Mohon tunggu...
Fitri Yulianti
Fitri Yulianti Mohon Tunggu... Lainnya - NIM 55522120028- Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

NIM 55522120028-Mahasiswa Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 5 - Diskursus Struktur Fabula dan Plot Kebijakan Pemeriksaan

2 Mei 2024   00:02 Diperbarui: 2 Mei 2024   00:03 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pribadi
Pribadi

Kepatuhan Wajib Pajak adalah kemauan dan kesadaran Wajib Pajak untuk memenuhi segala kewajiban perpajakannya. Kepatuhan ada dua macam yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 

Kepatuhan material adalah suatu keadaaan dimana wajib pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Ketidakpatuhan pajak dapat dibedakan menjadi penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Kedua aktivitas ini berbeda dari segi legalitasnya. Penghindaran pajak merupakan usaha mengurangi kewajiban pajak dengan menggunakan aturan pajak yang ada, sedangkan penggelapan pajak merupakan pelanggaran terhadap aturan pajak. Untuk mengurangi perilaku penghindaran pajak, pembuat kebijakan dapat menggunakan hukum dengan menjadikan modus penghindaran pajak sebagai suatu yang ilegal sehingga upaya penegakan hukum (legal enforcement) dapat digunakan.

Dengan Sistem pemungutan pajak self assessment memungkinkan adanya potensi wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar baik akibat disengaja, kelalaian, pengetahuan perpajakan yang kurang dan ketidakpatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga DJP memerlukan pengujian kepatuhan WP melalui fungsi pengawasan dalam bentuk pemeriksaan.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/ atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 

Tujuan utama pemeriksaan pajak adalah untuk meningkatkan kepatuhan (tax compliance), melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement), sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan adalah untuk mencari adanya: 1) Interprestasi undang-undang yang tidak benar, 2) Kesalahan hitung, 3) Penggelapan secara khusus dari penghasilan, 4) Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan

Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak (single tax atau all taxes), baik untuk satu atau beberapa tahun masa pajak.

Dalam mekanisme pemeriksaan pajak, diatur juga tentang norma pemeriksaan, hak dan kewajiban wajib pajak serta wewenang dan kewajiban pemeriksa selama dalam pemeriksaan. DJP juga mengatur tentang pedoman pemeriksaan pajak agar pemeriksaan dapat dilaksanakan secara profesional oleh petugas pemeriksa pajak. Dengan Pemeriksaan diharapkan dapat membuat wajib pajak menjadi sadar dan patuh atas kewajiban perpajakannya.

Berdasarkan PMK 17 Tahun 2013, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan, yang meliputi meliputi

  • Standar umum Pemeriksaan
  • Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak
  • Standar pelaksanaan Pemeriksaan
  • Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama;
  • Standar pelaporan hasil Pemeriksaan
  • LHP (Laporan hasil Pemeriksaan) disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:

  • Jangka waktu pengujian
  • Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.

Prosedur pemeriksaan yang dilakukan diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) oleh pejabat berwenang dan berakhir dengan disetujuinya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Sebelum melakukan pemeriksaan, diawali dengan pembentukan tim pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh DJP yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Setelah itu supervisor membuat rencana pemeriksaan, setelah rencana pemeriksaan disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) maka Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) diterbitkan. 

Dimana SP2 merupakan kegiatan pemeriksaan yang disampaikan atau diperlihatkan oleh tim pemeriksa pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan untuk memenuhi hak Wajib Pajak yang akan diperiksa.

LHP selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). SKP adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekuranggan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Semua proses pemeriksaan yang dilaksanakan oleh tim pemeriksa dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) & peraturan perpajakan yang berlaku terkait dengan pemeriksaan dan sesuai dengan tujuan pemeriksaan itu sendiri

Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus memenuhi etika yang relevan. Prinsip dasar dari etika adalah integritas, objektivitas, kompetensi, perilaku profesional dan independensi. Independensi meningkatkan kemampuan pemeriksa dalam menjaga integritas, bertindak secara objektif, dan mempertahankan sikap skeptisme. Dengan memegang teguh prinsip etika, pemeriksa dapat memastikan bahwa pemeriksaan pajak dilakukan dengan integritas, objektivitas, dan profesionalisme yang tinggi.

Pemeriksa harus bersikap terbuka dan jujur dalam melakukan pemerikaan, tidak menutup-nutupi atau menyembunyikan informasi penting, dan memberikan hasil pemeriksaan audit yang akurat dan transparan. Pemeriksa harus tetap objektif dalam penilaian mereka, tidak membiarkan faktor subjektif mempengaruhi keputusan mereka, dan memberikan kesimpulan yang berdasarkan fakta dan bukti yang obyektif serta hasil yang memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat didalamnya.

Tantangan yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak salah satunya adalah sumber daya yang terbatas jika jumlah wajib pajak yang perlu diperiksa bisa jauh melebihi kapasitas sumber daya dan sistem permeriksaan yang tersedia. Dengan sumber daya yang terbatas, dapat menyebabkan proses pemeriksaan tidak efektif dalam menganalisis data dan mendeteksi pelanggaran pajak, sehingga dapat menyebabkan kehilangan potensi penerimaan pajak yang signifikan dari pelanggaran pajak yang tidak terdeteksi.

Dalam proses pemeriksaan di perlukan interaksi yang baik antara pemeriksa dan terperiksa, interaksi tersebut dapat berupa sikap dan komunikasi yang terjalin baik antara auditor dan auditee. Dengan demikian antara auditor dan auditee akan mendapatkan kenyamanan dalam proses audit yang berlangsung dan meminimalisir risiko miss understanding dari kedua belah pihak. 

Dimana biasanya antara auditor dan auditee memiliki prespektif berbeda, sehingga dengan kenyamanan dalam berkomunikasi dan berinteraksi keduanya dapat menyepakati perspektif yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Sehingga pemecahan masalah bukan hanya Periode yang sedang diaudit, namun juga untuk periode-periode yang akan datang. 

Dari komunikasi dua arah yang terjalin baik, maka akan timbul komunikasi empatik antara auditor dan auditee, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi antara auditor dan auditee.

Dengan bukti yang objektif yang tidak dipengaruhi oleh pertimbangan pribadi atau kepentingan tertentu dan diikuti dengan pelaksanaan prosedur pemeriksaan yang transparan dan  memenuhi standar dan prosedur yang telah ditetapkan maka akan menghasilan laporan hasil pemeriksaan yang kredibel sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak

Dengan mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan memastikan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan hukum atau peraturan yang berlaku. Ini penting untuk menjaga keadilan dan memastikan bahwa hasil pemeriksaan memiliki kekuatan hukum yang kuat, yang dapat menegakkan kepatuhan pajak dan mendorong ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan pajak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun