain itu berbeda. Dan perbedaan itu perlu diterima - disadari. Menurut saya penerimaan itu sudah merupakan pemerhatian tersendiri.

Sama halnya dengan memberi, orang juga perlu belajar memberi. Jika ada anggapan, bahwa orang memberi supaya dapat menerima, pemberian semacam ini adalah pemberian berpamrih. Kita mungkin perlu belajar pada Mahatma Gandhi, muder Theresa dari Kalkuta, kita mungkin juga perlu belajar pada Ki Hajar Dewantara. Ya...mereka contoh orang-orang mulia, yang bisa memerhatikan dan memberikan dirinya demi kemajuan bangsa. Mereka adalah contoh tokoh yang mengangkat  manusia, agar manusia berderajat. Mereka contoh tokoh yang memikirkan kemuliaan manusia dalam berbangsa, semartabat - sederajat - seperjalanan dalam hidup.

Pemerhatian dan pemberian (diri) adalah dua hal, yang kadang terlupakan. Memaknai Lebaran, bagi saya pribadi adalah memaknai "kelahiran pribadi" - kembali ke FITRAH - secara baru. Baru dalam arti cara pandang terhadap hidup dan konsekuensinya, dan baru dalam arti cara menghayati hidup. Pembaruan dalam cara pandang dan penghayatannya, pembaruan yang tak hanya sebatas - sehangat "usia" perayaan (Lebaran). Suasana itulah yang saya nikmati di tengah saudara-saudara saya yang ber-Idul Fitri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun