Pasca-reformasi, elite ekonomi di Indonesia, khususnya di daerah seperti Pamekasan-Madura, berusaha mengukuhkan kekuasaan mereka dengan berpartisipasi dalam partai politik. Mereka menduduki posisi strategis di pemerintahan, baik di tingkat desa maupun kabupaten/kota. Keterlibatan ini memungkinkan mereka untuk memengaruhi kebijakan publik dan mendapatkan keuntungan ekonomi melalui relasi dengan birokrasi lokal. Elite ekonomi tidak hanya mengandalkan kekayaan material (economic capital), tetapi juga memanfaatkan modal sosial (social capital) dan modal budaya (cultural capital) untuk memperkuat pengaruh mereka. Misalnya, seorang pengusaha yang juga memiliki status sosial tinggi (seperti predikat haji) dapat meningkatkan legitimasi dan pengaruhnya di masyarakat Teori elit juga menekankan bahwa kekuasaan sering terpusat pada sekelompok kecil individu yang memiliki kontrol atas sumber daya ekonomi dan politik. Di Indonesia, hal ini terlihat dari munculnya dinasti politik lokal yang menguasai sumber daya daerah, menciptakan ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan dan kesempatan Hal ini menunjukkan bagaimana elite ekonomi dapat memanipulasi kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri. Dinamika kekuasaan juga melibatkan interaksi antara berbagai kelompok elite, seperti pengusaha, politisi, dan tokoh masyarakat. Mereka sering kali bekerja sama atau bersaing untuk mendapatkan posisi kekuasaan yang lebih besar, menciptakan jaringan yang kompleks dalam pengambilan keputusan politik.
3. Pengaruh Terhadap Srtuktur Sosial
  Â
  Perkembangan ekonomi di Indonesia, terutama dalam sektor industri dan jasa, telah menciptakan peluang baru yang meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini berkontribusi pada mobilitas sosial, di mana individu dari latar belakang ekonomi rendah mulai memiliki akses lebih baik terhadap pendidikan dan pekerjaan. Namun, manfaat pertumbuhan ekonomi ini tidak merata, dan hanya sebagian kelompok masyarakat yang dapat merasakannya secara signifikan. Data menunjukkan bahwa kekayaan di Indonesia sangat terkonsentrasi pada sekelompok kecil individu. Menurut laporan Oxfam, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 40% total kekayaan nasional. Ketidaksetaraan ini menciptakan jurang sosial yang lebar antara kelas atas dan kelas bawah, memicu ketegangan sosial di berbagai daerah.
 Â
  Di daerah seperti Pamekasan-Madura, elite ekonomi tidak hanya berperan sebagai pengusaha tetapi juga terlibat dalam politik lokal. Mereka sering kali berkolaborasi dengan elit politik untuk memperkuat posisi mereka dalam struktur kekuasaan. Hal ini terlihat dari partisipasi elite ekonomi dalam partai politik untuk menduduki posisi strategis di pemerintahan, baik di tingkat desa maupun kabupaten/kota, Perubahan ini menggeser kekuasaan dari tokoh tradisional seperti kiai kepada elit ekonomi yang lebih modern. Perkembangan ekonomi juga mendorong urbanisasi, dengan banyak penduduk berpindah dari desa ke kota untuk mencari peluang kerja yang lebih baik. Urbanisasi ini mengubah nilai-nilai sosial dari kolektivisme menuju individualisme, yang dapat mengurangi solidaritas sosial di masyarakat. seperti di kota-kota besar seperti Jakarta, perbedaan gaya hidup antara warga kota dan desa semakin mencolok. Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah sering kali lebih menguntungkan bagi kelompok elit daripada masyarakat umum. Misalnya, insentif pajak dan regulasi perdagangan sering kali dirancang untuk mendukung bisnis besar, sementara usaha kecil dan menengah (UKM) menghadapi tantangan yang lebih besar untuk bersaing. Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam akses terhadap sumber daya ekonomi.
 Â
  Berikut adalah tabel yang menyajikan data tentang pengaruh ekonomi elit terhadap struktur sosial di Indonesia. Tabel ini mencakup beberapa aspek penting, termasuk konsentrasi kekayaan, pertumbuhan kelas menengah, urbanisasi, dan dampak kebijakan ekonomi.
Â
Aspek
Data