Akhir-akhir ini, produk-produk baru berbagai jenis kebutuhan manusia terus bermunculan. Produk-produk tersebut lahir berkat inovasi dan ‘hasrat’ untuk memanjakan konsumen. Produsen berlomba-lomba meng-klaim bahwa produk mereka memiliki keunggulan dari produk sejenis lainnya. Segala upaya dilakukan demi merebut hati calon konsumen. Tujuan akhirnya tak lain adalah demi mengumpulkan laba dalam pundi-pundi perusahaan.
Tak dapat dipungkiri, media turut andil dalam gencarnya promosi tersebut. Pernahkah kita menghitung jumlah iklan produk yang ditayangkan di televisi setiap harinya? Atau, lihatlah koran, majalah, media sosial, atau media online hari ini. Beragam tampilan iklan produk sungguh memikat mata. Kadang-kadang, promosi tersebut diimbuhi dengan hadiah yang menarik. Rasanya sulit untuk tidak tergoda.
Belum lagi bila kita sering mengunjungi department store, mini market, supermarket, hingga hypermarkets. Box-box berisi tumpukan-tumpukan pakaian dengan diskon yang menggiurkan semakin mudah ditemui. Jika membeli produk (biasanya dengan syarat tertentu), anda bisa mendapatkan produk lainnya. Gratis. Sebelum masuk pun, calon pembeli sudah ‘ditawari’ diskon menggoda lewat spanduk dan baliho berukuran besar yang mencolok mata. Supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan semakin gencar ‘bermain strategi’ untuk merebut loyalitas pembeli. Kartu member dan perolehan point menjadi tren yang tak pelak menjadi sumber keuntungan baru bagi perusahaan retail.
Apa Itu Perilaku Konsumtif?
YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) memberikan batasan perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Perilaku konsumtif sendiri dapat ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata (Sumartono, 2002).
Perilaku konsumtif sendiri dapat dibedakan menjadi: (1) Konsumsi adiktif (addictive consumption), yaitu mengkonsumsi barang atau jasa kerena ketagihan; (2) Konsumsi kompulsif (compulsive consumption), yaitu berbelanja secara terus menerus tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya ingin dibeli; dan (3) Pembelian impulsif (impulse buying atau impulsive buying). Pada impulse buying, produk dan jasa memiliki daya guna bagi individu. Pembelian produk atau jasa tersebut biasanya dilakukan tanpa perencanaan.
Kebutuhan Versus Perilaku Konsumtif dalam Keluarga
Dewasa ini, kebutuhan setiap orang semakin beragam seiring dengan tuntutan zaman. Gaya hidup menjadi identitas sekaligus tolak ukur kesuksesan seseorang. Individu-individu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang dengan penghasilan yang dapat mencukupi semua kebutuhan. Hal itu juga berlaku dalam sebuah keluarga.
Selain papan, sandang dan papan, kebutuhan keluarga saat ini juga mencakup antara lain: komunikasi, transportasi, pendidikan, kesehatan dan investasi. Berbagai kebutuhan dalam keluarga ini sebaiknya diselaraskan dengan besaran penghasilan. Jika ada keinginan yang ingin dipenuhi, hendaknya pemenuhan keinginan tersebut tidak lantas mengabaikan kebutuhan utama keluarga. Dengan kata lain, jangan sampai besar pasak daripada tiang.