Jam 6.25 pagi.
Sebelum pergi bersepeda motor, biasanya saya memanasi mesin "kuda besi" 200 CC, tungganganku.
"Thek....thek...., klothek". Pintu pagar besi rumahku diketuk seseorang. Aku mendekat.
"Ada apa Pak?" Tanyaku pada seorang bapak tua, lusuh. Badannya pekat, di pelipisnya ada bekas jahitan, dan di pergelangan tangan sebelah kanan, ada bekas luka bakar.
"Pak, minta sedekah. Minta sumbangan. Pagi ini saya mau mengobatkan anak saya yang sakit. Biayanya masih kurang". Suaranya memelas, parau.
Aku terdiam. Tapi kemudian kuambil beberapa lembar uang, dan kuberikan padanya. Bapak itu pergi.
Jam 07.05 aku pergi mengantar istri bekerja.
Setelah itu kusempatkan membayar (tagihan) rekening listrik. Lalu, ke perpustakaan daerah, menemui dan berdiskusi dengan beberapa anak muda yang sedang bermasalah dengan tugas akhirnya (cuma pendengar setia).
Tak terasa sudah jam 10.30.
Aku haus. Di dekat perpustakaan daerah itu ada kantin. Kupesan es teh sekedar melepas dahaga. Aku duduk. Namun , betapa terkejut diriku, ketika melihat bapak yang tadi pagi ke rumahku, ia sedang duduk makan nasi - ayam bakar lengkap.... serta kulihat ada dua bungkus rokok (warna hijau dan hitam mengkilat) di depannya. Rokok itu puluhan ribu harganya.
"Bagaimana Pak, putranya sudah sembuh?" Tanyaku. Bapak itu mendongak. Kulihat wajahnya memucat, malu. Guratan jahitan di pelipis itu makin kentara.
"Ah, saya tak punya anak". Agak sewot. Ia buru-buru membersihkan mulutnya dan berdiri. Seraya menyambar dua bungkus rokok miliknya, bapak itu pergi ke kasir meninggalkan segepok uang ribuan, banyak sekali.....
"Pak, ini kembaliannya". Panggil kasir itu. Tapi bapak itu sudah terbirit-birit, pergi. Aku mendekat ke kasir itu.
"Ada apa Pak?" Tanya kasir itu padaku.
"Anu...., Mbak. Tadi pagi bapak itu ke rumah. Minta sedekah. Minta sumbangan, katanya untuk mengobatkan anaknya yang sakit".
"Ha...ha....", kasir itu tertawa, "Bapak tadi memang peminta-minta. Ia meminta-minta (uang), dan alasannya untuk mengobatkan anaknya, istrinya.... Banyak orang telah tertipu, salah satunya Bapak".
Glekkkk..., sepertinya jakunku hilang. Kumisku lunglai..... Oalah, daku tertipu. Oh, tertipu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H