Mohon tunggu...
Florencia Felim
Florencia Felim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Manifesting Pembaharuan Regulasi Telemedicine di Indonesia

10 Mei 2022   15:11 Diperbarui: 11 Mei 2022   22:02 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Getty Images/kiattisakch
Sumber: Getty Images/kiattisakch

Di Indonesia, praktik telemedicine diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Dalam aturan tersebut dijelaskan definisi dari pelayanan telemedicine termasuk jenis pelayanan yang ditawarkan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang berhak untuk melakukan layanan telemedicine beserta dengan syarat penyelenggaraannya, 

kewajiban Fasyankes, penerbitan expertise oleh Fasyankes, biaya pelayanan telemedicine, hak dan kewajiban Fasyankes Pemberi Konsultasi dan Fasyankes Peminta Konsultasi, pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah, dan pembinaan serta pengawasan layanan telemedicine oleh Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. 

Terlihat jelas bahwa regulasi tersebut masih berfokus pada pelayanan kesehatan antar Fasyankes dan belum secara umum, sehingga masih belum memberikan kejelasan mengenai praktik telemedicine antara Dokter atau Fasyankes dengan pasien (M. Nur Sholikin, 2022). 

Pada realita yang ada, Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 juga belum cukup untuk mengakomodasi berbagai persoalan teknis dalam praktik telemedicine, seperti potensi keterbatasan informasi mengenai kondisi pasien yang berpeluang mengakibatkan kesalahan diagnosis oleh dokter.

Selain itu, konsultasi yang hanya dilakukan secara online tanpa adanya kontak fisik dengan pasien juga akan mengurangi efektivitas diagnosis dokter.

Turunnya efektivitas diagnosis hingga kesalahan diagnosis tersebut tentu akan membawa kerugian kepada pasien seperti halnya salah pemberian resep obat hingga akibat fatal yaitu kematian.

Selain itu, tidak semua aplikasi penyedia layanan telemedicine juga bertindak sebagai penyelenggara layanan kesehatan sehingga aplikasi tersebut tidak dibebankan untuk bertanggung jawab apabila terjadi kelalaian dalam proses pelayanan. Namun, masyarakat kerap kali tidak menyadari hal tersebut karena tidak membaca Syarat dan Ketentuan (S&K) dengan seksama.

Akibatnya, apabila terjadi kasus malpraktik dalam layanan telemedicine seringkali sukar ditentukan pihak yang harus bertanggung jawab. Pengguna layanan juga tidak bisa semena-mena menyalahkan dokter karena terdapat kemungkinan malpraktik terjadi akibat faktor minimnya literasi terkait teknis aplikasi layanan telemedicine. 

Perlu diingat, seperti halnya hubungan antara dokter dan pasien secara langsung, hubungan dokter dan pasien melalui telemedicine juga harus memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Pasal 39 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyebutkan bahwa praktik kedokteran dilaksanakan pada kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun