Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Mak Ratap

4 Februari 2016   15:17 Diperbarui: 5 Februari 2016   04:41 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

“Mak, kau beruntung. Suamimu itu loh… ganteng!” Jeng Ida memulai gunjingan pada pagi berikutnya, ketika ibu-ibu lorong sedang mengerubuti gerobak sayur Mang Parmin.

“Maksudnya, Jeng? Kau mau bilang, percuma punya suami ganteng tapi nggak pintar cari duit? Begitu?” tuding Mak Ratap berang. Ia membanting seikat bayam di tangannya. Ibu-ibu lainnya melongo keheranan.

“Loh, kok jadi sensitif? Biasanya kan Mak Ratap yang selalu ngobrolin para suami. Iya, kan?” Jeng Ida nampak kebingungan. Perkataannya segera diiyakan oleh ibu-ibu lainnya.

Mak Ratap tercenung. Benar juga. Ada apa dengannya?

“Apa yang dibilang Jeng Ida benar, Mak. Suamimu itu memang paling ganteng di lorong sini. Kau harusnya bangga!” timpal seorang ibu lainnya.

“Maaf… aku cuma sedang pusing.” Mak Ratap memijat-mijat pelipisnya. “Kalian tahu sendiri, sudah seminggu ini suamiku jadi pengangguran. Biaya yang mau dibayar semakin bertumpuk. Kepalaku rasanya mau pecah…”

“Sabar, Mak,” hibur Jeng Ida. Perempuan itu menepuk-nepuk pundak Mak Ratap. “Doakan saja suamimu segera mendapat pekerjaan baru. Lelaki seperti dia, pasti takkan sulit mencari pekerjaan.”

“Mudah-mudahan, Jeng.”

Pagi itu, Mak Ratap kehilangan selera untuk mengobrol dengan ibu-ibu lorong. Setelah membeli seikat bayam dan tempe, ia segera masuk rumah. Ketika melihat persediaan uang di dalam kaleng bekas, ia terhenyak. Tinggal beberapa puluh ribu rupiah saja. Sambil mengerjakan pekerjaan rumah, keluh kesah mulai meluncur tak henti dari bibirnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun