Mohon tunggu...
Alkindus
Alkindus Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - wargabuana (cosmopolitan)

∀x (x ∈ ∅ ⇔ x ≠ x)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membaca Epistemologi Barat (Kant-Frege) melalui Dalil Burhan dalam Ilmu Mantiq

30 November 2024   09:08 Diperbarui: 2 Desember 2024   16:52 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Justified True Believe (Sumber: https://www.learnreligions.com/what-is-epistemology-250526)

Demikianlah perbedaan perspektif antara epistemologi Islam (masysyâ’î) dengan epistemologi Barat (Kant-Frege). Apa yang disebut intuitif (raum und zeit) dalam epistemologi Barat hanyalah ilusi (wahm) bagi epistemologi Islam, sedangkan apa yang disebut dalam epistemologi Islam sebagai nazhariyyât (al-wâjib al-wujûd wa al-sabab al-awwal), yang meskipun dapat diperkuat dengan alasan aksiomatis (dharûrî) sekalipun, seperti dalam putusan awwaliyyât (al-wujûd mawjûd) ataupun dalam putusan masyhûrât tertentu (imtinâ‘ al-tasalsul), tanpa keterlibatan ruang-waktu intuitif tetap saja hanyalah imajinasi (einbildung) bagi epistemologi Barat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena perbedaan latar belakang filosofis masing-masing. Epistemologi Islam yang ditawarkan oleh filsafat Peripatetik (hikmah masysyâ’î) berupaya menjadikan keberadaan (wujûd) sebagai ekstensi (mishdâq) dari subjek (maudhû‘) yang singular (syakhshî) dan nyata (ashâlah) sehingga membedakannya dari keapaan (mâhiyyah) yang terdiri dari substansi (jawhar) dan aksidensi (‘aradh) sebagai komprehensi (mafhûm) dari predikat (mahmûl) yang universal (kullî) dan semu (i‘tibârî). Sementara epistemologi Barat yang ditawarkan Kant-Frege berupaya untuk mencari syarat-syarat a priori dari pengetahuan terutama pengalaman objektif (erfahrung) yang terdiri dari; intuisi (anschauung) sebagai forma bagi penampakan (erscheinung) berupa titik dalam ruang dan bilangan dalam waktu yang sesuai dengan referensi materialnya, dan konsepsi (begriff) sebagai kategori intelek (verstand) yang membutuhkan intuisi dalam penerapannya, sehingga pencaharian ini pada akhirnya mengantarkan kita kepada pemisahan ontologis antara fenomena sebagai “sesuatu yang nampak padaku” (das ding für mich) dengan nomena sebagai “sesuatu pada dirinya sendiri” (das ding an sich).

Jika dalam epistemologi Islam (masysyâ’î), konsepsi (tashawwur) dibedakan dari konfirmasi (tashdîq) dari segi kemampuannya dapat dinilai (benar atau salah), maka dalam epistemologi Barat (Kant-Frege),  konsepsi (begriff) perlu dibedakan dari imajinasi (einbildung) dari segi kemampuannya dapat menjadi konfirmasi (urteil) yang dapat dinilai (benar atau salah). Sebagaimana pernyataan terkenal (masyhûrât) dari epistemologi Kant-Frege, bahwa kemampuan untuk memutuskan suatu penilaian (Urteilskraft: to judge/tashdîq) pada gilirannya adalah suatu kemampuan untuk menggagaskan kerangka nilai dalam memutuskan suatu penilaian (Erkenntniskraft: to shape/tashawwur). Demikianlah dalam epistemologi Barat (Kant-Frege), konsepsi (tashawwur) tidaklah terlalu dibedakan dari konfirmasi (tashdîq).

 

Meskipun demikian epistemologi Barat sangat menekankan perbedaan antara konsepsi (tashawwur) dengan imajinasi (takhayyul). Dalam epistemologi Barat (Kant-Frege), tashawwur (konsepsi) yang disebut erkenntnis (kognisi) atau begriff (konsepsi) merupakan Pikiran (Gedanken) itu sendiri sebagai proses kognitif melalui konsep (das Erkenntnis durch Begriffe), sementara Putusan (Urteilen) sebagai konfirmasi (tashdîq) itu sendiri merupakan pengetahuan tak langsung terhadap suatu objek (die mittelbare Erkenntniss eines Gegenstandes) atau representasi dari representasi atas objek (die Vorstellung einer Vorstellung desselben). Jika pikiran adalah representasi atas objek berupa gejala mental, maka putusan adalah representasi dari representasi atas objek sebagai ranah formal yang memastikan hubungan antara representasi mental dengan referensi materialnya. Karena itu selama tidak adanya konfirmasi (tashdîq/urteilen), maka konsepsi -pun (tashawwur/gedanken) tidak mungkin. Maka dari itu pengertian ilmu Mantiq mengenai konsepsi (tashawwur) sebagai gambaran (shûrah) terbebas dari segala macam penilaian (benar-salah) bagi epistemologi Barat hal itu hanyalah kemampuan imajinasi (Einbildungskraft: to image/takhayyul), karena yang tidak dapat ditentukan nilainya dengan ketidakjelasan (vagueness) objeknya itulah yang imajinatif (khayâl). Jadi pembedaan epistemologi Barat (Kant-Frege) antara konsepsi (tashawwur) dengan imajinasi (takhayyul) sangat krusial dalam menegaskan garis demarkasi antara logos dan mitos.

Referensi

¹ Muhammad Reza Muzaffar. Al-Manthiq. Beirut: Dâr al-Ta‘âruf lî-al-Mathbû‘ât, 1985.

² Mahmud Muntazeri Muqaddam. Pelajaran Mantiq: Perkenalan Dasar-Dasar Logika Muslim. Yogyakarta: Rausyanfikr Institute, 2014.

³ https://darsgoftar.net/book/view/4/4/11/326, yang diakses pada 26/11/2014.

⁴ Immanuel Kant. Kritik der reinen Vernunft. Leipzig: Der Philosophischen Bibliothek Band 37. Verlag von Felix Meiner, 1919.

  • Immanuel Kant. Critique of Pure Reason. Cambridge: Cambridge University Press. Translated and Edited by Paul Guyer & Allen W. Wood, I998.

⁵ Pieranna Garavaso and Nicla Vassallo. Frege on Thinking and Its Epistemic Significance. London: Lexington Books, 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun