Kita tertawa. Berbincang seiring gerimis yang berirama. Senja terus bergulir kian remang. Suara, senyum dan tawamu memuaskan rinduku. Selanjutnya jawaban yang akan menentukan langkahku. Pergi selamanya, atau pulang untuk kembali berada di sisimu. Kopi di cangkir kita telah habis. Tiba saat untuk menuntaskan ragu.
“Kupikir, kau mengerti maksud kedatanganku.”
Kau terdiam. Kalimatku telah merenggut senyum di bibirmu.
“Aku ingin memilikimu.”
Kau menatapku. “Kau sudah berulangkali mengatakannya.”
“Tibaku untuk sebuah jawaban.”
“Mmm…”
Gumamanmu terputus. Seorang lelaki menghampiri kita. Dia merangkul bahumu. “Kau di sini? Berkali-kali aku menghubungimu, namun gagal.” Lelaki itu menatapku penasaran. “Temanmu? Kau tak pernah mengenalkannya padaku sebelumnya.”
Parasmu memutih. “Eh… oh… bukan! Dia… teman lamaku. Kami tak sengaja bertemu di sini.”
“Perkenalkan, aku tunangannya.” Lelaki itu mengulurkan tangan sambil tersenyum lebar.
“Senang bisa bertemu,” sambutku. Ketika kami berjabat tangan, kau tertunduk dengan wajah pias.