Mohon tunggu...
Fitriyah
Fitriyah Mohon Tunggu... Freelancer - MAHASISWA

bekerja untuk tidak bekerja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Asasi Perempuan di Zaman Minim Kesetaraan Gender

19 Mei 2021   09:35 Diperbarui: 19 Mei 2021   09:44 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh : fitriyah

Harjosari, Doro, Pekalongan

Fitriezy93@gmail.com

Semakin berkembangnya zaman, kehidupan memang dirasa sudah semakin lebih baik, namun tidak memungkinkan adanya berbagai masalah yang timbul. Walaupun zaman sudah modern, namu wanita tetap saja mengalami berbagai masalah, terutama di dalam dunia pekerjaan. 

Sejak masa R.A. Kartini memperjuangkan hak wanita dalam memperoleh pendidikan yaitu bersekolah hingga saat ini " akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia bumiputra, kalau bukan oleh karena kami, tentu oleh orang lain kemerdekaan perempuan telah terbayang-bayang di udara, sudah ditakdirkan" (surat R.A. Kartini kepada temanya Zeehandle aar, 9 januari 1901). mudah kiranya untuk merasa puas dan bangga terhadap pencapaian kemajuan yang dapat dinikmati dalam perjuangan tersebut. Memang banyak hal yang telah diklaim oleh kaum wanita, namun juga tidak banyak hal  yang masih jauh dari kata ideal.

Pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Presentase jumlah pekerja wanita di Indonesia mencapai 50% lebih dibandingkan jumlah pekerja laki-laki. Pada sektor tertentu seperti jasa kemasyarakatan, jumlah pekerja perempuan hampir menyamai jumlah pekerja laki-laki. Perlunya perhatian pemerintah terhadap hak pekerja perempuan agar tidak mengalami diskriminasi dalam ruang lingkup kerja. Karena tidak memungkinkan adanya suatu kejadian yang melanggar hak pekerja wanita. 

Permasalahan spesifik berbasis gender masih dialamai oleh wanita dalam dunia kerja, tentu saja hal ini bukan berarti kaum pria sama sekali tidak mengalami hal pelik dalam dunia kerja. Namun sering kali isu yang dihadapi pegawai wanita dianggap sebagai suatu yang lazim. Seakan mau tidak mau resiko tersebut harus diterima, jika tidak mau menerima ya tidak usah menjadi pekerja. Sedangkan telah diketahui saat ini hampir semua wanita dewasa berperan aktif dalam berbagai profesi ataupun bidang tertentu. Jadi seharusnya ada perhatian lebih dari pemerintah mengenai isu tersebut.

Hak merupakan hal yang telah melekat pada diri manuisa sejak manusia itu berada dalam kandungan hingga akhir hayatnya. Dalam bermasyarakat, sudah sering dilakukan upaya untuk memenuhi Hak Asasi Manusia oleh setiap orangnya, oleh karena pemenuhan hak tersebut, mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak terhadap individu yang lain. 

Saat ini banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi, terutama terhadap perempuan. Kasus yang sering terjadi saat ini adalah kekerasan terhadap perempuan. dalam dunia kerja perempuan sering kali mendapatkan perilaku yang tidak lazim dan secara logika sudah melanggar HAM itu sendiri. 

Menurut pasal 1 UU No. 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. menurut pendapat Jan Materson (komisi HAM PBB), dalam teaching human rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddi Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manuisa, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.

Hak Asasi perempuan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, penegakan hak asasi perempuan merupakan penegakan Hak Asasi Manusia. Sesuai dengan komitmen internasional dalam Deklarasi PBB 1993 " maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga Negara (eksekutif, legislative, yudikatif) maupun partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan warga Negara secara perorangan mempunyai rasa tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan. 

Menurut pasal 1 No. 39 tahun 1999 "pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi ,menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dalam dunia kerja, wanita sering kali menemui dan mengalami permasalahan, masalah umum yang sering kali dialami ialah dalam peluang kerja, dimana saat wawancara kerja untuk wanita, terkadang muncul pertanyaan mengenai status berkeluarga atau rencana menikah dan mempunyai anak dalam waktu dekat. Pertanyaan ini muncul untuk menyaring pegawai wanita, karena perusahaan khawatir akan timbulnya konflik produktivitas saat terjadi kehamilan dan kewajiban membayarkan upah cuti hamil. 

