Mohon tunggu...
TEGUH HARIYANTO
TEGUH HARIYANTO Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Kharisma Sukabumi

Teguh Hariyanto, M.Pd., adalah seorang akademisi dan penulis yang tengah menempuh pendidikan S3 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dengan keahlian di bidang pendidikan, ia aktif melakukan penelitian untuk mengembangkan teori dan praktik pendidikan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Selain mengajar dan meneliti, Teguh juga memiliki hobi menulis, dan karyanya sering dipublikasikan di berbagai media. Ia juga merupakan pembicara yang sering diundang di seminar-seminar akademik, di mana ia berbagi wawasan tentang pendidikan, pengembangan sumber daya manusia, dan inovasi di dunia pendidikan. Sebagai seorang pendidik, ia berkomitmen untuk terus memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Faktor Psikologi dalam Pengambilan Keputusan

13 Desember 2024   19:44 Diperbarui: 14 Desember 2024   16:09 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. H. Mulyawan Safwandy Nugraha, M.Ag., M.Pd (sumber: dokumen pribadi)


Oleh:
Dr. H. Mulyawan Safwandy Nugraha, M.Ag., M.Pd
Direktur Research and Literacy Institute (RLI)
Dosen Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Psikologi memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan organisasi. Berbagai aspek psikologis dapat memengaruhi cara individu maupun kelompok menentukan pilihan. Hal ini mencakup faktor-faktor seperti kognisi, emosi, kepribadian, serta dinamika kelompok, yang masing-masing memberikan pengaruh tersendiri terhadap kualitas keputusan yang diambil.

Faktor kognitif, misalnya, sangat memengaruhi pengambilan keputusan. Banyak individu yang menggunakan pola pikir praktis atau heuristik sebagai cara untuk menyederhanakan proses ini. Meski efektif, pendekatan ini sering kali terjebak pada bias kognitif, seperti bias konfirmasi (confirmation bias) atau bias jangkar (anchoring bias), yang dapat mengarahkan pada keputusan kurang optimal.

Di samping itu, kapasitas kognitif seseorang juga membatasi seberapa banyak informasi yang mampu mereka proses. Ketika dihadapkan pada informasi yang terlalu banyak, kecenderungan alami adalah memilih data yang paling mudah diingat. Akibatnya, keputusan sering kali tidak didasarkan pada keseluruhan informasi yang relevan, sehingga kurang akurat.

Aspek emosional juga memberikan dampak yang signifikan. Perasaan positif, seperti antusiasme, sering kali mendorong pengambilan keputusan yang cepat. Sebaliknya, emosi negatif seperti rasa cemas dapat menghambat proses tersebut. Dalam situasi tertentu, emosi dapat menjadi pendorong maupun penghalang, tergantung pada konteksnya.

Tekanan waktu dan stres menjadi faktor tambahan yang memengaruhi cara seseorang mengambil keputusan. Dalam kondisi tertekan, individu cenderung memilih solusi yang lebih sederhana atau intuitif. Meski efektif dalam beberapa kasus, pendekatan ini kerap mengabaikan analisis mendalam sehingga risiko kesalahan meningkat.

Kepribadian juga memainkan peran penting. Seseorang yang cenderung perfeksionis biasanya memerlukan waktu lebih lama untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Sebaliknya, individu yang percaya diri dan berorientasi pada tindakan cenderung lebih cepat membuat keputusan. Karakteristik ini tentunya berpengaruh pada kecepatan sekaligus kualitas keputusan.

Pengalaman dan tingkat kompetensi seseorang juga tidak kalah penting. Mereka yang lebih berpengalaman biasanya memiliki pendekatan yang lebih terstruktur dan cenderung mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Sebaliknya, individu dengan pengalaman terbatas lebih sering mengandalkan intuisi.

Dalam konteks organisasi, dinamika kelompok juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh. Tekanan untuk mencapai konsensus dalam sebuah kelompok bisa saja menghambat munculnya ide-ide baru. Fenomena seperti groupthink sering terjadi pada kelompok yang sangat terstruktur, yang akhirnya dapat mengurangi kreativitas serta inovasi.

Pemimpin kelompok memiliki tanggung jawab besar dalam menentukan arah pengambilan keputusan. Pemimpin yang inklusif biasanya mendorong diskusi sehat dan partisipasi aktif anggota tim. Sebaliknya, gaya kepemimpinan otoriter cenderung lebih cepat dalam mengambil keputusan tetapi kerap mengabaikan masukan yang berharga. Dengan demikian, gaya kepemimpinan sangat memengaruhi dinamika psikologis dalam kelompok.

Budaya organisasi pun menjadi kerangka psikologis yang penting. Organisasi dengan budaya terbuka memungkinkan terjadinya diskusi dan eksplorasi mendalam. Sebaliknya, budaya yang kaku cenderung membatasi fleksibilitas dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang dianut organisasi sering kali tercermin dalam budaya ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun