Nite.
Kata itu menjadi sapa yang mengakhiri hari. Tepat pukul 10 malam, aku akan menerimanya di layar ponselku. Setiap hari dalam setahun. Seperti dongeng Cinderella, meski gadis jelita itu harus berpisah dari pangerannya saat tengah malam tiba. Perbedaan paling mendasar lainnya ialah: aku sama sekali tak secantik Cinderella.
Mengapa kau selalu berpamitan pada pukul 10?
Kau sudah tahu jawabannya. Aku harus mengejar kereta.
Kapan kau akan berhenti?
Takkan pernah.
Kenapa?
Hidupku sudah ditakdirkan demikian.
Kereta itu akan membawamu ke mana? Kau tak pernah menceritakannya.
Aku tak bisa.
Alasannya?
Jangan paksa aku. Bukankah aku selalu kembali padamu?
Meski cuma dalam pesan?
Diam, bermakna aku harus berhenti. Gairahku untuk meneruskan percakapan musnah. Jarum jam berdetak pelan. Mengetuk-ngetuk keheningan dalam ruangan ini. Aku bisa mendengar denyut jantungku sendiri. Merasakan aliran yang bergerak pada pembuluh-pembuluh di sekujur tubuhku. Lalu dinding-dinding ruangan mulai bergerak. Perlahan menyempit. Mereka ingin mengepungku.
“Tolong!!!” teriakku.
Ponselku bergetar. Pesan.
Malam ini keretaku tiba di negeri yang kuimpikan. Maaf, ini sapa terakhir dariku. Nite.
Lengkinganku senyap, tenggelam di antara dinding-dinding.
***
Tepian DanauMu, 15 Juli 2016