Padahal sudah dijelaskan dalam UU No. 13 tahun 2013 pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan. Pekerja perempuan berhak atas istirahat 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, namun sepertinya peraturan ini tidak berdampak menyeluruh terhadap hak asasi perempuan dalam bekerja.

Selain masalah tersebut, muncul juga masalah kesenjangan gaji, dari data Qerja sendiri ada ketimpangan gaji antara pegawai wanita dan pria di Indonesia sebesar 12,36 %. Berbagai  faktor yang mempengaruhi hal ini adalah keengganan untuk melakukan negoisasi gaji hingga bias terhadap wanita yang sudah atau akan berkeluarga. 

Dilema berbusana juga menjadi salah satu masalah yang dialami wanita. banyak perusahaan lintas industri, dimana mewajibkan memakai pakaian atau aksesoris tertentu dengan peraturan spesifik seperti jenis sepatu yang dipakai, panjang rok, hingga warna lipstik yang dianggap pantas. Belum lagi rasa terbebani dilema terkait penampilan yang terlalu seksi. 

Pelecehanpun terkadang muncul dalam berbagai bentuk, studi menemukan wanita lebih rentan terkena pelcehan. Jika dibandingkan dengan pria yang lebih banyak menempati posisi superior di tempat kerja dan struktur sosial menyebabkan wanita mudah merasa terintimidasi. Lebih parahnya, terkadang kasus pelecehan tidak dilaporkan, karean korban merasa malu dan takut kehilangan pekerjaan atau alasan lainya.

Itu hanya sebagaian masalah yang ada dan sering dialami oleh pekerja wanita, namun belum adanya kesadaran menyeluruh dari masyarakat disekitar dunia kerja dalam pelanggaran hak asasi perempuan, walapun bisa ditemui beberapa perusahaan dimana sistem peraturanya sudah sesuai dengan Undang-Undang yang ada. 

Namun masih ditemui juga beberapa profesi pekerjaan yang dalam sistem kerjanya jelas melanggar HAM, seperti pekerjaan rumah tangga (PRT). Dengan kejadian gaji yang kecil dengan jam kerja tidak teratur, dilarang untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, tidak semua namun beberapa majikan melakukan PHK sepihak tanpa uang pesangon. Dalam hal ini RUU PRT sangat dibutuhkan untuk melindungi para pekerja rumah tangga.

Dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi perempuan, jika dilihat dari kondisi sekarang, tidak hanya cukup mengandalkan penegakan peraturan hukum, namun juga harus adanya kesadaran dari setiap diri dalam hidup bersosialisasi. 

Menumbuhkan kesadaran dalam diri sendiri yang seharusnya mejadi hal yang mudah, namun latar belakang hidup setiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi setiap pemikiranya dalam menjalani hidup. Sebelum semakin parahnya kehilangan kesadaran HAM, sebagai generasi muda harus menjadi pelopor dan contoh untuk lingkungan sekitar. Dengan menularkan rasa simpati dan empati, ikut bertindak dalam pelanggaran HAM disekiar. 

Dengan harapan masyarakt disekitar akan semakin sadar tentang pentingnya bertanggung jawab dan memenuhi Hak Asasi Manusia. Seperti yang dilakukan oleh ibu kita R.A. Kartini yang telah memperjuangkan hak asasi perempuan yang perjuanganya sampai saat ini masih harus kita lanjutkan.

"pada jaman manapun dan dalam bidang apapun, kaum pelopor selalu mengalami rintangan-rintangan hebat. Itu kami sudah tahu. Tetapi betapa nikmatnya memiliki suatu cita-cita. Suatu panggilan. Katakanlah kami orang-orang gila atau apa saja, tetapi kami tidak dapat berbuat lain. Kami tidak berhak untuk tinggal bodoh, bagaikan orang-orang yang tidak berarti. 

Keningratan membawa kewajiban ". Sebuah kalimat yang disampaikan oleh R.A. Kartini tentang para pelopor jaman, siapa pelopr jaman itu? ialah para generasi muda penerus bangsa. Dengan menjadi generasi muda yang kreatif, aktif , berpikir kritis dan berkontribusi terhadap perubahan hidup yang lebih baik. Diharapkan akan lahir pemikiran- pemikiran dan tindakan-tindakan baru yang lebih berani dalam penegakan hak asasi perempuan dari apa yang sudah R.A. Kartini lakukan dalam perubahan jaman yaitu emansipasi wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun