Mohon tunggu...
Fitriyah
Fitriyah Mohon Tunggu... Freelancer - MAHASISWA

bekerja untuk tidak bekerja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hak Asasi Perempuan di Zaman Minim Kesetaraan Gender

19 Mei 2021   09:35 Diperbarui: 19 Mei 2021   09:44 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut pasal 1 No. 39 tahun 1999 "pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi ,menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dalam dunia kerja, wanita sering kali menemui dan mengalami permasalahan, masalah umum yang sering kali dialami ialah dalam peluang kerja, dimana saat wawancara kerja untuk wanita, terkadang muncul pertanyaan mengenai status berkeluarga atau rencana menikah dan mempunyai anak dalam waktu dekat. Pertanyaan ini muncul untuk menyaring pegawai wanita, karena perusahaan khawatir akan timbulnya konflik produktivitas saat terjadi kehamilan dan kewajiban membayarkan upah cuti hamil. 

Padahal sudah dijelaskan dalam UU No. 13 tahun 2013 pasal 82 mengatur hak cuti hamil dan melahirkan bagi perempuan. Pekerja perempuan berhak atas istirahat 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, namun sepertinya peraturan ini tidak berdampak menyeluruh terhadap hak asasi perempuan dalam bekerja.

Selain masalah tersebut, muncul juga masalah kesenjangan gaji, dari data Qerja sendiri ada ketimpangan gaji antara pegawai wanita dan pria di Indonesia sebesar 12,36 %. Berbagai  faktor yang mempengaruhi hal ini adalah keengganan untuk melakukan negoisasi gaji hingga bias terhadap wanita yang sudah atau akan berkeluarga. 

Dilema berbusana juga menjadi salah satu masalah yang dialami wanita. banyak perusahaan lintas industri, dimana mewajibkan memakai pakaian atau aksesoris tertentu dengan peraturan spesifik seperti jenis sepatu yang dipakai, panjang rok, hingga warna lipstik yang dianggap pantas. Belum lagi rasa terbebani dilema terkait penampilan yang terlalu seksi. 

Pelecehanpun terkadang muncul dalam berbagai bentuk, studi menemukan wanita lebih rentan terkena pelcehan. Jika dibandingkan dengan pria yang lebih banyak menempati posisi superior di tempat kerja dan struktur sosial menyebabkan wanita mudah merasa terintimidasi. Lebih parahnya, terkadang kasus pelecehan tidak dilaporkan, karean korban merasa malu dan takut kehilangan pekerjaan atau alasan lainya.

Itu hanya sebagaian masalah yang ada dan sering dialami oleh pekerja wanita, namun belum adanya kesadaran menyeluruh dari masyarakat disekitar dunia kerja dalam pelanggaran hak asasi perempuan, walapun bisa ditemui beberapa perusahaan dimana sistem peraturanya sudah sesuai dengan Undang-Undang yang ada. 

Namun masih ditemui juga beberapa profesi pekerjaan yang dalam sistem kerjanya jelas melanggar HAM, seperti pekerjaan rumah tangga (PRT). Dengan kejadian gaji yang kecil dengan jam kerja tidak teratur, dilarang untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, tidak semua namun beberapa majikan melakukan PHK sepihak tanpa uang pesangon. Dalam hal ini RUU PRT sangat dibutuhkan untuk melindungi para pekerja rumah tangga.

Dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi perempuan, jika dilihat dari kondisi sekarang, tidak hanya cukup mengandalkan penegakan peraturan hukum, namun juga harus adanya kesadaran dari setiap diri dalam hidup bersosialisasi. 

Menumbuhkan kesadaran dalam diri sendiri yang seharusnya mejadi hal yang mudah, namun latar belakang hidup setiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi setiap pemikiranya dalam menjalani hidup. Sebelum semakin parahnya kehilangan kesadaran HAM, sebagai generasi muda harus menjadi pelopor dan contoh untuk lingkungan sekitar. Dengan menularkan rasa simpati dan empati, ikut bertindak dalam pelanggaran HAM disekiar. 

Dengan harapan masyarakt disekitar akan semakin sadar tentang pentingnya bertanggung jawab dan memenuhi Hak Asasi Manusia. Seperti yang dilakukan oleh ibu kita R.A. Kartini yang telah memperjuangkan hak asasi perempuan yang perjuanganya sampai saat ini masih harus kita lanjutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun