Sebenarnya juga agak ganjil, karena jika menilik sejarah. Kalau Indonesia tidak bernafsu pada Timor Timur ya tidak ada perang. Salah satu noda HAM perang Indonesia juga pada sejarah Timor Timur. Â
Adagium itu cocok ketika Perang habis-habisan hampir terjadi saat Sukarno mengumandangkan Komando Dwikora merebut Papua Barat dari Belanda.Â
Indonesia mempunyai armada perang terkuat dengan supply dari USSR untuk menghadapi Belanda. Kekuatan itulah yang menggetarkan sehingga memaksa JFK memanggil sekutunya Belanda agar mau berunding untuk pelepasan Irian Barat di tahun 1963. Namun pelajaran besarnya, membangun angkatan perang sebesar itu melemahkan Indonesia secara ekonomi, yang akhirnya memicu kejatuhan Sukarno sendiri.
Sehingga ironis, yang dilontarkan Prabowo adalah meminta anggaran besar untuk militer tapi tanpa utang. Bagaimana caranya ? Dijawab pilih dia sebagai presiden dulu. Memilih kucing dalam karung.
Sementara Jokowi sudah jauh memberi bukti bahwa soal politik bebas aktif, Indonesia membawa modal riil sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar.Â
Indonesia bisa tegas mendukung kedaulatan Palestina, presidennya tetap gagah berani ke Afganishtan walaupun ditengah teror bom dimana-mana, dan terakhir disebut jelas bahwa Indonesialah yang ditunjuk PBB memantau dan diberi priviledge hadir dalam  penanganan pengungsi di Rakhine State.
Disebut hanya nice guy ? Bahkan untuk menjadi nice guy yang dipercaya seantero dunia dengan segala keterbatasan hanya Jokowi saat ini presidennya yang bisa.
Anggaran pertahanan minim bisa jadi, tapi apakah tak melihat data bahwa prosentasenya terus naik drastis dari tahun ke tahun ?