Mohon tunggu...
Tegar Bramantya
Tegar Bramantya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

An International Relations student who is trying to delve deeper into social activity and relation. Currently have an interest in Diplomacy Economy, Language, Culture, and data field. Also loves to try and learn new things.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bangkitnya Taliban dan Politik Gender Apartheid

10 Juni 2022   14:52 Diperbarui: 10 Juni 2022   15:01 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di beberapa distrik, beberapa permintaan untuk Pendidikan, telah meyakinkan atau memaksa otoritas Taliban untuk mengambil pendekatan yang lebih fleksibel dan perempuan juga diharuskan berpergian harus selalu ditemani oleh seorang laki-laki. 

Sistem baru yang diterapkan oleh Taliban sangatlah memarginalisasikan Perempuan. Tidak hanya Kenyataan yang ada tidak memberikan suatu hal yang memberikan kenyamanan dan keamanan terhadap perempuan Afghanistan.

Beberapa pernyataan yang telah dikeluarkan ke public, dapat dilihat bahwa Taliban mencoba untuk menegakan beberapa prinsip mereka, yaitu mengurangi peran aktif perempuan dalam melakan kontribusinya di berbagai bidang penting. 

Melalui penguatannya sistem masyarakat yang berbasis gender, memberikan gambaran bahwa Wanita merupakan sumber yang penting untuk mengandung dan mereproduksi batasana negara dan oleh karena itu badan mereka menjadi medium terjadinya nation-building process. Selanjutnya, hal ini menggambarkan bahwa Taliban memiliki hak yang mutlak, untuk menentukan siapa yang boleh ikut berpolitik dan siapa yang tidak. 

Bagi perempuan yang tinggal di Afghanistan, mereka harus mematuhi berbagai aturan yang diresmikan oleh Taliban, jika memang ingin hidup. Hal ini membangun gambaran perempuan, sebagai gender yang membutuhkan perawatan, rasa hormat dan perlindungan dan sekaligus mendefinisikan bahwa maskulinitas sebagai pelindung perempuan. 

Figurisasi ini kemudian membantu menempa negara, dan pada perluasan kekuasaan Taliban, sebagai pemimpin yang memiliki otoritas mutlak atas para perempuan di negara mereka.

Berdasarkan konsep-konsep ini, bisa di argumentasikan bahwa pernyataan dan perilaku mereka pada titik ini, ialah bertujuan untuk membentuk, menanamkan, dan merepresentasikan identitas perempuan Afghanistan di dalam kontestasi politik sebagai sebuah cara untuk memberikan perbedaan dan mempromosikan Batasan-batasan prinsip yang diemban Taliban, dengan prinsip negara-negara barat. 

Bukan hanya akar dari nationalnya saja yang akan diubah akan tetapi juga tubuh perempuan akan diatur dan digunakan sebagai simbol nasional untuk merumuskan identitas nasional baru untuk "Islamic Emirates Afghanistan." Akhirnya, dalam proses ini, Islam juga akan digunakan sebagai senjata biopolitik untuk mendapatkan legitimasi dan kesetiaan subjek politiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun