Satu jam berlalu. Mereka sedang menikmati tiramisu ketika pembicaraan tiba-tiba terputus. Cora memainkan cake di depannya dengan sendok. Gelisah. Cora berusaha keras mencari bahan pembicaraan, namun tak menemukannya. Untuk mengusir kegelisahannya, ia meraih ponsel dan melihat-lihat akun media sosial miliknya.
Cora membuka akun media sosial miliknya sesekali saja. Ia tak memiliki banyak teman di dunia maya. Sebagian besar adalah kerabat atau teman-teman kuliahnya semasa di asrama dulu. Itu pun tak banyak. Selain menerima permintaan pertemanan yang datangnya sesekali, ia nyaris tak pernah menambah pertemanan. Saat ini seseorang sedang meminta pertemanan dengannya. Prince Agler.
Cora mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tak mengenali akun itu. Perlahan, ia menelusuri akun tersebut. Status-status berupa puisi indah memenuhi dinding akun itu. Meski tak menemukan foto asli pemilik akun, rasanya tak ada yang ganjil dengan akun tersebut. Cora berpikir, mungkin pemilik akunnya tak ingin mempublikasikan diri dengan alasan tertentu. Tak ada salahnya menerima permintaan pertemanan itu. Telunjuknya memencet tanda terima pertemanan. Selesai.
“Ada yang menarik perhatianmu?” tegur Ramon tiba-tiba.
Cora mengangkat wajahnya dan menggeleng. “Cuma melihat-lihat sekilas,” jawabnya lalu meletakkan ponsel di atas meja.
“Boleh aku tanya sesuatu?”
“Silakan.”
“Apakah kau merasa nyaman bersamaku saat ini?”
“Mengapa kau bertanya begitu?” Cora balik bertanya. Hatinya merasa tak enak.
“Karena kau terlihat tak menikmatinya,” keluh Ramon.
“Bukan begitu. Selama ini kita berteman. Barangkali, aku belum terbiasa.”