Mohon tunggu...
Florencia Felim
Florencia Felim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Manifesting Pembaharuan Regulasi Telemedicine di Indonesia

10 Mei 2022   15:11 Diperbarui: 11 Mei 2022   22:02 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di masa pandemi Covid-19, akses pelayanan kesehatan menjadi terhambat akibat kebijakan pembatasan sosial untuk mengurangi interaksi tatap muka. Masyarakat juga cenderung enggan untuk mengakses pelayanan kesehatan secara langsung karena takut dan khawatir akan terinfeksi virus Covid-19. 

Terlebih lagi sejak varian Omicron mewabah di Indonesia, persebaran virus diperkirakan empat sampai lima kali lebih cepat dari pada varian sebelumnya (Ratih Waseso, 2022).

Tenaga medis sebagai garda terdepan pun memiliki risiko yang jauh lebih besar untuk terinfeksi virus Covid-19. Selain itu, beban kerja yang berat selama pandemi tentu akan memberikan pengaruh besar terhadap kualitas hidup dan produktivitas kerja para tenaga medis (Humas FKUI, 2022).

Belum lagi ketersediaan fasilitas kesehatan, banyak rumah sakit utama di berbagai daerah di Indonesia penuh dengan pasien Covid-19 dan tidak sedikit puskesmas harus tutup karena jumlah tenaga medis yang terinfeksi virus Covid-19 semakin meningkat (BBC News Indonesia, 2022). 

Kemudian, bagaimana pelayanan kesehatan dapat berlangsung dalam kondisi seperti ini? 

Sebagai solusi atas persoalan kompleks tersebut, diperlukan perubahan pada sistem pelayanan kesehatan untuk mempermudah akses layanan dengan memprioritaskan keamanan pasien dan tenaga medis selama masa Pandemi Covid-19. 

Salah satunya dengan mengaplikasikan teknologi, informasi, dan komunikasi dalam pelayanan kesehatan. Hal tersebut yang kemudian dikenal sebagai telemedicine, yaitu pemberian layanan kedokteran jarak jauh oleh dokter, baik itu dokter umum maupun dokter gigi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. 

Pelayanan kesehatan yang diberikan mencakup perawatan, diagnosis, konsultasi, pengobatan, pertukaran data medis, dan diskusi ilmiah dengan memanfaatkan perangkat telekomunikasi. 

Dokter akan menggunakan teknologi telemedicine untuk melayani pasien tanpa terikat tempat dan waktu. Hal ini tentunya sangatlah sesuai dengan kondisi Pandemi Covid-19. Penggunaan telemedicine akan sangat membantu dalam kehidupan medis di masa pandemi ini dan dapat membuat pelayanan kesehatan menjadi lebih efektif dan efisien. 

Namun, di balik manfaat yang diperoleh dari penggunaan telemedicine, tidak dapat dimungkiri bahwa masih terdapat berbagai tantangan dalam implementasinya di masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya pengaturan secara jelas mengenai praktik telemedicine.

Sumber: Getty Images/kiattisakch
Sumber: Getty Images/kiattisakch

Di Indonesia, praktik telemedicine diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Dalam aturan tersebut dijelaskan definisi dari pelayanan telemedicine termasuk jenis pelayanan yang ditawarkan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang berhak untuk melakukan layanan telemedicine beserta dengan syarat penyelenggaraannya, 

kewajiban Fasyankes, penerbitan expertise oleh Fasyankes, biaya pelayanan telemedicine, hak dan kewajiban Fasyankes Pemberi Konsultasi dan Fasyankes Peminta Konsultasi, pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah, dan pembinaan serta pengawasan layanan telemedicine oleh Kementrian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. 

Terlihat jelas bahwa regulasi tersebut masih berfokus pada pelayanan kesehatan antar Fasyankes dan belum secara umum, sehingga masih belum memberikan kejelasan mengenai praktik telemedicine antara Dokter atau Fasyankes dengan pasien (M. Nur Sholikin, 2022). 

Pada realita yang ada, Permenkes Nomor 20 Tahun 2019 juga belum cukup untuk mengakomodasi berbagai persoalan teknis dalam praktik telemedicine, seperti potensi keterbatasan informasi mengenai kondisi pasien yang berpeluang mengakibatkan kesalahan diagnosis oleh dokter.

Selain itu, konsultasi yang hanya dilakukan secara online tanpa adanya kontak fisik dengan pasien juga akan mengurangi efektivitas diagnosis dokter.

Turunnya efektivitas diagnosis hingga kesalahan diagnosis tersebut tentu akan membawa kerugian kepada pasien seperti halnya salah pemberian resep obat hingga akibat fatal yaitu kematian.

Selain itu, tidak semua aplikasi penyedia layanan telemedicine juga bertindak sebagai penyelenggara layanan kesehatan sehingga aplikasi tersebut tidak dibebankan untuk bertanggung jawab apabila terjadi kelalaian dalam proses pelayanan. Namun, masyarakat kerap kali tidak menyadari hal tersebut karena tidak membaca Syarat dan Ketentuan (S&K) dengan seksama.

Akibatnya, apabila terjadi kasus malpraktik dalam layanan telemedicine seringkali sukar ditentukan pihak yang harus bertanggung jawab. Pengguna layanan juga tidak bisa semena-mena menyalahkan dokter karena terdapat kemungkinan malpraktik terjadi akibat faktor minimnya literasi terkait teknis aplikasi layanan telemedicine. 

Perlu diingat, seperti halnya hubungan antara dokter dan pasien secara langsung, hubungan dokter dan pasien melalui telemedicine juga harus memenuhi syarat seperti yang diatur dalam Pasal 39 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyebutkan bahwa praktik kedokteran dilaksanakan pada kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. 

Kesepakatan yang dimaksud merupakan upaya maksimal pengabdian yang dilakukan profesi kedokteran, yaitu dokter dan dokter gigi dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien.

Permasalahan lainnya juga ada mengenai keamanan privasi dan kerahasiaan data pasien yang sering kali dipertanyakan. Sesuai dengan Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

Salah satunya terkait rekam medis yang berisikan data-data pasien sebagai suatu rahasia kedokteran yang bersifat absolut. 

Namun, hal ini menjadi berbeda dalam pelayanan telemedicine karena kemungkinan data pasien yang terekam secara elektronik untuk tersebar jauh lebih besar.

Hal tersebut dikarenakan mudahnya akses pihak-pihak tidak berkepentingan terhadap data tersebut. 

Melihat berbagai problematika tersebut, disamping manfaat yang diperoleh dari penggunaan telemedicine perlu juga disadari bahwa penggunaan telemedicine dapat menimbulkan permasalahan hukum.

Untuk itu, diperlukan pembaharuan kebijakan yang tidak hanya mengatur tentang hal-hal umum saja, tetapi juga terkait penyelenggaraan praktik telemedicine secara lebih mendetail dan komprehensif. 

Realitas permasalahan teknis terkait dengan praktik telemedicine tentunya membutuhkan aturan hukum atau kebijakan yang disertai dengan penyesuaian persoalan yang ada.

Oleh karena itu, sudah saatnya pembaharuan kebijakan yang menyangkut aspek keamanan, perlindungan, kerahasiaan, dan tanggung jawab dilakukan sehingga dapat memberikan kepastian hukum baik untuk praktisi kesehatan dan juga untuk pasien yang menggunakan layanan kesehatan telemedicine. 

***

Kredit: Ahmad Farchan, Ismail Hafidzy, Luvy Elora Claresta, Melvina Indria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun