Hingga hari jelang petang, Karim tak kunjung bekerja di kebun. Ia hanyut dalam lamunannya. Saat berjalan pulang, ia memutuskan akan mengurus kebun buah hingga sisa hidupnya. Biarlah anak-anak menjalani hidup mereka dengan bahagia. Ia mulai bersiul-siul riang. Separuh beban di hatinya lenyap. Saat mulai memasuki desa ia terkejut. Orang-orang sedang berdiri di halaman mereka. Mereka terlihat panik.
"Ke mana perginya buah-buah itu?" Kalimat itu terdengar berulang-ulang. Orang-orang saling bertanya, tetapi tak mendapatkan jawaban. Sebagian tampak mencari-cari. Karung-karung berserakan di pekarangan.
Karim bertanya, pada salah seorang tetangganya. "Ada apa?"
"Buah-buah itu lenyap tadi siang. Semuanya!" jawab orang itu.
Mendengar jawaban itu, Karim tercengang. Ia menatap karung-karung yang telah kosong. Suara kehilangan dari rumah-rumah terdengar riuh. Orang-orang meratapi hilangnya buah-buahan yang diperoleh cuma-cuma dari langit. Hal itu terus berlangsung hingga larut malam. Karim tak dapat terlelap karena keriuhan itu.
Hingga hari jelang subuh, barulah matanya dapat terpejam. Ia bermimpi buah-buahan dikirim dari langit seperti hujan. Hujan itu turun deras di kebun buah miliknya. Istrinya muncul dari balik pohon nangka yang dulu ditanamnya dan tersenyum kepadanya.
***
Tepian DanauMu, 23 Februari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H