Mohon tunggu...
Fitri Radang
Fitri Radang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bahasa Indonesia Pada Masa Kolonial Dan Dampaknya Bagi Pendidikan Dasar

12 Januari 2025   18:48 Diperbarui: 12 Januari 2025   18:57 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pendidikan rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda di Surabaya terdiri dari Sekolah Rendah Eropa atau ELS (Europeesche Lagere School), Sekolah China Belanda atau HCS, dan Sekolah Rendah Eropa atau ELS (Europeesche Lagere School).ELS (Europeesche Lauere School), Sekolah Peralihan (Schalebchool) dan Sekolah Taman Kanak-Kanak (Frobeslsuchool). Pertama, ditujukan untuk anak-anak dari Eropa, Timur Asing, dan tokoh terkemuka. Ada enam ELS di Surahaya. Yang pertama didirikan pada tahun 1831 di daerah Sawahan dengan 42 murid dan tiga guru laki-laki. Yang kedua didirikan di Paneleh pada tahun 1849 dengan empat guru. Yang ketiga didirikan pada tahun 1856 dengan 198 murid. Yang keempat didirikan pada tahun 1859 di kompleks Perkebunan Laut (sekarang PT. PAL) dengan 20 murid dan 2 guru laki-laki. Pada tahun 1864, ELS kelima didirikan di Gedang Jongen Weezent Inritchting di Wezenstraat (sekarung Jl. Kebalen). Ada 197 siswa dan 4 guru (G. H. Von) .

 Kedua,HSC,sekolah Hollandsch Chineesche School pertama kali dibuka di surabaya pada tanggal 5 November 1903 oleh perkumpulan Ho Tjiong Hak Kwan, yang mendirikan sekolah dasar di daerah Keputran (pemukiman Etnis Tionghoa). Sekolah dasar ini terdiri dari 142 murid dan 6 guru (Ong Hing Aan, 1903), dan bahasa yang diajarkan adalah Bahasa Kuo Yu (bahasa nasional Tiongkok), yang digunakan sebagai bahasa poda di daerah Kre.

 Ketiga, Di Surabaya, ada Hollandsch Inlandsche School (HIS) negeri dan HIS bersubsidi. HIS negeri didirikan pada tahun 1914 dan memberikan pendidikan 7 tahun dengan pengantar Bahasa Belanda. Karena pada awalnya didirikan untuk orang-orang ele saja Keempat, HIS merupakan cara penting untuk meningkatkan status sosial orang-orang pribumi.

 Pada abad ke19 didirikan sekolah kelas II (ongko loro) pengajaran di dalamnya lebih sederhana dari pada kelas I (ongko siji) yang mengembangkan skill basic antara lain: membaca,menulis, berhitung, dan bahasa daerah atau bahasa Indonesia (Sutimin & Suparman, 2012:

22; Penders, 1968: 28). Juga tidak mudah untuk membenarkan upaya untuk mengurangi fasilitas pendidikan, terutama karena iklim pendapat internasional lebih menyukai penyebaran ide dan pendidikan dengan alasan moral dan sosial dan kekuatan kolonial mulai menilai satu sama lain dengan jumlah pendidikan yang mereka berikan untuk rakyatnya. Pemerintah Hindia, juga prihatin untuk menyediakan tenaga kerja yang patuh dengan setidaknya sejumlah pelatihan, dan khususnya pekerja klerikal murah untuk pangkat yang lebih rendah dari pegawai negeri 

sipil yang luas, memperluas dan semakin kompleks, dan perkebunannya sendiri, dan perkebunan dan tambang dengan teknologi yang semakin modern (Rifa'i, 2011; Geschiere, 1973; Suratminto, 2013).

 Pemerintah kolonial Belanda didirikan pada awal abad ke-20.menggunakan Politik Etis untuk memprioritaskan pendidikan asli. Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar karena bahasa perdagangan yang mudah dan umum. Bahasa Belanda digunakan di sekolah-sekolah untuk orang Eropa dan pribumi kelas atas, menunjukkan hierarki sosial yang masih ada antara penjajah dan rakyat biasa. Sekolah-sekolah di Surabaya, seperti ELS, HCS, HIS, dan Sekolah Peralihan, menawarkan berbagai sistem pendidikan untuk berbagai kelompok etnis, dengan kurikulum yang menekankan bahasa dan kebudayaan Belanda. Meskipun demikian, akses ke sekolah-sekolah yang lebih tinggi dimungkinkan oleh pendidikan ini bagi sebagian penduduk asli untuk meningkatkan derajat sosial mereka. Bahasa Indonesia digunakan secara terbatas sebagai bahasa administratif oleh penjajah Belanda selama periode kolonial, dan pendidikan bahasa ini tidak merata di seluruh masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun