Aduan yang masuk itu sebagian besar terkait penerima bansos yang tidak sesuai kriteria. Masyarakat meminta pemerintah memperbaiki sistem distribusi sehingga bansos akan diterima oleh orang yang memang benar-benar layak menerima. Dengan kata lain, bansos yang disalurkan pemerintah itu tepat sasaran.
Disebutkan dalam Pasal 11 Peraturan Ombudsman Nomor 48 Tahun 2020, tidak tepatnya penyaluran bansos temasuk maladministrasi dalam kategori penyimpangan prosedur, yakni penyelenggaraan layanan publik yang tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan. Selain itu, terdapat juga potensi permasalahan maladministrasi lainnya yaitu terlambatnya masyarakat mendapatkan bansos. Tentu hal tersebut juga masuk ke dalam kategori penundaan berlarut-larut yang merupakan perbuatan mengulur waktu penyelesaian layanan atau memberikan layanan melebihi baku mutu waktu dari janji layanan.
Kemudian yang lebih parah lagi, ditemukan juga persoalan lain, seperti adanya potongan dana bansos yang dilakukan oleh oknum aparat kewilayahan setempat, dengan dalih pengganti ongkos. Ada juga sebutan uang lelah karena membantu menginventarisasi data penerima bansos. Persoalan tersebut, tentu saja masuk ke dalam kategori maladministrasi permintaan imbalan, yaitu permintaan imbalan dalam bentuk, uang, jasa maupun barang secara melawan hukum atas jasa layanan yang diberikan kepada pengguna layanan. Meskipun nominal pemotongan dana bansos tidak besar, Â yakni rata-rata berkisara Rp50.000,00 - Rp100.000,00, Â tapi jika dihitung dengan jumlah penerima, maka uang yang didapat itu jumlahnya sangat signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H