Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jika AKU Bukan DIA [Delapan-Dalam Dilema]

8 September 2016   06:05 Diperbarui: 9 September 2016   05:24 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: www.nytimes.com

“Oh, bukan apa-apa, Pa,” elak Cora cemas. Ia tak tahu, sudah berapa lama lelaki itu mendengarkan mereka. “Kami hanya berbincang santai. Bukan begitu, Jane?” Cora menatap adiknya.

“Iya, Pa,” angguk Jane cepat. “Kami membicarakan soal rencana kami bepergian besok."

“Aku mendengar semuanya. Cora, dengarkan Papa. Brian adalah calon suami adikmu. Kau tak boleh mengatakan yang tidak-tidak tentang dirinya. Ingat itu baik-baik,” tegas Mr. Howitt.

Cora terdiam mematung. Sudah terlambat menjelaskannya pada Jane. Tak ada gunanya. Papa sudah menyuruhnya tutup mulut. Jika ia bersikeras, pada akhirnya, dirinya juga yang akan disalahkan. Kemungkinan besar, takkan ada yang memercayainya.

“Tapi, Pa, kita harus mendengarkan Cora. Mungkin dia punya alasan sendiri,” bantah Jane tak setuju.

“Jane, sebaiknya dengarkan perkataan Papamu. Kau harus menghargai ucapan orangtuamu,” ujar Brian dengan nada membujuk.

Sepasang tangan Cora terkepal. Ia berusaha menahan kemarahannya. Sikap palsu Brian sangat menjijikkan. Lelaki penipu. Suatu hari nanti, ia akan membongkar kedoknya.

“Sudahlah, sebaiknya kita semua kembali ke depan,” Mr. Howitt lalu menunjuk putri sulungnya, “Cora, sebaiknya kau masuk ke kamarmu sekarang juga.” Titah Mr. Howitt terdengar tegas dan tak terbantahkan.

“Pa,” cegah Jane, ”tolong jangan bersikap begitu padanya. Sikapmu ini mempermalukannya.”

“Sudahlah, Jane. Biar saja. Aku ke kamarku dulu,” ucap Cora pelan. Ia tak ingin terjadi perdebatan yang justru akan semakin memojokkan dirinya.

Jane masih beradu pendapat dengan Mr. Howitt saat Cora berlalu. Ia masih sempat melihat Brian tersenyum licik penuh kemenangan padanya. Tunggu saja nanti, pikirnya gemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun