Oleh sebab itulah hanya kaum muslim yang diwajibkan membayar pajak dengan keyakinan bahwa pajak yang yang dikeluarkan untuk kemaslahatan umat dan kejayaan Islam sebagai ad-Dinul Haq, yang harusnya dibela dan dipertahankan sepanjang masa.Â
Karena pajak adalah kewajiban tambahan, maka jumlah yang dipungut harus diperhitungkan dengan zakat, kaum Muslim tidak boleh diberati dengan kewajiban berganda. Zakat yang dipungut harus dijadikan sebagai pengurang (kredit pajak) langsung, sehingga pajak yang harus dibayar kaum Muslim hanya tambahannya saja.
Aplikasi Zakat Dan Pajak Di Indonesia
Diskursus pengelolaan zakat di Indonesia dimulai pada tahun 1990an, dimana pengelolaan zakat secara profesional di Indonesia mulai dilakukan dengan diprakarsai oleh masyarakat sipil (civil society) yang ditandai dengan kemunculan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) bentukan swasta seperti Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat, Yayasan Dana Sosial Alfalah, Dompet Peduli Umat, dll. Sebelumnya, pengelolaan zakat dikelola secara sederhana, meskipun sudah ada Badan Amil Zakat, namun kinerjanya belum optimal.
Pada tahun 2011, setelah melalui berbagai proses yang panjang dan melelahkan, amandemen terhadap UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat selesai dilaksanakan. Berbagai kalangan menanggapi beragam tentang disahkannya UU No.23 Tahun 2011 Pengelolaan Zakat 2011.Â
Sebagian kalangan, terutama pemerintah dalam hal ini DPR dan Kementerian Agama optimis pengelolaan zakat kedepan akan mengalami perbaikan dengan hadirnya UU ini. Namun sebagian lain, terutama aktivis zakat, UU ini memiliki beberapa catatan, akan menghambat perkembangan dan kreatifitas OPZ, dalam hal ini LAZ yang selama ini memiliki peran penting dalam perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia.
Namun, di Indonesia, pelaksanaan sistem manajemen zakat belum berjalan dengan maksimal. Tidak maksimalnya pelaksanaan sistem tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: keterbatasan sumber daya manusia dan informasi yang belum terdistribusi secara maksimal baik kepada muzakki, mustahiq, maupun amil.Â
Dengan sudah dibuatnya standardisasi manajemen zakat, diharapkan OPZ akan meningkatkan kualitas pengelolaan zakat sehingga berdampak positif guna optimalisasi peran zakat.
Di Indonesia, seorang muzakki (wajib zakat) adalah juga wajib pajak. Jika diminta memprioritaskan, tentu saja umat Islam lebih rela membayar zakat dari pada pajak, karena lebih bersifat profan dan didorong oleh motivasi beragama dan kesadaran atas imannya. Islam  mengakui, pajak merupakan kewajiban setiap warganegara. Sebagai warga negara, seorang muslim wajib taat kepada pemerintah (ulil amri).
Permasalahannya apakah pajak yang diterapkan sekarang telah sesuai dengan ketentuan pajak secara syariah. Dualisme kewajiban pajak dan zakat tersebut telah dikompromikan dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, dengan mengakui zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Sayangnya, karena zakat hanya diakui sebagai biaya, maka dampak bagi kewajiban pajak masih relatif kecil, sehingga belum cukup efektif untuk meningkatkan pajak maupun zakat. Saat ini zakat baru ditetapkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) dan bukan sebagai pengurang langsung atas pajak. Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak" diharapkan dapat mendukung manajemen zakat dalam menjalankan fungsinya mengelola zakat di OPZ.