Mohon tunggu...
Sigit Santoso
Sigit Santoso Mohon Tunggu... Administrasi - Peduli bangsa itu wajib

fair play, suka belajar dan berbagi pengalaman http://fixshine.wordpress.com https://www.facebook.com/coretansigit/

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengapa Efikasi 65,3% Sudah Sah Indonesia Divaksin?

12 Januari 2021   09:02 Diperbarui: 12 Januari 2021   23:54 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala BPOM sahkan penggunaan vaksin CoronaVac di Indonesia (tayangan kompas TV Live)

Ketika efikasi vaksin CoronaVac diperoleh data 65,3%. Ini sudah melewati jauh standard WHO yang hanya 50%.  Tentu BPOM segera menetapkan bahwa Indonesia siap mulai divaksin. Setelah sebelumnya MUI sendiri memberikan fatwa halal.

Dengan dimulai Presiden Joko Widodo sendiri, dikomandoi MenKes barunya vaksin Sinovac, yang menggunakan teknisi virus yang telah dimatikan ini akan menjadi pasukan vaksin pertama yang akan membasmi virus Corona. Namun jika ada yang masih bingung dengan hasil efikasi 65,3 % dan mengapa tidak 90% lebih misalnya jawabannya adalah populasi.

Dijelaskan oleh kepala BPOM Penny Lukito dari hasil uji klinis Bandung, setelah 14 hari anti bodi terbentuk 99,74% dan setelah 3 masih bertahan 99,23%. Ini jelas hasil yang memuaskan.

Sehingga ada 2 tema disini
1. Vaksin yang bekerja di tubuh, jelas ampuh karena bisa membentuk antibodi
2. Vaksin yang bekerja di populasi inilah efikasi. Standarnya harus ikut WHO.

Karena soal populasi bisa berbeda-beda . Seperti Turki yang 20%nya tenaga medis, Brazil dan Indonesia hampir mirip karena langsung menguji populasi umum. Mudahnya, populasi umum adalah populasi paling liar apalagi dalam random penularan.

Bayangkan jika vaksin diuji di komunitas yang kelompok beresiko tingginya besar ya efikasi tinggi itu mudah, karena yang hanya mendapat placebo tentu tetap kena virus jauh lebih banyak.

Namun jika diuji di populasi yang normal karena sulit mendapatkan jumlah relawan dalam jumlah besar. Mencapai 50% itu sangat sulit. Tau kan ? mau divaksin aja nunggu presiden duluan.

Sehingga tingkat efikasi itu terkait dengan tingkat penularan. Artinya meskipun di vaksin ya tetap bisa tertular. Ini fakta yang harus diwaspadai.

Vaksin hanya membantu memberi tambahan pasukan yang berlipat ganda agat ketika vaksin menulari tubuh siap dan mampu menyembuhkan diri dengan antibodi.

Artinya virus itu akan lenyap jika :
1. Ruang geraknya terbatasi
2. Ketika masuk ke manusia dihajar vaksin

Sehingga target selanjut fatality rate alias tingkat kematian itu bisa ditekan serendah-rendahnya. Lalu kita bisa kembali kehidupan normal makmur kembali.

Tercatat 29 negara kawasan eropa, amerika, dan timur tengah sudah mulai program vaksinnya sejak awal Desember 2020. Di kawasan Asia Tenggara baru Singapura yang memulainya akhir Desember tahun lalu. Jika Indonesia resmi memulainya hari ini 13/1/2021 maka adalah tanda kebangkitan bangsa. Ekonomi akan kembali bergairah. Karena optimisme akan makin menguat dengan adanya harapan yang dibuktikan dengan fakta. 

Bagaimana pada para penolak vaksin ? Memang tak bisa dinafikkan selalu ada saja. Kalau sudah masalah keyakinan itu memang repot, karena selalu dibantah dengan denial. Disodorkan data yang valid pun tetap akan dibantah dengan cara apapun asal bisa bantah. Hanya menghabiskan energi sih. Namun perlu direnungkan hal-hal seperti ini :

- Kalau mau menolak vaksin, apakah harus kena sakit dulu baru kebal ?

- Kalau mau menolak vaksin, apakah mau meresikokan keluarga dan orang-orang tercinta ?

- Kalaupun sekarang dan nanti aman sebenarnya dia dilindungi oleh orang-orang yang sudah divaksin ini nantinya ?

Ada kewajiban sosial, bahkan kini kita bersama memasukin fase bersama pasukan besar membasmi virus Covid19, dengan membatasi pergerakan virus itu di tubuh manusia, setelah kemarin kita perangi dengan 3M.

Tidak ada alasan menolak vaksin. Kecuali mereka yang memang tak ingin berkontribusi untuk kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun