NIH merupakan salah satu penghambat yang paling umum ditemui karena manajer consortia, ketika sedang menjelaskan solusi dari sebuah situasi di mana ada kemungkinan berkembangnya persaingan di antara consortium dan peneliti dari perusahaan, peneliti perusahaan berkemungkinan untuk menolak pembahasan tersebut sehingga berkembang istilah NIH.Â
Waktu transfer yang berkaitan dengan NIH juga merupakan penghambat kegiatan transfer teknologi. Ketika manajer consortia sudah melakukan wawancara dan kemudian mentransfer informasi ke perusahaan tanpa persiapan dari perusahaan penerima, hasil wawancara tidak akan digunakan karena perusahaan tidak menyelenggarakan penelitian yang dilakukan oleh consortia yang kemudian menyebabkan peneliti perusahaan tidak memasukkan penemuan tersebut ke proyek penelitian.Â
Yang ketiga adalah fungsi dari kesulitan dari pengetahuan dan teknologi. Hasil penelitian di consortia tidak mudah dipindahkan ke laporan atau melalui panggilan telepon. Informasi semacam itu akan sulit ditransfer melalui mekanisme konvensional. Untuk mewujudkan transfer tersebut, peneliti harus menjadi personil penghubung atau sang pembawa informasi (Aldrich and Herker, 1977).
Pada jurnal yang berjudul "Technology Transfer Barriers and Challenges Faced by R&D Organisations", ada tiga tipe hambatan, yaitu:
- Strategis, yang seharusnya menjalankan proses konstan untuk merestrukturisasi bagian penelitian.Â
- Taktis, sebagai contoh adalah kurangnya spesialisasi dalam bidang R&D di perusahaan yang seharusnya bisa menjadi kunci kesuksesan karena memerlukan pengembangan secara terus-menerus.Â
- Gaji peneliti yang kurang sesuai standar lokal atau standar internasional merupakan salah satu hambatan dalam tipe organisasional.Â
Tiga hambatan diatas beserta hambatan lain yang terkait bisa diselesaikan dengan cara berikut.
Pada hambatan strategis, arah pembangunan yang diprogram haurs dijalankan secara efektif. Selain itu, harus dipastikan bahwa prosedur yang diusulkan stabil sehingga peneliti perusahaan dan penerima dapat fokus pada hasil proyek daripada berfokus pada aspek organisasi dan formal yang terus berubah.Â
Pada hambatan taktis jangka panjang, penekanannya harus berada di pembangunan yang konsisten dan anggota kelompok penelitian yang bisa mengerti akan kebutuhan entrepreneur. Mengidentifikasi kebutuhan ekonomi yang sedang terjadi sangat penting. Selain itu, melakukan kooperasi langsung dengan pentransfer dan penerima juga tidak kalah penting.Â
Pada hambatan yang bersifat operasional, penyelesaian bisa dilakukan dengan mendasarkan ide pada asumsi kerja sama yang kuat dari kelompok peneliti dengan mitra potensial yang terdiri dari mengumpulkan informasi tentang kebutuhan penelitian dan inovasi yang disarankan.Â
Lalu, menurut jurnal yang berjudul "Analisis Desk Research Kebijakan Technology Transfer Office Sebagai Solusi Hambatan Teknologi Transfer di Lembaga Litbang Indonesia", ada tiga masalah utama yang menghambat transfer teknologi di lembaga penelitian dan pengembangan di Indonesia, yaitu minimnya pendanaan, keterbatasan kualitas dan jumlah SDM, dan struktur lembaga yang kurang fleksibel dan menghambat transfer teknologi. Oleh karena itu, penulis jurnal menawarkan sebuah solusi, yaitu dengan menerapkan kebijakan Technology Transfer Office (TTO). Ada empat bagian utama yang menjadi dasar pemilihan kebijakan TTO, yaitu:Â
- Aktivitas pemerintah yang terlibat.
- Struktur sistem penyampaian, langsung atau tidak lansung.
- Tingkatan sentralisasi.
- Tingkatan automatisasi dengan metode pendanaan, SDM, dan lembaga Badan Layanan Umum (BLU).
Pada jurnal "Barriers to technology transfer: a total interpretative structural model approach", disebutkan bahwa penghambat transfer teknologi adalah sebagai berikut:Â
- Kurangnya dukungan dari manajemen atas.Â
- Kurangnya kesadaran.
- Kekurangan sumber daya manusia.
- Kurang berkomunikasi.
- Batasan kebudayaan.
- Pedoman tentang mengimplementasikan teknologi baru yang kurang memadai.
- Biaya investasi.
- Campur tangan dan regulasi yang terlalu banyak dari pemerintah.
- Informasi dan sistem teknologi yang kurang memadai.
- Peramalan dan perenceanaan yang terbatas.
- Kekurangan infrastruktur.
- Menolak perubahan.
- Kurangnya penelitian dan pengembangan serta kemampuan individual.
- Permintaan yang kurang jelas.
- Rasa kurang percaya antar mitra.
- Risiko organisasional.
- Risiko yang berhubungan dengan negara.
Ada tiga kategori lain yang mengelompokkan hambatan transfer teknologi menurut Greiner and Franza (2003) yang ditulis di jurnal yang berjudul "Preventing Problems in Technology Transfer: A Case Study", yaitu:Â
- Hambatan teknologi terkait dengan faktor yang menghambat dan menghalangi dengan fungsional, operasi, dan perawatan teknologi seperti misalnya risiko teknis, rincian yang tidak jelas mengenai persyaratan dan karakteristik teknologi yang akan di transfer, dan kegagalan karena alasan teknis yang melibatkan pemasok, mesin, peralatan, dan instruksi perawatan.
- Hambatan peraturan terkait dengan prosedur pemerintah dan hukum yang berlaku ketika spesifikasi ditetapkan oleh negara tujuan ke mana teknologi akan ditujukan. Hal ini mencakup kurangnya pengarahan teknikal untuk pengguna, kurangnya regulasi standar, hukum, lingkungan yang mengatur teknologi, dan proses panjang yang dibutuhkan untuk mencapai kepatuhan dengan standar. Â
- Manusia/sosial memiliki dampak yang sangat besar dan paling sulit untuk ditangani dari dua hambatan sebelumnya karena jika orang-orang yang terlibat dalam aktivitas transfer teknologi, kegiatan tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Contohnya individu yang kurang siap untuk beradaptasi dengan teknologi baru, kesulitan finansial, kurangnya komunikasi antarpihak yang terlibat di proses transfer teknologi, perbedaan budaya antara pentrasfer teknologi dengan yang ditransfer, menolak untuk berubah dalam bekerja, kurangnya studi mengenai dampak lingkungan dan sosial di daerah penerima transfer teknologi.Â