Â
[caption caption="Sumber Ilustrasi: hellomakassar.com"][/caption]
Minggu pertama: terinspirasi oleh puisi
Senja tiba lagi dalam secangkir kopi. Lalu merambat turun pada tetes-tetes hujan di pekarangan. Sepasang mataku terpejam sambil menghirup dalam-dalam aroma petrichor[1] yang kurindukan. Anganku melayang pada suatu pertemuan. Pada senja-senja masa lalu. Padamu. Sebelum kita terempas dalam kebisuan. Meninggikan ego-ego yang kian membatu lalu terkapar sekarat dalam diam.
Sederet nada berdenting dari kotak musik di sudut ruangan. Melambungkan angan, melintasi segala kenang. Meliuk dan menukik, lalu melembut seirama hembusan nafas. Menikah dengan aroma kopi dan tetes-tetes yang menggetarkan rindu. Jiwa kian samar, tersesat hasrat luruh dalam dekapan rasa. Seolah enggan beringsut dari mimpi yang telah pergi. Kamu.
Aroma kopi mengajakku membuka mata. Senja masih berada di dalamnya. Bercampur kenangan yang meruah tentangmu. Kusesap perlahan sambil menatap ke ujung jalan. Berharap kamu muncul tiba-tiba seperti keajaiban dan merengkuhku dalam pelukan. Seperti senja yang sudah-sudah. Ketika tembok-tembok belum berdiri angkuh dan amarah belum menjelma menjadi badai.
Lihatlah! Kopi ini hitam. Sepekat rindu yang membelengguku. Bukan untukmu. Sengaja kubuat hanya untukku. Tolong, katakan padaku. Sudahkah kamu menghirup kopi senja ini? Atau, kamu masih mengingkari kehadiran senja dalam secangkir kopi?
Sepasang mataku mulai terpejam. Tubuhku mulai membeku. Tak lama lagi, nafasku akan terhenti. Kemarilah, bisikkan padaku. Sudahkah kamu mengenangku hari ini?
***
Tepian DanauMu, 2 Maret 2016
[1] Salah satu bau alami yang tercium saat hujan turun membasahi tanah yang kering.
Sumber Inspirasi:
Kopi Sore, Sepotong Rindu Berwarna Hitam
Oleh: Resh Regia Romero
Sayang, senja ini telah kulingkari dengan ingatanku akanmu
Kita mungkin tak pernah pulang pada pagi kemarin
Tetapi aku bertaruh, akan selalu ada pagi pada esok dan setelahnya
Matahari masih datang dari timur sayang Â
Â
Senja ini aku hampir kesepian
Mungkin ihwal hujan belum juga menyapaku, menyapa kita
Ada kopi yang baru kuseduh
Masih hangat, dan aromanya masih kuat menari di kamar ini, Sayang Â
Hitam, Sayang Â
Â
Maukah kau cicipi juga hitamnya?
Ah, Gelombang* di tangan seperti sedang menertawaiku, haha
Biar saja, aku tak peduli Ia tak tahu apa-apa soal kopi, kan?
Soal sepotong rindu berwarna hitam, kan? Â Â Â
***Â
Gang Kabel, Februari 2016 Â Â
catatan : *Sebuah novel
[1] Salah satu bau alami yang tercium saat hujan turun membasahi tanah yang kering.
Karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club
 [caption caption="Sumber Ilustrasi: RumpiesTheClub@dok"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H