"Sama-sama, Mas". Jawab Gigih.
Setelah dipersilahkan duduk, aku disuguhi krecek ubi. Krecek ubi terbuat dari ubi yang direbus, dipotong-potong, diiris tipis-tipis, dijemur, kering baru digoreng. Ada rasa asin, manis dan kadang agak pedas dikit. Segelas teh manis menemani krecek itu. Mbok Minah juga menyediakan air putih dingin, yang tersimpan dalam kendi.
Aku, Mbok Minah dan Gigih, ngobrol kesana-kemari. Kuteringat sekian tahun lalu, ketika aku kesulitan mencari tempat menginap (dalam rangka studi - penelitian). Dirumah inilah aku menginap. Tangan mereka sangat terbuka untuk hidupku.
"Mas, simbok sudah siapkan oseng-oseng kacang panjang campur ikan teri, kesukaanmu. Ditambah krupuk, makan yuk". Mbok Min, menuntun tanganku kedapur. Sementara Gigih mendorongku dari belakang. Aku tak kuasa menolak.
Siang itu aku makan sayur oseng-oseng kacang panjang campur teri. Amat nikmat, apalagi bunyi kriuknya krupuk. Wah...wah....
Allah subhanahu wa taala, telah memberiku menu istimewa, Lebaran tahun ini. Menu istimewa pertama, keramahtamahan dan kesederhanaan seorang Minah. Seorang Simbok yang senantiasa mengajariku hidup sederhana dalam keprihatinan yang mendalam. Mendalam dalam kekurangan, tapi mbok Minah tak menganggapnya kekurangan sebagai manusia makhluk mulia. Kedua, menu makanan yang sungguh-sungguh istimewa bagiku, dan mungkin tidak istimewa bagi orang mampu (secara materi, finansial).
_____________________________________
*) lidah dan hati mempunyai cita rasa tersendiri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI