Mohon tunggu...
Flora Enjelina Saruksuk
Flora Enjelina Saruksuk Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Halo saya bernama Flora Enjelina Saruksuk, seorang mahasiswa semester 3 di jurusan Hukum Universitas Katolik Santo Thomas Medan. Saya suka bernyanyi dan juga menari,selain itu saya memiliki ketertarikan di bidang tulis menulis, sehingga saya mencoba di sini Saya berharap opini-opini yang saya kirimkan dapat bermanfaat bagi khalayak ramai.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bantuan Sosial Tidak Tepat Sasaran

16 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 16 Januari 2025   18:09 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenapa bantuan sosial tidak tepat sasaran 

 Berdasarkan catatan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, pada awal 2021 hingga awal 2023, kerugian negara akibat bantuan sosial salah sasaran mencapai Rp 523 miliar per bulan. Hal ini disebabkan data penerima bantuan tidak mutakhir, di antaranya masih ada aparatur sipil negara yang menerima bantuan itu.

 Program pemerintah berupa bantuan sosial (bansos) merupakan bagian dari usaha guna menyejahterakan masyarakat. Selain itu, diberikannya bansos tersebut untuk memenuhi dan menjamin kebutuhan dasar serta meningkatkan taraf hidup penerimanya. Fungsi ini juga sejalan dengan amanat dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk Membangun Keluarga Produktif.

Program-program bansos untuk rakyat mencakup Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Rastra/ Bantuan Pangan Non Tunai. Perluasan program bantuan sosial merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan. Namun, apakah pemberian bansos itu sudah sesuai dengan sasaran?

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kesalahan penyaluran bansos pemerintah yang mengakibatkan kerugian negara hingga 6,9 triliun rupiah. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2021 menyebut kesalahan penyaluran bansos terjadi pada Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial tunai (BST).

bantuan sosial idealnya diberikan untuk mengatasi berbagai risiko sosial baik dari aspek rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, dan penanggulangan kemiskinan.

Dengan demikian, program bantuan sosial ini diperuntukkan misalnya untuk masyarakat rentan dan masyarakat terdampak bencana. Persoalan pada penyaluran yang salah sasaran membuat kebijakan bantuan sosial menjadi kurang efektif.

Kebocoran sedikit saja dalam bantuan sosial memiliki dampak yang besar bagi kemanusiaan. Kendati hanya sekitar 3% (Rp.10.000/paket bansos) jika dikalikan dengan total nilai bantuan yang besar tentu akan memberikan nominal kebocoran tidak bisa dibilang kecil. Hal ini yang terjadi pada dugaan korupsi dana bansos di Jabodetabek yang menimpa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebesar Rp17 Miliar 

Permasalahan penyaluran bansos di Indonesia memang masih menjadi isu yang belum memiliki solusi tepat. Ketidaktepatsasaran selalu terjadi di tengah penyaluran bansos di Indonesia, baik sebelum pandemi maupun ketika pandemi.

Faktanya di sebuah desa terpencil telah dibagikan dana bantuan tersebut hanya berupa beras 25 kg. Serta  bantuan  lainnya yang dibagikan secara tidak merata, banyak masyarakat kecil yang mengeluh merasa terkucilkan oleh pemerintahnya mereka merasa tidak diperhatikan. Namun tidak sedikit oknum-oknum  yang melakukan sunat dalam anggaran sehingga penerima tidak menerima bantuan dalam jumlah utuh. Adanya kesepakatan pemotongan bantuan  dana desa dari bantuan berupa uang tunai menjadi sembako dengan oknum aparat desa melalui rembuk desa.

Catatan Penanganan Laporan Bansos

Aduan yang masuk itu sebagian besar terkait penerima bansos yang tidak sesuai kriteria. Masyarakat meminta pemerintah memperbaiki sistem distribusi sehingga bansos akan diterima oleh orang yang memang benar-benar layak menerima. Dengan kata lain, bansos yang disalurkan pemerintah itu tepat sasaran.

Disebutkan dalam Pasal 11 Peraturan Ombudsman Nomor 48 Tahun 2020, tidak tepatnya penyaluran bansos temasuk maladministrasi dalam kategori penyimpangan prosedur, yakni penyelenggaraan layanan publik yang tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan. Selain itu, terdapat juga potensi permasalahan maladministrasi lainnya yaitu terlambatnya masyarakat mendapatkan bansos. Tentu hal tersebut juga masuk ke dalam kategori penundaan berlarut-larut yang merupakan perbuatan mengulur waktu penyelesaian layanan atau memberikan layanan melebihi baku mutu waktu dari janji layanan.

Kemudian yang lebih parah lagi, ditemukan juga persoalan lain, seperti adanya potongan dana bansos yang dilakukan oleh oknum aparat kewilayahan setempat, dengan dalih pengganti ongkos. Ada juga sebutan uang lelah karena membantu menginventarisasi data penerima bansos. Persoalan tersebut, tentu saja masuk ke dalam kategori maladministrasi permintaan imbalan, yaitu permintaan imbalan dalam bentuk, uang, jasa maupun barang secara melawan hukum atas jasa layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Meskipun nominal pemotongan dana bansos tidak besar,  yakni rata-rata berkisara Rp50.000,00 - Rp100.000,00,  tapi jika dihitung dengan jumlah penerima, maka uang yang didapat itu jumlahnya sangat signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun